Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Abses Otak
Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan melaui sistem vascular (Price,2005).
Abses Serebral merupakan infeksi intrakranial yang dapat melibatkan jaringan otak, atau lapisan otak dan medulla spinalis (meningitis), atau adanya akumulasi bebas / terbentuknya pus berkapsul didalam otak yang dapat menyebabkan penurunan neurologis hingga kematian (Berhman RE,1997).
Dari dua definisi diatas dapat disimpulkam bahwa, Abses Otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius di dalam atau melibatkan jaringan otak, berupa penumpukan substansi eksudat hasil proses infeksi atau peradangan berupa pus atau nanah didalam otak, yang dapat mengakibatkan penurunan hingga kerusakan fungsi neurologis.
2. Etiologi
Menurut Long (1996), berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada Abses otak, yaitu :
a. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
b. Jamur
Antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
c. Parasit
Walaupun jarang, namun Amuba usus Entamuba Histolitica dapat menimbulkan abses otak secara hematogen. Kira-kira 6¬0% abses otak disebabkan oleh flora campuran, dan kurang lebih 25% abses otak adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).
Adapun beberapa proses infeksi yang dapat menyebabkan abses menurut Muttaqin Arif (2008) :
a. Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan
b. Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi).
c. Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk abses otak.
3. Patofisiologi
1. Pengertian Abses Otak
Abses otak adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan melaui sistem vascular (Price,2005).
Abses Serebral merupakan infeksi intrakranial yang dapat melibatkan jaringan otak, atau lapisan otak dan medulla spinalis (meningitis), atau adanya akumulasi bebas / terbentuknya pus berkapsul didalam otak yang dapat menyebabkan penurunan neurologis hingga kematian (Berhman RE,1997).
Dari dua definisi diatas dapat disimpulkam bahwa, Abses Otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius di dalam atau melibatkan jaringan otak, berupa penumpukan substansi eksudat hasil proses infeksi atau peradangan berupa pus atau nanah didalam otak, yang dapat mengakibatkan penurunan hingga kerusakan fungsi neurologis.
2. Etiologi
Menurut Long (1996), berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada Abses otak, yaitu :
a. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
b. Jamur
Antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
c. Parasit
Walaupun jarang, namun Amuba usus Entamuba Histolitica dapat menimbulkan abses otak secara hematogen. Kira-kira 6¬0% abses otak disebabkan oleh flora campuran, dan kurang lebih 25% abses otak adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).
Adapun beberapa proses infeksi yang dapat menyebabkan abses menurut Muttaqin Arif (2008) :
a. Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan
b. Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi).
c. Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk abses otak.
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
Menurut Dodge.PR (2001), tanda dan gejala yang mungkin muncul pada abses otak yaitu :
a. Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksia dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang.
b. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa Trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.
c. Abses yang berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.
d. Penderita abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi kedalam kavum ventrikel.
e. Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hem ianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik.
5. Komplikasi
Klien dengan Abses Otak sangat beresiko untuk mengalami komplikasi jika tidak ditangani secara efektif. Adapun komplikasi yang mungkin muncul menurut Poerwadi (2000), yaitu :
a. Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK
b. Ventrikulitis karena pecahnya abses di ventrikel
c. Perdarahan abses
d. Retardasi Mental
e. Epilepsi
f. Penurunan Kesadaran
g. Kelainan nerologik fokal yang lebih berat
h. Kelumpuhan Fisik
i. Sepsis
6. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan penunjang yang terkait dengan abses otak. Adapun jenis pemeriksaan penunjang yang bias dilakukan pada penderita abses otak :
a. Radiologi
1) Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intra-kranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral ; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.
2) Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam Hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelom-bang lambat delta dengan frekuensi 1¬3 siklus / detik pada lokasi abses.
3) Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT Scan adan MRI.
4) CT scan dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.
5) MRI (Magnetic Resonance Imaging) saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.
b. Laboratorium Haematologi
1) Pemeriksaan darah perifer
a) Leukosit
Pemeriksaan Leukosit merupakan point utama dalam pendiagnosisan abses otak melalui metode laboratorium darah. Mengingat abses otak merupakan kondisi infeksi pada jaringan otak, maka peningkatan kadar leukosit didalam darah biasanya sudah dalam keadaan diatas kadar normal. Pemantauan leukosit penting dilakukan untuk menilai tingkat resiko terjadinya Sepsis dan memantau perkembangan keberhasilan terapi antibiotik yang diberikan kepada penderita.
b) Haemoglobin (Hb)
Haemoglobin (Hb) merupakan salah satu dari komponen pertahanan sekunder tubuh manusia. Keadaan haemoglobin yang rendah didalam darah dapat mengakibatkan semakin menurunnya kemampuan pertahan tubuh untuk melawan infeksi yang sedang terjadi didalam otak.
2) Pemeriksaan cairan Serebrospinal
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel. Total volume cairan serebrospinal adalah 125 ml.
7. Penatalaksanaan
a. Pengobatan antibiotika diberikan untuk menghilangkan organisme sebagai penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besar melalui intravena biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pasca operasi.
b. Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan imflamasi edema serebral jika pasien menunjukkan adanya peningkatan defisit neurologis
c. Obat-obatan antikonvulsan (ferotinin, fenobarbital) dapat diberikan sebagai profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui pengamatan dengan CT Scan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian neurologis anak-anak harus berdasarkan tingkat perkembangan anak dan berupaya untuk menentukan apakah masalah bersifat akut atau kronis, difus atau fokal, stabil atau progresif.
a. Anamnesis
1) Identitas klien : Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, askes dan sebagainya.
2) Riwayat kesehatan
a) Gambaran jelas mengenai gejala-gejala mencakup durasi, lokasi dan presipitasi. Gejala-gejala utama dapat mencakup sakit kepala, pingsan dan pusing, perubahan tingkat kesadaran, cara berjalan, gerakan atau koordinasi yang abnormal, hambatan perkembangan atau kehilangan tahapan penting perkembangan.
b) Kaji riwayat prenatal, individu, keluarga untuk adanya faktor-faktor resiko gangguan neurologik.
(1) Faktor resiko prenatal mencakup malnutrisi maternal, pengobatan obat (dengan resep, terutama antikonvulsan, dan obat terlarang), konsumsi alkohol, dan penyakit (campak, cacra, HIV/AIDS, toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes, sipilis, toksemia, dan diabetes)
(2) Faktor resiko individu antara lain prematuritas, hipoksia perinatal, trauma lahir, keterlambatan tahap penting perkembangan, cedera kepala, hampir tenggelam, keracunan, meningitis, penyakit kronis, penganiayaan anak, anomali kromosom, dan penyalahgunaan zat.
(3) Faktor resiko keluarga mencakup anomali kromosom, penyakit mental, penyakit neurologik, penyakit neurokutaneus, gangguan kejang, retardasi mental, masalah belajar dan defek tuba neural.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
2) Tanda-Tanda Vital
3) Tingkat Kesadaran
Gejala : Kesadaran penuh, bingung, diorientasi, letargi, apatis, stupor, atau koma.
4) Pola Kesehatan
a) Aktivitas / Istirahat :
Gejala : malaise
Tanda : ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
b) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
c) Eliminasi
Tanda : adanya inkontensia atau retensi
d) Nutrisi
Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
e) Higiene
Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).
f) Neurosensori
Gejala ; Sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda ; Penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.
g) Nyeri /kenyamanan
Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.
Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
h) Pernapasan
Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda ; peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau parese.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin, Arif (2008) diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk abses otak yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran.
b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema otak dan selaput otak
c. Peningkatan Suhu Tubuh
d. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
e. Resiko cedera berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
f. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, hipermetabolik.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Muttaqin, Arif (2008) intervensi keperawatan yang dapat diberikan sesuai dengan diagnosa diatas yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil : Sesak nafas berkurang, frekuensi nafas normal, tidak menggunakan otot bantu nafas, tidak terdengar ronkhi, tidak terdengar bunyi wheezing, klien dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif.
Intervensi :
1) Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, warna dan kekentalan sputum
2) Atur posisi fowler dan semifowler
3) Ajarkan cara batuk efektif
4) Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada
5) Penuhi hidrasi cairan via oral, seperti minumair putih dan pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari
6) Lakukan pengisapan lendir di jalan nafas
b. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema otak dan selaput otak
Tujuan : Perfusi jarinagn otak meningkat
Kriteria hasil : Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.
Intervensi :
1) Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi.
2) Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, nafas irreguler, refleks pupil menurun, kelemahan)
3) Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan perubahan-perubahan tekanan intrakranial.
4) Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.
5) Tinggikan kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari fleksi leher, hindari fleksi leher.
6) Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien.
7) Beri penjelasan kepada klien tentang keadaan lingkungan
8) Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektual
9) Kolaborasi pemberian steroid osmotik
c. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
Tujuan : keluhan nyeri berkurang/rasa sakit terkendali
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks, dan klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
Intervensi :
1) Berikan lingkungan yang aman dan tenang
2) Kompres dingin (es) pada kepala
3) Lakukan penatalaksaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi nafas dalam
4) Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
5) Kolaborasi pemberian analgetik
d. Resiko cedera berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : Klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria Hasil : Klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulang
Intervensi :
1) Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya
2) Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.
3) Pertahankan bedrest total selama fase akut
4) Kolaborasi pemberian terapi; diazepam, fenobarbital
e. Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, hipermetabolik
Tujuan : Kebutuhan klien terpenuhi
Kriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat, Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi :
1) Observasi tekstur dan turgor kulit
2) Lakukan oral hygiene
3) Observasi asupan dan keluaran
4) Observasi posisi dan keberhasilan sonde
5) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan refleks batuk
6) Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya sekret
7) Auskultasi bising usus, amati penuruanan atau hiperaktivitas bising usus
8) Timbang berat badan sesuai indikasi
9) Berikan makanan denagn cara meninggikan kepala
10) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
11) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan
12) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
13) Mulailah untuk memberikan makanan per oral setengah cair dan makanan lunak ketika klien dapat menelan air
14) Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk minum
15) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang
f. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosisi penyakit, perubahan psikosis, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi harga diri klien meningkat
Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahn yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi :
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien
3) Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan
4) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
5) Anjurkan orang-orang yang terdekat untuk menginjikan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya
6) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
7) Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi dan menarik diri
8) Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
0 Response to "asuhan keperawatan abses otak pada anak"