Dalam rangka pembentukan Negara Asia Timur Raya, Jepang terlibat dalam kancah perang Pasifik (1941-1945) yang bersamaan dengan Perang Dunia II (1939-1945). Meletusnya perang Pasifik diawali dengan serangan Jepang (Nippon) ke pangkalan armada Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai (Teluk Mutiara) pada tanggal 7 Desember 1941. Keesokan harinya, 8 Desember 1941, Amerika serikat, Inggris dan Belanda mengumumkan perang kepada Jepang sehingga berkobar Perang Pasifik.
Dengan gerak cepat, Jepang melanjutkan serangannya ke daratan Asia yaitu Thailand, Birma, Malaysia, Filipina termasuk ke Hindia Belanda (Indonesia). Untuk menghadapi agresi dan ofensi militer Jepang, pihak sekutu membentuk pasukan gabungan yang disebut ABDACOM (American, British, Dutch and Australian Command yaitu gabungan tentara Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Australia) di bawah pimpnan Letjen H. Ter Poorten, yang juga menjabat Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL)........
Dengan gerak cepat, Jepang melanjutkan serangannya ke daratan Asia yaitu Thailand, Birma, Malaysia, Filipina termasuk ke Hindia Belanda (Indonesia). Untuk menghadapi agresi dan ofensi militer Jepang, pihak sekutu membentuk pasukan gabungan yang disebut ABDACOM (American, British, Dutch and Australian Command yaitu gabungan tentara Amerika Serikat, Inggris, Belanda dan Australia) di bawah pimpnan Letjen H. Ter Poorten, yang juga menjabat Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL)........
Secara berurutan Jepang mulai menguasai Hindia Belanda yang diawali dengan penaklukan Tarakan, Kalimantan Timur (11 Januari 1942), Balikpapan (24 Januari 1942), Pontianak (29 Januari 1942), Samarinda (3 Februari 1942), dan Banjarmasin (10 Februari 1942). Setelah berhasil menguasai wilayah luar Jawa. Jepang kemudian memusatkan serangannya ke Pulau Jawa. Pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang berhasil mendarat di tiga tempat sekaligus, yaitu di Teluk Banten, di Eretan Wetan, sebelah barat Cirebon (Jawa Barat), dan Kragan (Jawa Tengah). Setelah menguasai wilayah tersebut, Belanda pada tanggal 5 Maret 1942 mengumumkan Batavia (Jakarta) sebagai kota terbuka. Artinya, Batavia tidak akan dipertahankan oleh pihak Belanda. Serbuan tentara Jepang ke Indonesia yang demikian besar membuat tentara Belanda tidak mampu bertahan. Akhirnya, pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah tanpa syarat terhadap Jepang di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Sejak saat itu, Indonesia dikuasai oleh Jepang.
Ditandatanganinya penyerahan tanpa syarat wilayah Indonesia dari Letnan Jenderal H. Ter Poorten, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda atas nama Angkatan Perang Serikat di Indonesia kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, pimpinan tentara ekspansi Jepang pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati (Perjanjian Kalijati) menandai berakhirnya pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Indonesia dan dimulailah pendudukan Jepang. Dengan demikian, bangsa Indonesia memasuki babak baru, yaitu masa pendudukan militer Jepang.
Pada awal pendudukannya, pemerintah militer Jepang mengambil kebijakan daerah Indonesia dibagi menjadi tiga pemerintahan militer pendudukan.
1. Tentara Keduapuluhlima dengan wilayah Sumatra dengan pusat pemerintahan di Bukittinggi diperintah oleh Angkatan Darat Jepang
2. Tentara Keenambelas dengan wilayah Jawa dan Madura dengan pusat pemerintahan di Jakarta diperintah oleh Angkatan Darat Jepang.
3. Armada Selatan Kedua dengan wilayah Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Irian Jaya, dan Maluku dengan pusat pemerintahan di Makassar Ujung Pandang diperintah oleh Angkatan Laut Jepang.
Sejak berkuasa dan memerintah di Indonesia, Jepang telah mengeluarkan undang-undang yang berisi larangan untuk berkumpul dan berserikat pada penduduk pribumi. Dengan menggunakan undang-undang tersebut, Jepang membubarkan organisasi Pergerakan Nasional yang didirikan oleh kaum nasionalis pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Jepang melakukan pengekangan aktivitas semua kaum nasionalis, kecuali golongan nasionalis Islam. Golongan ini memperoleh kelonggaran karena dinilai paling anti barat. Jepang berharap golongan ini akan mudah dirangkul.
Jepang pada awal pendudukannya berusaha memperoleh dukungan masyarakat Indonesia dengan melakukan kerja sama dengan para tokoh nasionalis. Wujud kerja sama itu adalah pembentukan organisasi Gerakan Tiga A. Namanya dijabarkan dari semboyan propaganda Jepang pada waktu itu: Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, dan Nippon pemimpin Asia. Sebagai ketua organisasi Gerakan Tiga A dilantik tokoh Parindra, Jawa Barat, Samsuddin. Gerakan Tiga A tidak berumur panjang. Bangsa Indonesia kelihatan tidak begitu tertarik dengan keberadaan organisasi Gerakan Tiga A. Jepang membubarkan organisasi Gerakan Tiga A dan berusaha membentuk organisasi baru. Pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang mengumumkan lahirnya gerakan baru yang bernama Pusat Tenaga Rakyat yang disingkat Putera.
Pemimpin organisasi Putera diambilkan dari tokoh Pergerakan Nasional yang dikenal masyarakat Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur diminta untuk memimpin Putera. Empat tokoh Pergerakan Nasional pemimpin organisasi Putera kemudian disebut Empat Serangkai. Pemerintah pendudukan Jepang berharap dengan menggunakan tokoh-tokoh Pergerakan Nasional Indonesia dapat menggerakkan massa dalam usaha membantu perang mereka serta membangkitkan persamaan anti Barat dan antibangsa kulit putih. Perasaan antirasial sangat ditonjolkan dalam propaganda Jepang.
Organisasi Putera pada tanggal 1 Maret 1942 diresmikan aktivitasnya oleh Jepang. Organisasi Putera dipimpin Ir. Sukarno. Tujuan pembentukan organisasi Putera menurut Ir. Sukarno adalah membangun dan menghidupkan segala apa yang dirubuhkan oleh penjajah Belanda. Sebaliknya, Jepang membentuk Putera bertujuan untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha memenangkan perang yang diikutinya. Untuk keperluan tersebut Putera melakukan kegiatan, antara lain:
1. memimpin rakyat supaya kuat melaksanakan kewajiban dan bertanggung jawab menghapus pengaruh dari Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda,
2. ikut ambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya,
3. memperkuat rasa persaudaraan Indonesia–Jepang,
4. mengintensifkan pelajaran-pelajaran bahasa Jepang.
Jepang memang membebankan Putera untuk memobilisasi rakyat Indonesia membantu perangnya. Namun, di balik kegiatan itu, para tokoh nasionalis yang duduk dalam Putera dapat menggunakan organisasi tersebut menyiapkan rakyat secara mental bagi kemerdekaan yang akan datang. Para tokoh nasionalis dapat memanfaatkan kemudahan yang diberikan Jepang, seperti melakukan rapat umum dan menggunakan media komunikasi milik Jepang untuk mendekati rakyat.
Jepang lama-kelamaan mengetahui dan sadar bahwa keberadaan organisasi Putera hanya bermanfaat bagi bangsa Indonesia. Tujuan Jepang untuk memusatkan potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya tidak berhasil. Oleh karena itu, pemerintah Jepang merancang pembentukan organisasi baru dan membekukan kegiatan organisasi Putera.
Panglima Tentara Keenambelas Jepang, Jenderal Kumakici Harada pada tahun 1944 menyatakan berdirinya organisasi Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Alasan Jepang membentuk Jawa Hokokai adalah karena makin menghebatnya perang Asia Pasifik sehingga perlu digiatkan dan dipersiapkan rakyat secara lahir batin untuk membantu Jepang.
Jawa Hokokai secara tegas diakui Jepang sebagai organisasi resmi pemerintah berbeda dengan organisasi Putera. Oleh karena itu, pimpinan pusat Jawa Hokokai langsung dipegang oleh orang Jepang mulai dari pangkat shucokan sampai ke kuco untuk masing-masing tingkatan. Jawa Hokokai merupakan pusat organisasi yang anggotanya terdiri atas bermacam-macam hokokai sesuai profesinya, antara lain:
1. Kyoiku Hokokai (kebaktian para pendidik), keanggotaannya terdiri atas para guru,
2. Izi Hokokai (kebaktian pada dokter), keanggotaannya terdiri atas para dokter.
Perkembangan organisasi Jawa Hokokai tidak berbeda dengan Putera. Rakyat Indonesia tidak begitu antusias membantu Jepang memenangkan perang melalui organisasi tersebut.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, golongan nasionalis Islam mendapat perhatian istimewa dari pemerintah pendudukan. Golongan nasionalis Islam diberi banyak kebebasan dibandingkan golongan nasionalis sekuler. Hal itu disebabkan golongan nasionalis Islam dipandang lebih anti terhadap bangsa Barat karena perbedaan agama. Sikap seperti itu yang menyebabkan golongan nasionalis Islam lebih diandalkan pemerintah pendudukan Jepang. Bukti bahwa pemerintah pendudukan Jepang lebih condong pada golongan nasionalis Islam adalah masih diberi izinnya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang berdiri pada zaman Hindia Belanda melaksanakan aktivitas organisasi. MIAI baru diakui sebagai satu-satunya wadah organisasi gabungan milik umat Islam setelah diadakan perubahan anggaran dasarnya. Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan kalimat “turut bekerja dengan sekuat tenaganya dalam pekerjaan membangunkan masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.”
Pada bulan September 1943, organisasi Islam Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah diizinkan kembali melakukan aktivitasnya di bidang kerohanian dan sosial. Sementara itu, aktivitas MIAI yang serba terbatas tidak memuaskan pemerintah pendudukan Jepang. Meskipun golongan Islam pada masa pendudukan Jepang memperoleh perlakuan istimewa bukan berarti terus mengekor kebijakan Jepang. Banyak hal yang dipraktikkan Jepang berlawanan dengan prinsip-prinsip Islam. Hal itu pula yang menyebabkan banyak tokoh Islam yang berseberangan pendapat dengan pemerintah pendudukan Jepang. Puncaknya terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh ulama seperti yang terjadi di Aceh, Singaparna, dan Indramayu.
Kedudukan Jepang pada tahun 1944 dalam Perang Asia Pasifik mulai terdesak. Daerah jajahannya satu per satu mulai jatuh ke tangan pasukan Sekutu. Pada bulan Juli 1944, Kepulauan Saipan yang letaknya paling dekat dengan wilayah Jepang telah jatuh ke tangan pasukan Amerika Serikat. Kejadian itu tentu saja menimbulkan kekhawatiran pada masyarakat Jepang. Situasi dalam negeri Jepang juga tidak kalah mengkhawatirkan. Moral masyarakat Jepang mulai turun dan hasil produksi industrinya pun ikut menurun, sehingga mengurangi pasokan senjata dan amunisi untuk menghadapi pasukan Sekutu.
Situasi luar negeri dan dalam negeri yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan pemerintah Perdana Menteri Tojo di Tokyo jatuh. Sebagai penggantinya pemerintahan Jepang dipimpin oleh Jenderal Kuniaki Koiso. Salah satu kebijakan politik pemerintahan Jenderal Koiso terhadap wilayah jajahannya adalah memberi janji kemerdekaan. Rakyat Indonesia termasuk yang diberi janji kemerdekaan di kemudian hari oleh Jepang. Tujuan yang ingin dicapai dengan janji pemberian kemerdekaan adalah agar rakyat Indonesia menganggap pasukan Sekutu yang datang sebagai penjajah yang akan merebut kemerdekaan mereka. Dengan demikian, akan terjadi perlawanan dari rakyat Indonesia yang kemungkinan dapat membantu Jepang memenangkan perang.
Pada perkembangan lain pasukan Sekutu untuk sementara waktu berhasil membobol garis pertahanan Jepang di Pasifik. Bahkan, wilayah Makassar, Ambon, dan Surabaya telah mendapat serangan udara dari Sekutu. Menghadapi situasi yang krisis tersebut, Letnan Jenderal Kumakici Harada pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Lembaga BPUPKI dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Jumbi Cosakai. Tujuan pembentukan BPUPKI adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan berbagai hal yang menyangkut pembentukan Indonesia merdeka.
Tindakan pembentukan BPUPKI merupakan langkah konkret pertama kebijakan politik janji Perdana Menteri Koiso. Kebijakan politik menjelang berakhirnya pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia adalah menyetujui pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. Pemilihan anggota PPKI dilakukan secara langsung oleh Jenderal Besar Terauci, penguasa perang tertinggi Jepang untuk seluruh Asia Tenggara.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 kota Hiroshima dibom atom oleh pasukan Amerika Serikat. Demikian juga kota Nagasaki dibom atom pada tanggal 19 Agustus 1945. Pemboman kedua kota penting di Jepang tersebut menyebabkan Jepang menyerah dan menandai berakhirnya Perang Asia Pasifik. Penyerahan Jepang pada Sekutu menyebabkan wilayah Indonesia pun dalam pengawasan Sekutu. Jepang harus mampu mempertahankan status quo di Indonesia tanpa boleh mengambil kebijakan apa pun selain atas perintah Sekutu. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Jepang yang menguasai Indonesia selama tiga setengah tahun.......
0 Response to "Sejarah saat Jepang Menguasai Wilayah Indonesia"