Latest News

Asuhan Keperawatan jiwa dengan ansietas


A.    Pengertian
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008).
Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005).
Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999).

B.     Tanda dan gejala
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1.      Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung
2.      Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
3.      Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4.      Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5.      Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6.      Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. 


C.     Tingkatan ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas.
Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1.      Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a.       Respons fisik
1)      Ketegangan otot ringan
2)      Sadar akan lingkungan
3)      Rileks atau sedikit gelisah
4)      Penuh perhatian
5)      Rajin

b.      Respon kognitif
1)      Lapang persepsi luas
2)      Terlihat tenang, percaya diri
3)      Perasaan gagal sedikit
4)      Waspada dan memperhatikan banyak hal
5)      Mempertimbangkan informasi
6)      Tingkat pembelajaran optimal

c.       Respons emosional
1)      Perilaku otomatis
2)      Sedikit tidak sadar
3)      Aktivitas menyendiri
4)      Terstimulasi 
5)      Tenang

2.      Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar - benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a.       Respon fisik :
1)      Ketegangan otot sedang
2)      Tanda-tanda vital meningkat
3)      Pupil dilatasi, mulai berkeringat
4)      Sering mondar-mandir, memukul tangan
5)      Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
6)      Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
7)      Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung

b.      Respons kognitif
1)      Lapang persepsi menurun
2)      Tidak perhatian secara selektif
3)      Fokus terhadap stimulus meningkat
4)      Rentang perhatian menurun
5)      Penyelesaian masalah menurun
6)      Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

c.       Respons emosional
1)      Tidak nyaman
2)      Mudah tersinggung
3)      Kepercayaan diri goyah
4)      Tidak sabar
5)      Gembira
3.      Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a.       Respons fisik
1)   Ketegangan otot berat
2)   Kontak mata buruk
3)   Pengeluaran keringat meningkat
4)   Bicara cepat, nada suara tinggi
5)   Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
6)   Rahang menegang, mengertakan gigi
7)   Mondar-mandir, berteriak
8)   Meremas tangan, gemetar

b.      Respons kognitif
1)      Lapang persepsi terbatas
2)      Proses berpikir terpecah-pecah
3)      Sulit berpikir
4)      Penyelesaian masalah buruk
5)      Tidak mampu mempertimbangkan informasi
6)      Hanya memerhatikan ancaman
7)      Preokupasi dengan pikiran sendiri
8)      Egosentris

c.       Respons emosional
1)    Sangat cemas
2)    Agitasi
3)    Takut
4)    Bingung
5)    Merasa tidak adekuat
6)    Menarik diri
7)    Penyangkalan
8)    Ingin bebas

4.      Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a.       Respons fisik
1)      Ketegangan otot sangat berat
2)      Agitasi motorik kasar
3)      Pupil dilatasi
4)      Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
5)      Tidak dapat tidur
6)      Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
7)      Wajah menyeringai, mulut ternganga

b.      Respons kognitif
1)      Persepsi sangat sempit
2)      Pikiran tidak logis, terganggu
3)      Kepribadian kacau
4)      Tidak dapat menyelesaikan masalah
5)      Fokus pada pikiran sendiri
6)      Tidak rasional
7)      Sulit memahami stimulus eksternal
8)      Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

D.    Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
1.       Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
2.       Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.


3.       Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
4.       Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.
5.       Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).

E.     Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1.      Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
a.       Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b.      Tidur yang cukup.
c.       Cukup olahraga.
d.      Tidak merokok.
e.      Tidak meminum minuman keras

2.      Terapi psikofarmaka. 
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

3.      Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan. Terapi somatik adalah metode terapi yang mengintegrasikan pendekatan dari psikoterapi dan terapi tubuh dalam satu proses simultan

4.      Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a.       Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b.      Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c.       Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d.      Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e.      Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f.        Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.

5.      Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.

ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Menurut Stuart dan Sundeen (1995), data fokus yang perlu dikaji pada klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut :
1.      Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku yang secara tidak langunsg melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas.
2.      Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
a.       Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
b.      Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
c.       Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d.      Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
e.       Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
f.       Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
g.      Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
h.      Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

3.      Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a.       Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
1)      Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
2)      Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

b.      Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
1)      Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
2)      Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.


4.      Sumber koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).

5.      Mekanisme koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
a.       Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1)      Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
2)      Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
3)      Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.

b.      Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
1)      Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
2)      Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
3)      Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
4)      Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

B.     Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa yang berhubungan dengan penyakit ini diambil dari buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psykiatri:
1.      Ansietas berhubungan dengan konflik yang tidak disadari tentang nilai – nilai yang pokok dan tujuan hidup
2.      Ketakutan berhubungan dengan fobia yang spesifik
3.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan takut dengan kegagalan
4.      Ketidakberdayaan berhubugan dengan takut ditolak oleh orang lain
5.      Isolasi sosial berhubungan dengan kepanikan
 
C.     Intervensi keperwatan
1.      Ansietas berhubungan dengan konflik yang tidak disadari tentang nilai – nilai yang pokok dan tujuan hidup
Kriteria hasil
a.       Pasien mampu mempertemukan ansietas pada tingkat dimana pemecahan masalah dapat diselesaikan
b.      Pasien mampu menyebutkan tanda dan gejala peningkatan ansietas
c.       Pasien mampu mendemonstrasikan teknik – teknik memutuskan peningkatan ansietas sampai tingkat panik
Intervensi :
a.       Pertahankan cara yang tenang, tidak mengancam selam bekerja bersama pasien
b.      Tenangkan pasien tentang keselamatan dan keamanannya
c.       Gunakan kata – kata yang sederhana dan pesan – pesan yang singkat
d.      Jaga segera agar linkungan rendah stimulus.
e.       Saat tingkat ansietas menurun gali bersama pasien kemungkinan penyebab terjadinya ansietas
f.       Anjurkan klien untuk bicara tentang pengalaman traumatisnya dalam kondisi yang tidak mengancam

Rasional
a.       Pasien mengembangkan perasaan aman dengan kehadiran seorang perawat yang tenang
b.      Pasien mungkin takut terhadap hidupnya. Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan pasien rasa aman dan jaminan keselamatan
c.       Dalam situasi ansietas yang sangat tinggi, pasien tidak mampu untuk memahami apa pun kecuali komunikasi yang sangat bermakna
d.      Sauatu stimulus dari lingkungan dapat meningkatkan level ansietas
e.       Pengenalan faktor pencetus adalah langkah pertama dalam mengajarkan pasien untuk memutus peningkatan ansietas
f.       Pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien sampai akhir persoalan – persoalan yang belum terpecahkan.

2.      Ketakutan berhubungan dengan fobia yang spesifik
Kriteria Hasil:
a.       Pasien tidak mengalami ketakutan yang melumpuhkan saat terpajan pada objek atau situasi fobik
b.      Pasien mengatakan cara yang mampu dilakukannya untuk menghindari objek atau situasi fobik dengan perubahan gaya hidup yang minimal
c.       Pasien mampu mendemonstrasikan tehnik – tehnik koping yang adaptif yang mungkin digunakan untuk mempertahankan ansietasnya pada tingkat yang ditoleransi.
Intervensi:
a.       Tenangkan pasien akan keselamatan dan keamanannya
b.      Gali persepsi tentang ancaman terhadap integritas fisik atau ancaman terhadap konsep diri
c.       Diskusikan situasi realistis dengan pasien agar mengenali aspek – aspek yang dapat dan yang tidak dapat berubah.
d.      Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan seleksi alternatif koping
e.       Dorong pasien untuk menggali perasaan dasar yang mungkin memperberat ketakutan yang irasional.

Rasional:
a.       Pada keadaan panik pasien mungkin saja merasa takut terhadap kehidupannya
b.      Penting sekali untuk mengerti persepsi pasien terhadap objek atau situasi fobik supaya membantu proses penyembuhan
c.       Pasien harus menerima situasi realistis sebelum kerja penurunan ketakutan dapat dilanjutkan
d.      Membiarkan pasien memilih akan memberikan kontrol tindakan dan menolong meningkatkan harga diri
e.       Pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien sampai kepada isu – isu yang tak terpecahkan

3.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan takut dengan kegagalan
Kriteria Hasil:
a.       Pasien mampu mengatakan tanda dan gejala peningkatan ansietas dan mengintervensi untuk mempertahankan ansietas pada tingkat yang dapat dikontrol
b.      Pasien mendemonstrasikan kemampuan untuk memutus pikiran – pikiran kompulsif dan menahan diri dari perilaku ritualistik dalam berespon terhadap situasi stress
Intervensi:
a.       Kaji tingkat ansietas pasien
b.      Dorong kemandirian dan berikan penguatan positif untuk perilaku kemandirian yang ditampilakan
c.       Dukung usaha pasien untuk menggali arti dan tujuan perilaku
d.      Berikan jadwal terstrukur pada pasien

Rasional
a.       Pengenalan faktor pencetus adalah langkah pertama dalam mengajarkan pasien untuk memutus peningkatan ansietas
b.      Seluruh kesempatan untuk menerima bantuan yang dihilangkan secara tiba – tiba dan sekaligus akan menciptakan ansietas yang sangat pada sebagian pasien
c.       Pengakuan merupakan hal yang penting sebelum suatu perubahan terjadi
d.      Struktur memberikan suatu rasa aman untuk pasien ansietas

4.      Ketidakberdayaan berhubugan dengan takut ditolak oleh orang lain
Kriteria Hasil:
a.       Pasien mengatakan pilihan yang dibuat dalam suatu perencanaan untuk mempertahankan kontrol situasi kehidupannya
b.      Pasien mengatakan perasaannya secara jujur tentang situasi kehidupan yang tidak dapat dikontrolnya
c.       Pasien mampu menyebutkan sistem untuk menyelesaikan masalah seperti sesuai kebutuhan untuk penampilan peran yang adekuat
Intervensi:
a.       Biarkan pasien mengambil sebanyak mungkin tanggung jawab untuk melakukan perawatan diri sendiri.
b.      Bantu pasien untuk menata tujuan – tujuan yang realistis.
c.       Bantu mengidentifikasi area – area situasi kehidupan yang dapat dikontrol pasien
d.      Identifikasi cara – cara yang dengannya pasien dapat mengalami suatu keberhasilan.

Rasional:
a.       Memberikan pasien pilihan yang akan meningkatkan perasaan kontrol pasien
b.      Tujuan – tujuan yang tidak realistis menyebabkan pasien mengalami kegagalan dan menguatkan perasaan – perasaan tidak berdaya
c.       Kondisi emosional pasien mempengaruhi kemampuannnya menyelesaikan masalah
d.      Penguatan positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.

5.      Isolasi sosial berhubungan dengan kepanikan
Kriteria Hasil:
a.       Pasien mendemonstrasikan keinginan atau hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain
b.      Pasien secara sukarela mengikuti akativitas kelompok
c.       Pasien mendekati orang lain dengan cara yang sesuai untuk berinterksi satu persatu
Intervensi:
a.       Sampaikan sikap menerima melalui kontak yang sering dan singkat
b.      Perlihatkan perhatian positif secara mutlak
c.       Temani pasien untuk memberikan dukungan selama kegiatan aktivitas kelompok yang mungkin menakutkan atau sukar untuknya.
d.      Jujur dan tepati semua janji
e.       Waspada dengan sentuhan
Rasional
a.       Suatu sikap menerima akan meningkatkan harga diri dan memfasilitasi rasa percaya
b.      Menyampaikan keyakinan anda dan pasien merupakan suatu yang bermanfaat secara manusia
c.       Kehadiran orang yang dapat dipercayai memberikan keamanan emosional untuk pasien
d.      Kejujuran dan dukungan kemampuan meningkatkan hubungan saling percaya
e.       Orang yang panik akan menerima sentuhan sebagai suatu bahasa tubuh yang mengancam

0 Response to "Asuhan Keperawatan jiwa dengan ansietas"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...