Latest News

asuhan keperawatan jiwa dengan krisis

A.    Pengertian
Krisis adalah gangguan internal yang disebabkan oleh peristiwa yang menegangkan atau ancaman yang dirasakan pada diri induvidu. Mekanisme koping yang biasa digunakan induvidu sudah tidak efektif lagi untuk mengatasi ancaman dan induvidu tersebut mengalami suatu keadaan tidak seimbang disertai peningkatan ansietas (Yosep, 2009)
Krisis merupakan konflik atau masalah atau gangguan internal yang merupakan hasil dari keadaan stres atau adanya ancaman terhadap diri. Krisis adalah suatu kondisi induvidu tak mampu mengatasi masalah dengan cara penanganan (koping) yang biasa dipakai. Krisis merupakan ketidakseimbangan psikologis yang merupakan hasil dari peristiwa menegangkan atau mengancam integritas diri (Purwaningsih, 2009).

B.     Tipe krisis
Berikut merupakan tipe-tipe dari krisis :
1.      Krisis perkembangan (maturasi)
Sigmund Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi 5 fase yaitu fase oral, fase anal, fase laten, dan fase pubertas. Sedangkan Erik Erikson membagi menjadi 8 fase yaitu : masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa muda, masa dewasa pertengahan, masa dewasa lanjut.
Teori yang mereka kemukakan menekankan bahwa perkembangan tersebut merupakan satu rentang yang setiap tahap mempunyai tugas dan masalah yang harus diselasaikan untuk menuju kematangan  pribadi induvidu. Keberhasilan seseorang menyelesaikan masalah pada fase-fase tersebut akan mempengaruhi induvidu mengatasi stress yang terjadi dalam hidupnya. Krisis maturasi terjadi dalam satu periode transisi yang dapat mengganggu keseimbangan psikologis seperti pada masa pubertas, masa perkawinan, menjadi orang tua, menopause, lanjut usia. Krisis maturasi membutuhkan perubahan peran yang memadai, sumber-sumber interpersonal dan penerimaan orang lain terhadap peran baru (Purwaningsih, 2009)

2.      Krisis situasi
Krisis situasi terjadi apa bila keseimbangan psikologis terganggu akibat suatu kejadian yang spesifik seperti : kehilangan, kehamilan yang tidak diinginkan, atau penyakit akut, kehilangan orang yang dicintai, kegagalan. Krisis situasi terjadi jika peristiwa eksternal tertentu menimbulkan ketidakseimbangan yang berupa (Purwaningsih, 2009) :
a.       Dapat diduga
Peristiwa kehidupan : mulai sekolah, gagal sekolah.
Hubungan dalam keluarga : bertambah anggota keluarga, perpisahan, perceraian.
Diri sendiri : putus pacar, dan lain-lain.
b.      Tidak dapat diduga
Peristiwa yang sangat traumatik dan tidak pernah diduga atau diharapkan. Contoh : kematian orang yang dicintai, diperkosa, dipenjara.

3.      Krisis sosial
Disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diharapkan serta menyebabkan kehilangan ganda dan sejumlah perubahan dilingkungannya seperti gunung meletus, kebakaran, banjir, perang (Purwaningsih, 2009).

C.    Faktor yang Mempengaruhi Krisis
Menurut teori krisis, seseorang berusaha untuk menjaga keseimbangan emosional secara konstan. Jika ia dihadapkan dengan ancaman yang luar biasa dan tidak dapat mengatasinya, kemudian krisis terjadi. respon Krisis adalah respon yang normal, bukan patologis, dan merupakan pengalaman hidup (Mohr, 2006).
Faktor yang mempengaruhi hasil dari krisis adalah sebagai berikut (Mohr, 2006) :
                  1.            Pengalaman Sebelumnya dalam menangani masalah
                  2.            Persepsi atau cara pandang dalam menanggapi masalah
                  3.            Jumlah dukungan atau hambatan dari orang lain yang signifikan
                  4.            Jumlah dan jenis krisis masa lalu


Faktor risiko yang dapat terjadi pada krisis sebagai berikut (Mohr, 2006):
1.      Jenis kelamin wanita
2.      Etnis minoritas
3.      Status sosial ekonomi rendah
4.      Problematika yang berpengaruh terhadap personalitas

D.    Psikodinamika Kejadian Krisis
Berikut ini merupakan tahap-tahap krisis dalam diri induvidu (Purwaningsih, 2009):
1.  Fase 1  : Individu dihadapkan pada stressor pemicu, kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik problem solving yang biasa digunakan
2.  Fase 2  : Kecemasan makin meningkat karena kegagalan penggunan teknik problem solving sebelumnya, Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan, bingung
3.  Fase 3  : Untuk mengatasai krisis individu menggunakan semua sumber untuk memecahkan masalah, baik internal maupun eksternal, mencoba menggunakan teknik problem solving baru, jika efektif terjadi resolusi.
4.  Fase 4  : Kegagalan resolusi, Kecemasan berubah menjadi kondisi panik, menurunnya fungsi kognitif, emosi labil, perilaku yang merefleksikan pola pikir psikotik.

E.    Gejala Umum Individu yang Mengalami Krisis
Gejala yang tampak pada individu yang mengalami krisis adalah sebagai berikut (Purwaningsih, 2009):
1.   Gejala Fisik
a)      Keluhan somatik, misalnya : sakit kepala, gastrointestinal, rasa sakit
b)      Gangguan nafsu makan, misalnya : peningkatan atau penurunan berat badan yang signifikan
c)      Gangguan tidur misalnya : insomnia, mimpi buruk, gelisah; sering menangis; iritabilitas

2.      Gejala Kognitif
Sulit berkonsentrasi
, pikiran yang kejar mengejar, ketidakmampuan mengambil keputusan

3.      Gejala Perilaku
Disorganisasi
, impulsif ledakan kemarahan, sulit menjalankan tanggung jawab peran yang biasa, menarik diri dari interaksi sosial

4.      Gejala Emosional
Ansietas, marah, merasa bersalah, sedih, depresi, paranoid, curiga, putus asa, tidak berdaya.

F.     Asuhan Keperawatan Pasien Krisis
Proses keperawatan pada pasien krisis, diperlukan identifikasi yang sesuai dalam tahapan proses keperawatan, berikut identifikasi tahapan proses keperawatan dalam kasus krisis :
1.      Pengkajian
Beberapa aspek yang perlu dikaji adalah (Purwaningsih, 2009) :
a.       Peristiwa pencetus, termasuk kebutuhan yang tercantum oleh kejadian dan gejala yang timbul misalnya :
1)      Kehilangan orang yang dicintai, baik karena kematian maupun karena perpisahan.
2)      Kehilangan biopsikososial seperti : kehilangan salah satu bagian tubuh karena operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran social, kehilangan kemampuan melihat dan sebagainya.
3)      Kehilangan milik pribadi misalnya : kehilangan harta benda, kehilangan kewarganegaran, rumah kena gusur.
4)      Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit, perselisihan yang hebat dengan pasangan hidup.
5)      Ancaman – ancaman lain yang dapat diidentifikasi termasuk semua ancaman terhadap pemenuhan kebutuhan.

b.      Mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian.
Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis, termasuk pokok – pokok pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut :
1)      Apa arti makna kejadian terhadap individu
2)      Pengaruh kejadian terhadap masa depan
3)      Apakah individu memandang kejadian tersebut secara realistis
4)      Dengan siapa tinggal, apakah tinggal sendiri, dengan keluarga, dengan teman.
5)      Apakah punya teman tempat mengeluh
6)      Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi bersama keluarga
7)      Apakah ada orang atau lembaga yang dapat memberikan bantuan
8)      Apakah mempunyai keterampilan menggantikan fungsi orang yang hilang
9)      Perasaan diasingkan oleh lingkungan
10)  Kadang – kadang menunjukkan gejala somatic

c.       Data yang dikumpulkan berkaitan dengan koping individu tak efektif, sebagai berikut :
1)      Mengungkapkan tentang kesulitan dengan stress kehidupan.
2)      Perasaan tidak berdaya, kebingungan, putus asa.
3)      Perasaan diasingkan oleh lingkungan.
4)      Mengungkapkan ketidakmampuan mengatasi masalah atau meminta bantuan.
5)      Mengungkapkan ketidakpastian terhadap pilihan – pilihan.
6)      Mengungkapkan kurangnya dukungan dari orang yang berarti.
7)      Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan.
8)      Perasaan khawatir, ansietas.
9)      Perubahan dalam partisipasi social.
10)  Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.
11)  Tampak pasif, ekspresi wajah tegang.
12)  Perhatian menurun.

d.      Perilaku individu yang menderita krisis
Beberapa gejala yang sering ditunjukkan oleh induvidu dalam keadaan krisis antara lain :
1)      Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan bunuh diri atau membunuh orang lain.
2)      Perasaan diasingkan oleh lingkungannya
3)      Kadang-kadang menunjukkan gejala somatic
Pada krisis malapetaka (bencana) perilaku induvidu dapat diidentifikasi berdasarkan fase respon terhadap musibah yang dialami. Lima fase terhadap musibah yang dialami (Purwaningsih, 2009) :
1)      Dampak emosional
Fase ini sudah termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik sebagai berikut : syok, panic, takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan dan menilai realitas serta mungkin terjadi perilaku merusak diri.
2)        Pemberani (heroic)
Terjadi suatu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga, dan tim kedaruratan kegiatan yang konstruktif saat itu dapat mengatasi ansietas dan depresi. Akan tetapi aktifitas yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan keletihan.
3)        Honey moon (bulan madu)
Fase ini mulai terlihat pada satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi malapetaka. Kebutuhan bantuan orang lain berupa uang, sumber daya, serta dukungan dari berbagai pihak. Perkumpulan akan membantu memberikan masyarakat baru masalah psikologis dan masalah perilaku mungkin terselubung.
4)        Kekecewaan
Fase ini berakhir dalam 2 bulan sampai dengan 1 tahun. Pada saat ini individu merasa sangat kecewa, timbul kebencian, frustasi dan perasaan marah. Korban sering membanding–bandingkan keadaan tetangganya dengan dirinya, dan mulai tumbuh rasa benci atau sikap bermusuhan terhadap orang lain.
5)        Rekonstruksi Reorganisasi
Individu mulai menyadari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi masalhnya. Mereka mulai membangun rumah, bisnis dan lingkungannya. Fase ini akan berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadi musibah.

2.      Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Beberapa diagnosa keperawatan pada pasien yang krisis antara lain :
a.       Diagnosa keperawatan (Purwaningsih, 2009)
1)      Koping induvidu tidak efektif
2)      Koping keluarga tidak efektif
3)      Perubahan proses interaksi keluarga

b.      Diagnosa keperawatan (NANDA)
Pada kasus krisis, terdapat beberapa diagnosa yang kemungkinan dapat muncul (Purwaningsih, 2009) :
1)      Anxietas
2)      Koping keluarga tidak efektif
3)      Koping induvidu tidak efektif
4)      Perubahan proses keluarga
5)      Berduka
6)      Takut
7)      Perubahan tumbuh kembang
8)      Deficit pengetahuan
9)      Perubahan menjadi orang tua
10)  Respon pasca trauma
11)  Gangguan harga diri
12)  Isolasi sosial
13)  Distress spiritual

3.      Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa dan intervensi yang dapat dipergunakan pada pasien krisis (Purwaningsih, 2009) :
a.       Koping individual yang tidak efektif, yang dimanifestasikan dengan menangis, perasaan tidak berharga dan bersalah.
Tujuan :
Pasien dapat mengungkapkan perasaan secara bebas.
Intervensi :
1)      Membina hubungan saling percaya dengan lebih banyak memakai komunikasi non verbal.
2)      Mengizinkan pasien untuk menangis.
3)      Menunjukkan sikap empati.
4)      Menyediakan kertas dan alat tulis jika pasien belum mau berbicara.
5)      Mengatakan kepada pasien bahwa perawat dapat mengerti apabila dia belum siap untuk membicarakan perasaannya dan mungkin pasien merasa bahwa nanti perawat akan mendengarkan jika dia sudah bersedia berbicara.
6)      Membantu pasien menggali perasaan serta gejala – gejala yang berkaitan dengan perasaan kehilangan.

b.      Perubahan proses interaksi keluarga, ditandai dengan perasaan khawatir, takut, dan bersalah.
Tujuan :
Keluarga dapat mengungkapkan perasaannya kepada perawat atau orang lain.
Intervensi
:
1)      Melakukan pendekatan kepada anggota keluarga dengan sikap yang hangat, empati dan memberi dukungan.
2)      Menanyakan kepada keluarga tentang penyakit yang diderita oleh anggota
keluarganya, seperti timbulnya penyakit,
beban yang dirasakan, akibat yang diduga timbul karena penyakit yang didertita oleh anggota keluarga tersebut.
3)      Menanyakan tentang perilaku keluarga yang sakit.
4)      Menanyakan tentang sikap keluarga secara keseluruhan dalam menghadapi keluarga yang sakit.
5)      Mendiskusikan dengan keluarga apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi perasan cemas, takut, dan rasa bersalah.

4.      Evaluasi
Beberapa hal yang dievaluasi antara lain (Purwaningsih, 2009) :
a.       Dapatkah individu menjalankan fungsinya kembali seperti sebelum krisis terjadi ?
b.      Sudah ditemukan kebutuhan utama yang dirasakan tercantum oleh kejadian yang menjadi factor pencetus ?
c.       Apakah perilaku maladaptif atau symptom yang ditunjukkan telah berkurang ?
d.      Apakah mekanisme koping yang adaptif sudah berfungsi kembali ?
e.       Apakah individu telah mempunyai pendukung sebagai tempat ia bertumpu atau berpegang ?
f.       Pengalaman apa yang diperoleh oleh individu yang mungkin dapat membantunya dalam menghadapi keadaan krisis dikemudian hari ?

0 Response to "asuhan keperawatan jiwa dengan krisis"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...