Akibat pemerasan sumber daya alam tersebut, rakyat Indonesia menderita kemiskinan, kelaparan, dan kesengsaraan. Selain melakukan pengontrolan dan eksploitasi sumber daya alam Indonesia, pemerintah pendudukan Jepang juga melakukan eksploitasi sumber daya manusia Indonesia dalam bentuk kegiatan sebagai berikut.............
a. Romusha
Rakyat desa yang tenaga dan hartanya diperas oleh tentara pendudukan Jepang masih dibebani kewajiban kerja paksa tanpa upah (romusha). Mereka diperintahkan mengerjakan sarana militer untuk kepentingan Jepang. Para romusha dipaksa bekerja keras sepanjang hari tanpa upah, makan pun sangat terbatas sehingga kelaparan dan banyak yang meninggal di tempat kerja. Untuk mengerahkan tenaga kerja yang banyak, di tiap-tiap desa dibentuk panitia pengerahan tenaga yang disebut Romukyokai. Tugasnya menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan jatah yang ditetapkan. Untuk menghilangkan kesan paksaan, Jepang selalu menyebut para romusha itu dengan istilah Pahlawan Pekerja atau Prajurit Ekonomi. Padahal, kedudukan mereka tidak lebih dari budak yang harus tunduk kepada majikannya. Pengerahan tenaga kerja tidak mengenal pilih kasih. Seluruh lapisan rakyat di desa, kaya atau miskin, muda atau tua, semua terkena kewajiban bekerja bersama-sama demi kemakmuran dan kemenangan bersama.
Sikap dan perilaku tentara Jepang dalam mengawasi para romusha sangat keras, kejam, dan sewenang-wenang. Mereka yang kurang sungguh-sungguh bekerja akan ditempeleng atau dipukul dan yang berani menentang akan disiksa dan dibunuh. Menurut catatan sejarah, jumlah romusha yang dikerahkan keluar Jawa dan keluar negeri, seperti Burma (Myanmar), Malaya (Malaysia), dan Thailand mencapai 300.000 orang. Akan tetapi, setelah Perang Dunia II berakhir, para romusha yang kembali dengan selamat tinggal kurang lebih 70.000 orang. Romusa yang kembali itu pun dalam kondisi yang sangat menyedihkan.
b. Kinrohosi
Bentuk lain dari romusha adalah kinrohosi, yaitu wajib kerja tanpa upah bagi tokoh masyarakat, seperti para pamong desa dan para pegawai rendahan.
c. Seinendan atau Barisan Pemuda
Seinendan dibentuk pada tanggal 9 Maret 1943. Anggotanya terdiri atas para pemuda berumur 14–22 tahun. Mereka dididik militer agar dapat mempertahankan Tanah Air dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, tujuan sebenarnya adalah mempersiapkan para pemuda Indonesia untuk membantu tentara Jepang menghadapi tentara Sekutu dalam Perang Asia Pasifik.
d. Keibodan atau Barisan Pembantu Polisi
Keanggotaan Keibodan terdiri atas pemuda berusia 23–25 tahun. Keibodan dibentuk tanggal 29 April 1943. Barisan Keibodan di Sumatra disebut Bogodan dan di Kalimantan disebut Borneo Konan Hokekudan.
Mereka memperoleh pendidikan untuk membantu tugas Polisi Jepang. Organisasi Keibodan berada di bawah pengawasan Polisi Jepang secara ketat agar tidak terpengaruh oleh golongan nasionalis.
e. Fujinkai atau Barisan Wanita
Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya adalah kaum wanita berusia 15 tahun ke atas. Tujuan Fujinkai adalah membantu Jepang dalam perang menghadapi Sekutu.
f. Jawa Hokokai atau Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa
Perhimpunan ini dibentuk untuk mengerahkan rakyat guna berbakti sepenuhnya kepada Jepang dalam memenangkan Perang Asia Pasifik melawan Sekutu. Jawa Hokokai merupakan organisasi resmi pemerintah dan langsung di bawah pengawasan pejabat Jepang. Organisasi ini diresmikan pada tanggal 1 Maret 1944. Pimpinan tertinggi Jawa Hokokai dipegang oleh gunseikan (kepala pemerintahan militer yang dijabat oleh kepala staf tentara), sedangkan Ir. Sukarno hanya menjabat sebagai penasihat.
Anggota Jawa Hokokai adalah para pemuda yang berusia di atas 14 tahun. Perhimpunan ini bertugas mengerahkan rakyat agar mengumpulkan padi, permata, besi-besi tua, dan barang berharga lainnya demi kepentingan perang Jepang. Pada saat itu, Jepang makin terdesak oleh tentara Sekutu.
g. Suishintai atau Barisan Pelopor
Organisasi Suishintai dibentuk pada tanggal 14 September 1944 dan diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Pemimpin organisasi tersebut adalah Ir. Sukarno dibantu Otto Iskandardinata, R.P. Suroso, dan Dr. Buntaran Martoatmojo.
h. Heiho atau Pembantu Prajurit Jepang
Heiho dibentuk pada bulan April 1945. Anggotanya adalah pemuda yang berusia 18–25 tahun. Heiho adalah wadah yang disediakan Jepang untuk pemuda Indonesia sebagai barisan pembantu kesatuan angkatan perang dan merupakan bagian dari ketentaraan Jepang. Oleh karena itu, anggota Heiho dijadikan tentara pekerja yang melayani unit-unit ketentaraan tertentu. Walaupun hanya sebagai pembantu prajurit Jepang, Heiho dimasukkan dalam komando militer Jepang. Jadi, Heiho merupakan militer resmi. Prajurit Heiho tidak hanya menghadapi peperangan di Indonesia, tetapi juga dikirim ke luar negeri, antara lain ke Malaya (Malaysia) dan Burma (Myanmar) untuk menghadapi pasukan Sekutu.
i. Peta (Pembela Tanah air)
Pembela Tanah Air (Peta) dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943. Ada keterangan yang menyebutkan bahwa pembentukan Peta merupakan permintaan bangsa Indonesia kepada Jepang atas usul R. Gatot Mangkupraja. Ia meminta Jepang supaya bangsa Indonesia diperkenankan membantu pemerintah militer Jepang tidak hanya di belakang garis perang, tetapi juga di medan perang. Jadi, pembentukan Peta ini berbeda dengan organisasi lain bentukan Jepang. Anggota Peta terdiri atas orang Indonesia yang mendapat pendidikan militer Jepang. Peta mempunyai tugas mempertahankan tanah air Indonesia. Tokoh Peta yang terkenal, antara lain Supriyadi, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, Jenderal Ahmad Yani, dan Jenderal Suharto. Para tokoh Peta itu setelah Indonesia merdeka banyak yang menjadi pemimpin TNI.
Jibakutai (Barisan Berani Mati)
Jibakutai (Barisan berani mati) dibentuk tanggal 8 Desember 1944. Barisan ini dibentuk atas inspirasi dari pilot Kamikaze yang sanggup mengorbankan nyawanya dengan jalan menabrakkan pesawatnya kepada kapal perang musuh.........
0 Response to "Pengontrolan dan Pengeksploitasian Tenaga Kerja pada masa jepang di Indonesia dan Dampaknya"