A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk di serap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan enzim dan zat yang terbentang dari mulut sampai anus. Sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, anus dan organ-organ tambahan yaitu gigi, kelenjar saliva, hati, kandung empedu, pankreas. (Ester, 2001: halaman 151)
Fungsi saluran gastrointestinal pada prinsipnya adalah memberikan cairan, nutrient, dan elektrolit pada tubuh kita. Aktivitas utama dari saluran gastrointestinal adalah :
1. Sekresi elektrolit, hormon, dan enzim yang digunakan dalam pemecahan materi yang dimakan.
2. Gerakan terhadap produk yang dimakan.
3. Pencernaan makanan dan cairan.
4. Absorpsi produk akhir ke dalam aliran darah.
Setelah mengetahui struktur dan fungsi dari saluran gastrointestinal, berikut ini akan dijelaskan tentang anatomi dan fisiologi dari organ yang erat kaitannya dengan permasalahan Hepatitis B, organ tersebut antara lain adalah hati dan kandung empedu.
1. Hati (Hepar)
Hati merupakan organ paling besar didalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya ± 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. (Syaifuddin, 1996 : hlm 83)
Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 g, dan di bagi menjadi 4 lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi masa hati menjadi unit- unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus. (Brunner and Suddarth, 2001 edisi 8 : 1150)
Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi hati. Darah yang mengalir kedalam hati berasal dari dua sumber. Kurang lebih 75% suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya akan nutrien dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk kedalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen cabang- cabang terminalis kedua pembuluh darah ini bersatu membentuk capillary beds bersama yang merupakan sinusoid hepatik. Dengan demikian, sel- sel hati (hepatosit) akan terendam oleh campuran darah vena dan arterial. Sinusoid mengosongkan isinya kedalam venule yang yang berada pada bagian tengah masing- masing lobus hepatik dan dinamakan Vena sentralis. Vena sentralis bersatu membentuk vena hepatica yang merupakan drainase vena dari hati dan akan mengalirkan isinya kedalam vena kava inferior di dekat diafragma. Jadi, terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk kedalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
a. Fungsi Hati
Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak; penimbunan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Organ hati juga berfungsi sebagai “gudang darah” dan “penyaring” karena terletak strategis antara usus sirkulasi umum (Sylvia, et. all, 2006 : 472).
Hati memegang peranan penting dalam metabolisme glukosa dan pengaturan gula kadar glukosa darah. Sesudah makan, glukosa diambil dari darah vena portal oleh hati dan di ubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaska kedalam darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukogenesis. Untuk melaksanakn proses ini, hati menggunakan asam- asam amino hasil pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
Penggunaan asam- asam amino untuk glukoginesis akan membentuk amonia yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini, hati mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum, yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urine.
Hati juga memegang peranan penting dalam metabolisme protein. Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin, α- dan β- globulin, faktor- faktor pembekuan darah, protein transport yang spesifik dan sebagai besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk mensintesis protrombin dan sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
Hati juga berperan aktif dalam metabolisme lemak. Asam- asam lemak dapat di pecah untuk memproduksi energi dan badan keton. Dimana merupakan senyawa - senyawa kecil yang dapat masuk kedalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak terkontrol.
Vitamin A, D dan beberapa B- kompleks di simpan dengan jumlah yang besar dalam hati. Subtansi tertentu, seperti besi dan tembaga, juga di simpan di hati. Karena hati kaya akan substansi tertentu, seperti besi dan tembaga, juga disimpan dalam hati. Karena hati kaya akan subtansi atau zat- zat tersebut, ekstrak hati banyak di gunakan untuk mengobati berbagai macam kelainan nutrisi. (Brunner and Suddarth, 2001 edisi 8 : 1152)
2. Kandung Empedu
Anatomi dan fisiologi kandung empedu di mulai dengan penjelasan mengenai struktur dari kandung empedu dan akan dilanjutkan dengan penjelasan fungsi kandung empedu tersebut.
a. Struktur Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk per yang terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledukus. Pada banyak orang, duktus koledukus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar pada tempat menyatu) sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi (Sylvia, et. all, 2006 : 472).
b. Fungsi Kandung Empedu
Kandung empedu berfungsi sebagi depot penyimpanan bagi empedu. Diantara saat- saat makan, ketika sfingter Oddi tertututp. empedu yang diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air dalam empedu. Diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati. Ketika makanan masuk kedalam duodenum akan terjadi kontarksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk kedalam intestinal. Respons ini diantarai oleh sekresi hormon kolesis-tokinin-pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus. (Brunner and Suddarth, 2001 edisi 8 : 1152)
B. Konsep Dasar Hepatitis B
Berikut ini akan dibahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan laboratorium, penatalaksanaan dan komplikasi Hepatitis.
1. Pengertian
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghsilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler yang khas. (Suzanne, et al. 2002 : 1169)
Hepatitis adalah proses nekroinflomatorik pada hati yang terjadi secara akut dan sebabkan oleh virus VHB. (Soewignjo, 2008 : 35 )
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Hepatitis adalah suatu penyakit infeksi dan kerusakan akibat radang pada jaringan hati yang menyebabkan gangguan fungsi.
2. Etiologi
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). Virus Hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42 mm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. HBV adalah antigen permukaan yang positif kira-kira dua minggu sebelum timbulnya gejala klinis dan biasanya menghilang pada masa kovalensen dini tetapi dapat pula bertahan empat sampai enam minggu. HBV memiliki cincin sirkular dalam partikel pusat (HBcAg) yang dikelilingi suatu lapisan protein permukaan (HBsAg). Virus ini juga mengadung antigen “e” (HBeAg).
Penanda yang muncul biasanya adalah antibodi terhadap antigen “inti” (anti-HBc). Antigen itu sendiri (HBcAg) yang tidak terdeteksi secara rutin dalam serum penderita infeksi HBV karena terletak di dalam kulit luar HBsAg. Antibodi anti HBc dapat terdeteksi segera setelah timbul gambaran klinis hepatitis dan menetap seterusnya, antibodi ini merupakan penanda kekebalan yang paling jelas yang paling sering di dapat dari virus HBV. Antibodi anti-HBc selanjutnya dapat di pilah lagi menjadi fragmen IgM dan IgG. IgM anti-HBc terlihat pada awal infeksi dan bertahan lebih dari enam bulan. Antibodi ini merupakan penanda yang dapat di percaya untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang telah lewat.
Cara utama penularan HBV ada 2 golongan yaitu penularan secara horizontal dan penularan secara vertikal. Cara penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap infeksi HBV kepada individu yang masih rentan di sekelilingnya. Penularan horizontal dapat terjadi melalui kulit atau melalui selaput lender, sedangkan penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi yang dilahirkannya. (Soewignjo,2008:20)
Sedangkan masa inkubasi rata-rata adalah sekitar 60 hingga 90 hari. HBsAg telah ditemukan pada hampir semua cairan tubuh orang yang terinfeksi-darah, semen, saliva, air mata, asites, air susu ibu, urine, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tubuh ini (terutama darah, semen dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius. Sama hal dengan virus lain, maka virus Hepatitis B ini juga tidak dapat mengadakan replikasi tanpa bantuan sel hospes. Setelah partikel virus B yang utuh masuk ke dalam tubuh maka DNA genome virus tersebut akan diangkut ke dalam inti sel hati, di mana akan terjadi transkripsi genome virus B dan terjadi replikasi dari DNA virus B dalam inti sel hati.
Menurut A.Price (2005) Infeksi HBV ini dapat menyerang semua golongan usia atau kelompok-kelompok tertentu dan orang-orang yang memiliki cara hidup tertentu yang beresiko tinggi untuk terinfeksi virus HBV, kelompok ini mencakup :
a. Imigran dari daerah endemis HBV.
b. Pengguna obat IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik
c. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau orang yang terinfeksi.
d. Pria homoseksual : resiko infeksi horizontal karena seringnya melakukan hubungan seks mengakibatkan penularan HBV melalui selaput lendir.
e. Pasien hemodialisis dan penderita hemophilia yang menerima produk tertentu dari plasma.
f. Kontak serumah dengan carier HBV
g. Bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi, dan dapat terinfeksi pada saat atau segera setelah lahir.
3. Patofisiologi
HBV merupakan virus DNA yang memiliki selubung permukaan antigen dan inti dalam (antigen inti). Pada hepatitis akut, biopsy hati menunjukkan berbagai derajat kerusakan heapto seluler dan infiltrate inflamasi. Antigen HBV diekspresikan pada permukaan hepatosit dan terdapat reaktivitas selular yang di mediasi oleh sel T untuk melawan antigen ini, reaksi ini merupakan menjadi penyebab utama kerusakan hepatosit.
Inflamasi pada hepar ini juga karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dalam urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada kulit dan ikterus. (Robin Stanley, 1995 : 307 )
4. Manifestasi klinis
Menurut Lucman (1993 : hlm 1704) masa inkubasi penyakit Hepatitis B ialah 25 – 150 hari.
Menurut Mansjoer (2001 : hlm 513) manifestasi klinis pasien dengan Hepatitis B di bagi menjadi beberapa stadium yaitu :
a. Stadium praikterik
Berlansung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri pada otot, dan nyeri di perut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.
b. Stadium ikterik
Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
c. Stadim pasca ikterik
Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal lagi.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doengoes, 1999 : 535) ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosa Hepatitis dan akibat lanjut dari proses penyakit. Riwayat klinis dan pemeriksaan fisik mendetail akan mengarah pada hepatitis yaitu :
a. Transminase yang sangat meningkat ( SGPT atau SGOT > 1000 iu/l).
b. Waktu protrombin memanjang
c. Kadar bilirubin meningkat dari keadan normal.
d. LED (Laju endap darah) naik.
e. Tes fungsi hati : menunjukkan gambaran hepatitis non spesifik
f. Darah lengkap : Sel Darah Merah (SDM) menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM ( ganguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
g. Leucopenia : Trombisitopenia mungkin ada.
h. Alkali fosfate : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
i. Feses : Warna pucat, steatorea ( penurunan fungsi hati).
j. Albumin serum : menurun.
k. Gula darah : Hiperglikemia Transien/ Hipoglikemia (ganguan fungsi hati).
l. Bilirubin serum : Di atas 2,5 mg/100 ml (bila di atas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
m. Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein /hematuria dapat terjadi.
n. Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.
o. Scan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
6. Penatalaksanaan dan Pencegahan
Pencegahan untuk penyakit Hepatitis B bagi orang yang berisiko (misalnya pekerja kesehatan) harus diimunisasi. Karier virus yang diketahui harus memahami risikonya bagi orang lain bila terpapar cairan tubuh dan harus menggunakan kontrasepsi penghalang. (Patrick, 2005 : 224)
Penatalaksanaan terhadap pasien Hepatitis terdiri dari istirahat, diet, dan pengobatan medikamentosa (Mansjoer, 2001 : 514).
a. Istirahat
Pada periode akut dan dalam keadaan lemah, pasien Hepatitis B diharuskan untuk istirahat yang cukup karena pada kondisi-kondisi tertentu klien akan merasakan keletihan. Istirahat mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan, akan tetapi istirahat dapat membantu memperkecil kemungkinan gangguan fungsi hati yang lebih serius.
b. Diet
Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah, sebaiknya diberikan infuse. Jika tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan protein cukup (1 g/Kg BB). Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi. Dahulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan penyakit kandung empedu.
c. Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa terhadap pasien Hepatitis adalah sebagai berikut :
1) Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang berkepanjangan, dimana transaminase serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan prednison 3 x 10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering off.
2) Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati.
3) Antibiotik tidak jelas kegunaannya.
4) Jangan diberikan antiemetic jika perlu sekali dapat diberikan golongan fenotiazin.
5) Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. Bila pasien dalam keadaan prekoma atau koma, penanganan seperti pada koma hepatik.
7. Komplikasi
Komplikasi Hepatitis virus paling sering di jumpai adalah perjalanan penyakit yang memanjang hingga 4 sampai 8 bulan. Keadaan ini dikenal dengan Hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% - 10% pasien. Sekitar 5% Hepatitis virus akan mengalami kesembuhan setelah serangan awal. Kekambuhan biasanya di hubungkan dengan minum alkohol atau aktifitas yang berlebihan.
Setelah Hepatitis virus akut, sejumlah kecil pasien akan mengalami Hepatitis agresif atau kronik aktif, dimana terjadi kerusakan hati seperti di gerogoti dan perkembangan sirosis. (Price, 1994 : hlm 444)
C. Asuhan Keperawatan pada Klien Hepatitis
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Hepatitis, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan teoritis. Teori dan konsep diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan-tahapan yang terintegrasi dan terorganisir yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. (Doengoes, 2000:534-543).
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise umum
b. Sirkulasi
Tanda : Bradikardia (hiperbilirubinemia berat), ikterik pada sklera, kulit membran mukosa.
c. Eliminasi
Gejala : Urine gelap, diare/konstipasi, feses warna tanah liat, adanya atau berulangnya hemodialisa
d. Makanan/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan (anoreksia), penurunan berat badan atau meningkat (edema), mual/muntah.
Tanda : Asites
e. Neurosensori
Tanda : Peka rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran kanan atas, mialgia, artralgia, sakit kepala, gatal pruritus.
Tanda : Otot tegang, gelisah
g. Pernafasan
Gejala : Tidak minat / enggan merokok (perokok)
h. Keamanan
Gejala : Adanya transfusi darah / produk darah.
Tanda : Demam, urtikaria, lesi makulopapular, eritema tak beraturan, eksaserbasi jerawat, angioma jarring-jaring, eritema palmar, ginekomastia (kadang-kadang ada pada Hepatitis alkoholik), splenomegali, pembesaran pada servikal posterior.
i. Seksualitas
Gejala : Pola hidup / perilaku meningkatkan resiko terpajan (contoh homoseksual aktif / biseksual pada wanita)
j. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat diketahui / mungkin terpajan pada virus, bakteri atau toksik (makanan terkontaminasi air, jarum, alat bedah, atau darah), pembawa (simtomatik atau asimtomatik); adanya prosedur bedah dengan anastesia haloten, terpajan pada kimia toksik (contoh karbon tetraklorida, viniklorida), obat resep (contoh sulfonamide, fenotiazid,isoniazid).
Perjalanan / imigran dari Cina, Afrika, Asia Tenggara, Timur Tengah (Hepatitis B (HB) endemic di area ini).
Obat jalanan (IV) atau penggunaan alkohol.
Diabetes, GGK (Gagal Ginjal Kronik) atau penyakit ginjal.
Adanya infeksi seperti flu pada pernafasan atas.
k. Pertimbangan Rencana Pemulangan
DRG menunjukkan rata-rata lama waktu rawat : 6,7 hari. Mungkin perlu bantuan dalam tugas pemeliharaan dan pengaturan rumah.
l. Prioritas Keperawatan
1) Menurunkan kebutuhan terhadap hati dengan meningkatkan kesehatan fisik.
2) Mencegah komplikasi.
3) Meningkatkan konsep diri, penerimaan situasi.
4) Memberikan informasi mengenai proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
m. Tujuan Pemulangan
1) Memenuhi kebutuan dasar perawatan diri.
2) Komplikasi tercegah / minimal.
3) Menerima kenyataan situasi yang ada.
4) Proses penyakit, dan program terapi dipahami.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes (2000), diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan (Hepatitis) adalah sebagai berikut :
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan kekuatan / ketahanan nyeri, keterbatasan aktivitas.
1) Kemungkinan dibuktikan oleh data-data sebagai berikut :
a) Laporan kelemahan; ketidaknyamanan kerja.
b) Penurunan kekuatan otot.
c) Menolak untuk bergerak
2) Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi-pasien akan :
a) Menyatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu.
b) Menunjukkan tehnik / perilaku yang menampilkan kembali melakukan aktivitas.
c) Melaporkan kemampuan peningkatan toleransi aktivitas.
3) Tindakan / Intervensi :
a) Mandiri
(1) Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan lingkungan tenang; batasi pengunjung sesuai keperluan.
(2) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
(3) Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
(4) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif / aktif.
(5) Dorong penggunaan tehnik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajenasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh menonton TV, mendengar radio atau membaca.
(6) Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati.
b) Kolaborasi
(1) Berikan antidote atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi (contoh lavase, katarsis, hiperventilasi) tergantung pada pemajanan.
(2) Berikan obat sesuai indikasi : sedative, agen antiansietas, contoh diazepam (Valium): lorazepam (Ativan).
(3) Awasi kadar enzim hati.
b. Nutrisi, perubahan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik : anoreksia, mual muntah, gangguan absorpsi, metabolisme pencernaan makanan : penurunan peristaltik (refleks viseral), empedu tertahan, perpindahan kebutuhan kalori / status hipermetabolik.
1) Kemungkinan dibuktikan oleh data-data sebagai berikut :
a) Enggan makan / kurang minat terhadap makanan.
b) Gangguan sensasi pengecap.
c) Nyri abdomen / kram.
d) Penurunan berat badan / tonus otot buruk.
2) Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi, pasien akan :
a) Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan berat badan yang sesuai.
b) Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda mal nutrisi.
3) Tindakan Intervensi :
a) Mandiri
(1) Awasi pemasukan diet / jumlah kalori. Berikan makanan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar.
(2) Berikan perawatan mulut sebelum makan.
(3) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.
(4) Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen berat sepanjang hari.
b) Kolaborasi
(1) Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi.
(2) Awasi glukosa darah.
(3) Berikan obat sesuai indikasi.
(4) Berikan tambahan makanan / nutrisi dukungan total bila dibutuhkan.
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap
1) Faktor resiko :
a) Kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare, perpindahan area ketiga (asites).
b) Gangguan proses pembekuan.
2) Kemungkinan dibuktikan oleh data-data sebagai berikut :
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual.
3) Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi, pasien akan :
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler, nadi perifer kuat, dan haluaran urin individu sesuai.
4) Tindakan intervensi :
a) Mandiri
(1) Awasi masukan dan ahluaran, bandingkan dengan berat badan harian. Catat kehilangan melalui usus (muntah dan diare).
(2) Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
(3) Periksa asites atau pembekuan edema. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
(4) Biarkan pasien menggunakan lap katun / spon dan pembersih mulut untuk sikat gigi.
(5) Observasi tanda perdarahan, contoh hemturia, / melena, ekimosis, perdarahan terus menerus dari gusi / bekas injeksi.
b) Kolaborasi
(1) Awasi nilai laboratorium
(2) Berikan cairan IV (biasanya glukosa), elektrolit : protein hidrosilat, Vitamin K, antasida atau reseptor H2 antagonis, obat-obat anti diare (difennoksilat dan antripin (Lomoti). Plasma beku segar (Fresh Frozen Plasma/FFP).
\
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat; salah interpretasi informasi.
1) Kemungkinan dibuktikan oleh data-data sebagai berikut :
a) Pertanyaan; pertanyaan yang salah konsepsi.
b) Meminta informasi.
c) Tidak akurat mengikuti instruksi.
2) Hasil yang diharapkan / Kriteria evaluasi, pasien akan :
a) Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
b) Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala penyakit dan hubungan gejala dengan faktor penyebab.
c) Melakukan perilaku dan berpartisipasi dalam pengobatan.
3) Tindakan Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan / prognosis, kemungkinan pilihan pengobatan.
b) Berikan informasi khusus tentang pencegahan / pengeluaran penyakit, contoh kontak yang memerlukan gama globulin, masalah pribadi tidak perlu dibagi; tekankan cuci tangan dengan sanitasi pakaian, cuci piring, dan fasilitas kamar mandi jika enzim hati masih tinggi. Hindari kontak intim, seperti ciuman, kontak seksual dan terpajan pada infeksi, khususnya infeksi saluran kemih (ISK).
c) Rencanakan memulai aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat adekuat. Diskusikan pembatasan mengangkat berat, latihan keras / olah raga.
d) Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas pengalih.
e) Dorong kesinambungan diet seimbang.
f) Identifikasi cara untuk mempertahankan fungsi usus biasanya. Contoh masukan cairan adekuat / diet serat, aktivitas / latihan sedang sesuai toleransi.
g) Diskusikan efek samping dan bahanya minum obat yang dijual bebas / diresepkan (contoh asetaminofen, aspirin, sulfonamide, beberapa anestetik) dan perlunya melaporkan ke pemberi perawatan tentang diagnosa.
h) Diskusikan pembatasan donatur darah.
i) Tekankan pentingnya mengevaluasi pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium.
j) Kaji ulang perlunya menghindari alkohol selama 6-12 bulan minimum atau lebih lama sesuai toleransi .
0 Response to "Asuhan Keperawatan pada Klien Hepatitis B"