Latest News

Gangguan Jiwa Pada Remaja dan Penatalaksanaannya

Apabila remaja tidak dapat mengatasi berbagai stresor yang ada, dapat timbul berbagai kondisi yang negatif seperti cemas, depresi, bahkan dapat memicu munculnya gangguan psikotik. Dampak yang dapat terjadi pada remaja dalam kondisi seperti di atas adalah timbulnya berbagai permasalahan yang kompleks, baik fisik, emosi maupun sosial termasuk pendidikan misalnya dapat timbul berbagai keluhan fisik yang tidak jelas sebabnya ataupun berbagai permasalahan yang berdampak sosial, seperti malas sekolah, membolos, ikut perkelahian antar pelajar, minyalah gunakan NAPZA dan lain-lain. Apabila tidak segera diatasi, kondisi tersebut dapat berlanjut sampai masa dewasa, dan akan lebih berkembang lagi kearah yang lebih negatif seperti terbentuknya kepribadian anti sosial maupun kondisi psikotik yang kronis. Diperlukan deteksi dini dan intervensi dini pada remaja yang mengalami gangguan jiwa.

Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada masa remaja

A. Gangguan Cemas
Definisi
Cemas (ansietas) adalah perasaan gelisah yang dihubungkan dengan suatu antisipasi terhadap bahaya, ini berbeda dengan rasa takut, yang merupakan bentuk respon emosional terhadap bahaya yang obyektif, walaupun manifestasi fisiologik yang ditimbulkannyasama cemas merupakan suatu bentuk pengalanan yang umum, tapi dapat ditemui dalam bentuk yang berbeda pada gangguan psikiatrik dan gangguan medis Diagnosis mengenai cemas ditegakkan apabila gejala cemmas mendominasi dan menyebabkan distres (rasa tertekan) atau gangguan yang nyata. Manifestasi cemas sangat bervariasi, beberapa gejala yang umum terdapat :

1) Kardiovaskuler : palpitasi , takhikardi, kenaikan tekanan darah ringan - sedang,muka merah ( flushing )
atau pucat.

2) Pernafasan : nafas pendek dan cepat

3) Kulit : jerawat/bisul diwajah , kulit merah-merah (rash), temperatur kulit berubah-ubah (kadang panas,
kadang dingin), banyak keringat, kesemutan (parestesi).

4) Muskuloskeletal : tremor , gemeter, ketegangan otot dan kejang otot.

5) Gastrointestinal : diare, nausea, dan nyeri perut.

6) Kondisi fisik lain : sakit kepala , nyeri dada, kewaspadaan yang berlebihan, insomnia, pusing, pingsan, dan
sering buang air kecil.

7) Gejala psikologis : merasa takut, tegang, gugup, marah, stres, rewel, gelisah dan bengong, dalam kondisi 
panik : merasa akan mati,perasaan derealisasi ( merasa lingkungan berubah ), dan tidak dapat berpikir, 
digambarkan oleh orang lain sebagai nervous atau lekas gugup,Sering pula mengalami mimpi buruk 
(nightmares), fantasi yang menakutkan dan merasa diri “ berbeda “. 

8) Perilaku sosial : tampak sebagai orang yang tidak berdaya, selalu lekat dan tergantung pada orang lain, 
pemalu, menarik diri, mengalami kesulitan dalam situasi sosial. Reaksinya berlebihan atau tidak ada reaksi, 
sering menolak untuk melakukan aktivitas yang berbahaya misal memanjat pohon, atau sebaliknya 
berhubungan dengan sesuatu yang mempunyai risiko tinggi ( counterphobically ).

Prevalensi dan epidemiologi
Gangguan cemas merupakan gangguan yang banyak terjadi pada anak dan remaja. Prevalensi yang diperoleh dari berbagai penelitian didapatkan angka 5%-50%. (sangat tergantung kultur setempat). Fobia sosial ditemukan lebih banyak pada laki-laki, sedangkan pada fobia yang simpel, gangguan menghindar dan agorafobia lebih banyak didapat pada anak perempuan. Sedangkan cemas perpisahan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan panik (tanpa agorafobia) didapatkan pada kedua jenis kelamin.

Penatalaksanaan
Setelah diagnosis ditegakkan dan daftar permasalahan dibuat, rencana terapi dapat dibuat :
a) Terapi farmakologis.
b) Psikoterapi individu dalam bentuk suportif, yaitu memberikan dukungan terhadap keberhasilan remaja.
c) Terapi remedial.
d) Rujuk ke psikiater bila dalam waktu 6 minggu tidak terjadi perbaikan.
e) Terapi keluarga.

Terapi Farmakologis :
Tujuan dari terapi medikamentosa adalah :
a) Meredakan gejala yang ada dan menghilangkan distres
b) Mencegah komplikasi yang mungkin timbul
c) Meminimalkan ketidak mampuan yang terjadi
d) Meningkatkan potensi perkembangan

Beberapa contoh obat yang ada di Indonesia :
- Diazepam 2 – 19 mg / hari
- Lorazepam 0,5 – 6 mg / hari
- Chlordiazepoxide 10 – 100 mg / hari
- Alprazolam 0,25 – 4 mg / hari
- Dyphenhydramine 25 – 300 mg / hari
- Buspirone 5 – 30 mg / hari
- Imipramine 25 – 125 mg / hari
- Clomipramine 25 – 200 mg / hari
- Fluoxetine 10 – 40 mg / hari
- Fluoxamine 25 – 200 mg / hari
- Sertraline 50 – 300 mg / hari
- Moclobemide 150 – 300 mg / hari
Catatan : agar diperhatikan cara kerja obat , efek samping dan dasis pemakaian

B. Gangguan Depresi
Dalam perkembangan normalpun seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk mengalami depresi, Oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas dan hati-hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak .
Terdiagnosis, Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai masa dewasa, Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii, membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.

Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya, dan tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang
mempunyai hubungan dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelehan sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.

Gambaran Klinis :
- Mood disforik ( Labil dan mudah tersinggung ) dan afek depresif
Gejolak mood pada remaja adalah normal, tapi pada kondisi depresi menjadi lebih nyata, Mood yang disforik dan sedih lebih sering tampak. Kecenderungan untuk marah-marah dan perubahan mood meningkat.

- Pubertas
Depresi kronis yang dialami sejak masa remaja awal, kemungkinan akanmengalami kelambatan pubertas, terutama pad depresi yang disertai dengan kehilangan berat badan dan anoreksia. Remaja yang mengalami depresi lebih sulit menerima atau memahami tanda-tanda pubertas yang muncul. Perubahan hormonal yang disertai stres lingkungan, dapat memicu timbulnya depresi yang dalam dan kemungkinan munculnya perilaku bunuh diri. Mimpi basah dan mimpi yang berhubungan dengan incest (hubungan seksual antar anggota keluarga), dapat menambah beban rasa bersalah pada remaja yang depresi. Periode menstruasi pada remaja wanita yang mengalami depresi, mungkin terlambat, tidak teratur, atau disertai dengan timbulnya rasa sakit yang hebat dan perasaan tidak nyaman, Mood yang disforik sering nampak pada periode pramenstrual, Remaja wanita yang mengalami depresi mungkin merasa murung (feeling blue), sedih (down in the dump), menangis tanpa sebab, menjadi sebal hati (sulky and pouty), mengurung diri di kamar, dan lebih banyak tidur.

- Perkembangan kognitif
Disorganisasi fungsi kognitif pada remaja yang bersifat sementara, menjadi lebih nyata pada kondisi depresi. Pada remaja awal yang mengalami depresi, terdapat keterlambatan perkembangan prosespikir abstrak yang biasanya muncul pada usia sekitar 12 tahun. Pada remaja yang lebih tua, kemampuan yang baru diperoleh ini akan menghilang atau menurun. Prestasi sekolah sering terpengaruh bila seorang remaja biasanya mendapat hasil baik di sekolah, tiba-tiba prestasinya menurun, depresi harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penyebabnya. Membolos, menunda menyelesaikan tugas, perilaku yang mudah tersinggung didalam kelas, tidak peduli terhadap hasil yang dicapai dan masa depan, dapat merupakan gejala awal dari depresi pada remaja.

- Hari diri
Pada remaja, kondisi depresi memperkuat perasaan rendah diri. Rasa putus asa dan rasa tidak ada yang menolong dirinya makin merendah kan hatga diri. Pada satu saat remaja yang depresi mencoba untuk melawan perasaan rendah dirinya dengan penyangkalan, fantasi, atau menghindari kenyataan realitas dengan menggunakan NAPZA.

- Perilaku antisosial
Membolos, mencuri, berkelahi, sering mengalami kecelakaan, yang terjadi terutama pada remaja yang sebelumnya mempunyai riwayat perilaku yang baik, mungkin merupakan indikasi adanya depresi, 

- Penyalah gunaan NAPZA
Kebanyakan remaja yang depresi cenderung menyalahgunakan NAPZA, misalnya ganja, obat-obat yang  meningkat mood ( amfetamin ), yang menurunkan mood ( barbiturat, tranquilizer, hipnotika ) dan alkohol.
Akhir-akhir ini banyak digunakan heroin, kokain dan derivatnya serta halusinogen.

- Perilaku seksual
Secara umum remaja yang mengalami depresi tidak menunjukkan minat untuk kencan atau mengadakan  interaksi heteroseksual. Namun ada juga remaja yang mengalami depresi menjadi berperilaku berlebihan  dalam masalah seksual, atau menjalani pergaulan bebas, sebagai tindakan defensif untuk melawan depresinya, Beberapa remaja menginginkan kehamilan sebagai kompensasi terhadap objek yang hilang atau rasa rendah dirinya. Remaja yang mengalami depresi ada kemungkinan kawin muda untuk menghindari konflik dalam keluarga. Seringkali perkawinan ini malah memperkuat depresinya.

- Kesehatan fisik
Remaja yang mengalami depresi, tampak pucat, lelah dan tidak memancarkan kegembiraan dan kebugaran, Seringkali mereka mempunyai banyak keluhan fisik, seperti sakit kepala, sakit lambung, kurang nafsu makan, dan kehilangan berat badan tanpa adanya penyebab organik, Remaja yang mengalami depresi biasanya tidak mengekspresikan perasaannya secara verbal, namun lebih banyak keluhan fisik yang diutarakan , sehingga hal ini biasanya merupakan satu-satunya kondisi yang membawanya datang ke dokter. Sensitivitas dari sang dokter dalam menemukan mood yang disforik ataupun depresi akan dapat mencegah kemungkinan terjadinya bunuh diri pada remaja.

- Berat badan
Penurunan berat badan yang cepat dapat merupakan indikasi adanya depresi. Harga diri yang rendah dan kurangnya perhatian pada perawatan dirinya, atau makan yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, merupakan tanda dari depresi.

- Perilaku bunuh diri
Remaja yang mengalami depresi mempunyai kerentanan tinggi terhadap bunuh diri. Penelitian di kentucky, Amerika Serikat, menyebutkan sekitar 30 % dari mahasiswa tingkat persiapan dan pelajar sekolah menengah atas pernah berpikir serius tentang percobaan bunuh diri dalam satu tahun terakhir saat diteliti, 19 % mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri , dan 11 % telah mencoba melakukan bunuh diri (Jennings 1990, seperti dikutip Shafii).

Penatalaksanaan
Pendekatan biopsikososial digunakan dalam mengobati remaja yang mengalami depresi. Pendekatan ini meliputi psikoterapi ( individual, keluarga , kelompok ), farnakoterapi, remedial / edukatif, dan pelatihan keterampilan sosial. Sebelum memulai suatu bentuk terapi, sebaiknya dipertimbangkan dengan hati-hati. Adanya obsesi untuk bunuh diri harus diobservasi dengan cermat dan sebaiknya pasien di rawat inap. faktor lain seperti kemampuan untuk berfungsi atau stabilitas keluarga merupakan faktor yang harus dipertimbangkan untuk merawat inapkan remaja ini.

Farmakoterapi :
Beberapa contoh obat yang ada di Indonesia :
Imipramine 25 – 125 mg / hari
Clomipramine 25 – 200 mg / hari
Fluoxetine 10 – 80 mg / hari
Fluoxamine 100 – 300 mg / hari
Sertraline 50 – 200 mg / hari
Moclobemide 150 – 300 mg / hari
Catatan : agar diperhatikan cara kerja obat, efek samping dan dosis pemakaian.

C. Gangguan somatoform ( Psikosomatik )
Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan psikosomatik. Ciri uatama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan dengan permintaan pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak adanya kemungkinan penyabab psikologis, walaupun ditemukan gejala anxietas dan depresi yang nyata.
Gejala Umum yang sering ditemukan

- Gangguan somatisasi : ciri utama adalah adanya gejala fisik yang bermacam-macam ( multiple ), berulang dan sering berubah-ubah. Biasanya sudah berlangsung bertahun-tahun (sekurang-kurangnya 2 tahun), disertai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negatif hasilnya ('doctor’ shopping). Keluhannya dapat mengenai setiap sistem atau bagian tubuh yang manapun, tetapi yang paling lazim adalah  keluhan gangguangastrointestinal ( perasaan sakit perut, kembung, berdahak, mual , muntah dan sebagainya), keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa terbakar, kesemutan, baal, pedih dan sebagainya)
serta bercak-bercak pada kulit, keluhan mengenai seksual dan haid sering muncul. sering terdapat anxietas dan depresi yang nyata sehingga memerlukan terapi khusus fungsi dalam keluarga dan masyarakat terganggu, 
berkaitan dengan sifat keluhan dan dampak pada perilakunya. Lebih sering terjadi pada wanita dan biasanya
muncul pada usia remaja akhir / dewasa muda, dapat pula ditemukan pada pra-pubertas. Ketergantungan atau penyalahgunakan obat-obatan ( biasanya sedativa dan analgetika ) terjadi akibah seringnya menjalani rangkaian pengobatan. Termasuk : gangguan psikosomatik multipel.

- Gangguan hipokondrik : ciri utama adalah preokupasi yang menetap akan kemungkinan menderita satu atau
lebih gangguan fisik yang serius dan progresif. Pasien menunjukkan keluhan somatik yang menetap atau preokupasi terhadap adanya deformitas atau perubahan bentuk / penampilan , Perhatian biasanya hanya terfokus pada satu atau dua organ / sistem tubuh . Tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya . Sering disertai depresi dan anxietas yang berat gangguan Hipokondrik ditemukan pada laki-laki maupun wanita sama banyaknya.

- Disfungsi otonomik somatoforn : Keluhan fisik yang ditampilkan pasien seakan akan merupakan gejala dari sistem saraf otonom, misalnya sistem kardiovaskuler( cardiac neurosis ), gastrointestinal ( gastric neurosis dan 
nervous diarrhoea ) , atau pernafasan ( hiperventilasi psikogenik dan cegukan ). Gejala yang nampak dapat berupa tanda objektif rangsangan otonom , seperti palpitasi berkeringat, muka panas / merah (flushing), dan tremor. Selain itu dapat pula berupa tanda subjektif dan tidak khas, seperti perasaan sakit, nyeri, rasa terbakar, rasa berat, rasa kencang, atau perasaan badan seperti mengembang. Juga ditemukan adanya bukti tes psikologis atau yang nampaknya berkaitan dengan gangguan ini. Tidak terbukkti adanya gangguan yang 
bermakna pada struktur atau fungsi dari sistem atau organ yang dimaksud.

- Gangguan nyeri somatoform menetap
Keluhan yang menonjol adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologis maupun adanya gangguan fisik, nyeri timbul berkaitan dengan adanya konflik yang 
berdampak emosional atau problem psikososial yang cukup jelas, yang berdampak meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis untuk bersangkutan.

Penatalaksanaan
- Terapi farmakologis : terapi yang diberikan untuk kasus dengan gangguan somatoform bersifat simtomatik sesuai dengan keluhan somatik pasien dan dapat berupa : analgetika, relaksan otot, antasida. Bila ditemukan gejala depresi : tambahkan anti depresan ( lihat : penatalaksanaan gangguan depresi ), bila ditemukan gejala anxietas berikan anti anxietas, ( lihat : penatalalsanaan gangguan cemas ).
- Psikoterapi suportif
- Terapi remedial / edukatif
- Terapi keluarga

D. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat dalam kemampuan menilai realitas, yang bukan karena retardasi mental atau gangguan penyalahgunaan NAPZA,, Terdapat gejala : waham, halusinasi, perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan disorientasi, Yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
- Skizofrenia
- Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik – gangguan waham
- Gangguan mental organik dengan gejala psikotik ( yang ditandai oleh adanya antara lain delirium, demensia )

Skizofrenia
Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama dengan skizofrenia pada masa dewasa, dengan gejala psikotik yang khas, seperti adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi, asosiasi yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau ), katatonia, afek yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan. Gejala ini harus ada selama paling sedikit 1 bulan atau lebih. Defisit pada fungsi adaptasi yang terdapat pada skizofrenia masa kanak dan remaja, muncul dalam bentuk kegagalan mencapai tingkat perkembangan sosial yang diharapkan atau pun hilangnya beberapa keterampilan yang telah dicapai.

Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik
Pada mania dengan gejala psikotik, gambaran klinisnya lebih berat dari pada mania tanpa gejala psikotik.  Harga diri yang membubung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaran dan kegelisahan sertakecurigaan menjadi waham kejar. Aktivitas yang terus menerus dapat menjurus kepada agresi dan kekerasan. Pada depresi berat dengan gejala psikotik, gambaran klinisnya lebih berat dibandingkan dengan depresi berat tanpa gejala psikotik. Biasanya disertai dengan waham, halusinasi atau stupor depresif (mematung). Wahamnya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina / menuduh atau tercium bau kotoran atau daging membusuk, Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Gangguan waham 
Kelompok gangguan ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yang umumnya menetap dan kadang bertahan seumur hidup waham beraneka ragam isinya, sering berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran kecemburuan, curiga, atau adanya keyakinan bentuk tubuhnya abnormal/ada yang salah. Awitan (onset) biasanya muncul pada usia pertengahan, tetapi kadang-kadang pada kasus yang berkaitan dengan keyakinan tentang bentuk tubuh yang salah, dijumpai pada usia dewasamuda/remaja akhir. Waham tersebut harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya dan harus bersifat pribadi (personal), bukan subkultural. Termasuk : paranoia, psikosis paranoid.
Tidak termasuk : gangguan kepribadian paranoid, skizofrenia paranoid.

Gangguan mental organik dengan gejala psikotik
Yang termasuk gangguan ini antara lain : delirium : suatu sindrom yang etiologinya tidak khas, ditandai oleh 
gangguan kesadaran yang bersamaan dengan menurunnya perhatian , persepsi , proses pikir, daya ingat, perilaku psikomotor, emosi dan siklus tidur (sleep– wake–cycle), Kondisi ini dapat terjadi pada semua usia.

Penatalaksanaan
Terapi biologis :
a) terapi farmakologis : dengan anti – psikotik , misalnya :
- Chlorpromazine 10 – 300 mg / hari
- Thioridazine 10 – 300 mg / hari
- Flufenazine 1 – 10 mg / hari
- Trifluoperazine 1 – 20 mg / hari
- Perfenazine 2 - 24 mg / hari
- Haloperidol 1 – 16 mg / hari
- Risperidone 1 – 6 mg / hari
- Clozapine 25 – 300 mg / hari
- Olanzapine 2,5 – 10 mg / hari

b) Terapi kejang listrik / ECT ( Electro – Convulsive Therapy )
- Terapi Psikososial :
?? Psikoterapi suportif
?? Terapi keluarga
- Hospitalisasi : bila dianggap membahayakan dirin sendiri maupun orang lain di sekitarnya

E. Gangguan Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan zat Adikiflainnya )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahguna NAPZA :
- Konflik keluarga yang berat
- Kesulitan Akademik
- Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan tingkah laku dan depresi.
- Penyalahgunaan NAPZA oleh orang –tua dan teman
- Impulsivitas
- Merokok pada usia terlalu muda.
Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan seorang remaja akan menjadi pengguna
NAPZA.

Gambaran Klinis
Menurut Pdoman Pnggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III ( PPDGJ III ) 1993, Gangguan yang berhubungan dengan zat termasuk gangguan : Ketergantungan, Penyalahgunaan, Intoksikasi, dan keadaan putus zat.
Penyalah gunaan zat adalah penggunaan NAPZA secara patologis (diluar tujuan pengobatan), yang sudah
berlangsung selama paling sedikit satu bulan berturut-turut dan menimbulkan gangguan dalam fungsi sosial, sekolah atau Pekerjaan. Penyalahgunaan NAPZA dapat menimbulkan ketergantungan.

Ketergantungan zat mengacu kepada satu kelompok gejala kognitif, perilaku dan fisiologis yang mengindikasikan seseorang secara terus menerus menggunakan NAPZA dengan teratur dan dalam jangka waktu panjang. Gejala ketergantungan ini dapat berbentuk ketagihan secara fisik atau psikilogis, toleransi, keadaan putus zat, pemakaian yang lebih besar dari yang dibutuhkan, kegagalan untuk menghentikan atau mengontrol penggunaan dan mengurangi aktivitas sosial/pekerjaan karena penggunaan NAPZA, Sebagai tambahan, pengguna NAPZA mengtahui bahwa Zat tersebut mengakibatkan gangguan yang nyata, tetapi tidak dapat menghentikannya.

Intoksikasi zat mengacu kepada perkembangan yang reversibel , sindrom zat yang spesifik , yang disebabkan oleh penggunaan suatu zat. Harus ada perilaku maladaptif atau perubahan psikilogis yang nyata secara klinis.

Keadaan putus zat mengacu kepada sindrom zat spesifik yang disebabkan oleh penghentian atau pengurangan
penggunaan NAPZA jangka panjang. Sindrom ini menyebabkan distres atau hambatan yang nyata secara klinis dalam fungsi sosial. Sekolah atau pekerjaan. 

Diagnosis penggunaan NAPZA pada remaja dinuat melalui wawancara yang hati-hati,observasi, temuan laboratorium, dan riwayat yang diberikan oleh sumber yang dapat dipercaya . Penggunaan NAPZA dapat dilihat sebagai suatu kontinuum mulai dari : hanya mencoba ( experimentation ), memakai sedikit, penggunaan secara rutin tanpa gangguan yang nyata, penyalahgunaan dan akhirnya ketergantungan.




Beberapa indikasi adanya penggunaan NAPZA pada remaja :
Prestasi akademik yang menurun : sering membolos atau meninggalkan sekolah , sering membuat masalah dengan 


teman, guru atau murid sekolah lain, sering memakai uang sekolah, mencuri, berhutang atau mengompas penyakit 
fisik ringan yang tidak spesifik, perubahan sikap dalam hubungan dengan anggota keluarga lain, juga dalam 
kelompok temannya , lekas marah, tersinggung, sikap kasar, tidak sabar dan egois, perubahan dalam penampilan, 
perawatan / kebersihan diri,wajah murung, loyo mengantuk, kurang bergairah, acuh tak acuh, sering melamun, 
disiplin dan sopan santun menurun, pakaian kotor dan lusuh, cara bicara lamban, tak jelas , kadang-kadang cadel, 
serta banyak merokok. 





Banyak dari indikator diatas yang terkait dengan awitan (onset) dari depresi, penyesuaian sekolah, atau prodromal 


dari gangguan psikotik.yang harus diperhatikan adalah tetap menjaga komunikasi yang terbuka dengan remaja yang 
diduga menggunakan NAPZA. Disini terdapat hubungan antara penggunaan NAPZA dengan perilaku risiko tinggi, 
termasuk penggunaan senjata tajam, perilaku bunuh diri, pengalaman seksual yang dini, mengemudikan mobil 
dengan risiko tinggi, menyukai musik keras (heavy metal), dan pemujaan/ritual agama yangmenyimpang, walaupun 
tidak ada hubungan langsung dengan penggunaan NAPZA, namun adanya perilaku seperti diatas patut diwaspadai.

Penatalaksanaan
?? Penanganan gawat darurat :
Pada kondisi overdosis sedativa, stimulansia, opiat atau halusinogen biasanya akan dibawa keruang gawat 


darurat. Remaja yang dibawa keruang gawat darurat dalam keadaan perilaku kacau, Psikosis akut, koma, 
kolaps saluran pernafasan atau peredaran darah, biasanya karena overdosis obat-obatan . Keadaan ini dapat 
menjadi fatal bila salah diagnosis atau mendapat penanganan yang tidak tepat. Oleh karena itu tenaga medis 
dan paramedis yang bekerja diruang gawat darurat haruslah mempunyai pengetahuan tentang obat-obatan 
yang sering dipakai oleh penyalahguna NAPZA dan mampu mengatasi intoksikasi yang disebabkan oleh 
berbagai macam zat tersebut.
Contoh : Naloxone, antagonis opiat, diberikan pada intoksikasi opiat akut, dengan dosis 0,1 mg/kg i.m. atau i.v. 


setiap 2 – 4 jam selama masih dibutuhkan.

?? Terapi dan Referal
Program terapi untuk pasien rawat–inap dan rawat-jalan bagi remaja dengan penyalahgunaan NAPZA cukup banyak 


macamnya. Programyang komprehentif sangat diperlukan untuk remaja dengan ketergantungan zat. Kebanyakan 
program ini memberikan konseling atau psikoterapi, disertai dengan teknik farmakoterapi, misalnya dengan 
menggunakan methadone, namun ada juga yang memakai pendekatan bebas-obat (drug–freeapproach). 
Keberhasilan berbagai metode pendekatan juga sangat tergantung pada kondisi remaja itu sendiri, akut – kronis, 
lamanya pemakaian NAPZA, jenis NAPZA yang dipakai, juga kondisi keluarga.

Untuk pencegahan terjadinya penyalahgunaan NAPZA sebaiknya diberikan penyuluhan kepada masyarakat luas 


tentang NAPZA dan berbagai persoalan yang ditimbulkannya. Usaha ini juga dapat dipakai sebagai deteksi dini 
penyalah gunaan NAPZA oleh anggota keluarga dan masyarakat.

0 Response to "Gangguan Jiwa Pada Remaja dan Penatalaksanaannya"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...