Sistem perkemihan (urinary) merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
B. Susunan Sistem Perkemihan
1. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian – Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
b. Fungsi Ginjal
Macam-macam fungsi ginjal yaitu
1) Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2) Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos.
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki – laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
C. Perubahan System Genito Urinary Pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia disebabkan oleh berbagai factor, salah satunya adalah adanya perubahan dari sel lansia itu sendiri. Banyak sekali perubahan yang dialami lansia meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh. Setelah umur 30 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan ginjal dan pada usia 60 tahun kemampuan ginjal menurun menjadi tinggal 50% dari kapasitas fungsinya pada usia 30 tahun. Ini disebabkan karena proses fisiologik berupa berkurangnya populasi nefron dan tidak adanya kemampuan regenerasi. Berikut ini adalah perubahan pada lansia yang terjadi pada system genito urinary.
1. Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibat kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2. Renal Plasma Flow (RPF) dan Glomerular Filtration Rate (GFR) / creatinin clearance menurun secara linier sejak usia 30 tahun.
3. Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
4. Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
5. Atropi vulva.
6. Vagina, Selaput menjadi kering, elastisitas jaringan menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
7. Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
D. Penyakit-Penyakit Pada System Urinary
Dalam hal ini kelompok hanya menyampaikan beberapa penyakit yang biasa terjadi pada lansia khususnya pada system urinary yaitu benigna prostat hyperplasia (BPH), urolitiasis (batu saluran kemih), gagal ginjal kronik, dan glomerulo nefritis.
1. Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
a. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
b. Etiologi
Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai sekarang belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, namun kami mengambil teori dehidrotesteron dikarenakan terjadi perubahan pada hormone testosterone yang terjadi pada lansia :
1) Teori DiHidroTestosteron (DHT)
Testosteron adalah hormon pria yang dihasilkan oleh sel leyding. Testosteron sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, sehingga timbulnya pembesaran prostat memerlukan adanya testis yang normal. Perubahan keseimbangan testosteron 50 tahun ke atas, dan estrogen dapat terjadi dengan bertambahnya usia. Jumlah testosteron yang dihasilkan oleh testis kira-kira 90 % dari seluruh produksi testosteron, sedang yang 10 % dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Sebagian besar testosteron dalam tubuh berada dalam keadaan terikat dengan protein dalam bentuk Serum Binding Hormon (SBH). Sekitar 2 % testosteron berada dalam keadaan bebas.
Hormon yang bebas inilah yang memegang peranan dalam proses terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Testosteron bebas dapat masuk ke dalam sel prostat dengan menembus membran sel ke dalam sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT – reseptor komplek yang akan mempengaruhi Asam Ribo Nukleat (RNA) yang dapat menyebabkan terjadinya sintetis protein sehingga dapat terjadi proliferasi sel (MC Connel 1990).
c. Patofisiologi
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.
Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
d. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1) Gejala Obstruktif
a) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2) Gejala Iritasi
a) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
2. Urolitiasis
a. Pengertian
Urolitiasis (batu saluran kemih) adalah adanya batu pada saluran kemih yang bersifat idiopatik, dapat menimbulkan statis dan infeksi.
b. Etiologi
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Namun dalam hal ini kelompok menjelaskan terbentuknya saluran perkemihan yang di hubungkan dengan perubahan yang terjadi pada lansia di saluran perkemihan
1) Teori pembentukan saluran kemih
Batu terdiri atas Kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastabel (tetap terlarut) dalam urin jika tidak dalam keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya prestipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan prestipasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat Kristal yang masih rapuh belum cukup menghambat saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi Kristal), dan dari sini bahan-bahan diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar pada saluran kemih (Basuki, 2003).
Pada lansia terjadi penurunan aliran darah ke ginjal dan penurunan filtrasi glomerulus, sehingga mudah sekali terjadi penempelan kristal-kristal pada saluran kemih tersebut. Dengan adanya penempelan, Kristal tersebut mengadakan agregasi dan menarik bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar.
c. Patofisiologi
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
d. Manifestasi Klinik
Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronik berupa hidroureter / hidronefrosis (Basuki, 2000 Hal 69).
3. Gagal ginjal kronik
a. Pengertian
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626). Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992).
b. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik (GGK) termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK (menurut Price, 1992) dibagi, antara lain:
1) Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2) Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3) Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
5) Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
6) Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
Perubahan pada fungsi renal, perubahan fungsi ginjal seiring dengan penuaan meningkatkan kerentanan lansia untuk mengalami disfungsi dan gagal ginjal. Perubahan aliran darah renal, filtrasi glomerulus, pada gagal ginjal meningkatkan resiko terjadinya perubahan terkait medikasi. Insiden penyakit sistemik seperti aterosklerosis, hipertensi, gagal jantung, diabetes, dan malignasi meningkatkan seiring dengan bertambahnya usia, menyebabakan lansia rentan terhadap penyakit ginjal akibat kondisi di atas.
c. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah ( Barbara C Long, 1996).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001).
d. Manifestasi Klinis
1) Manifestasi klinik menurut Long antara lain:
Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
4. Glomerulo Nefritis
a. Pengertian
Glomerulos nefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal di mana inflamasi terjadi di glamerulus. (Brunner dan Suddarth, 2001).
Glamerulos nefritis adalah peradanga dan kerusakan pada alat penyaring darah sekaligus kapiler ginjal (Glamerulus), (Japaries, willie, 1993).
Glamerulus nefritis adalah sindrom yang ditadai oleh peradangan dari glemerulus diikuti pembentukan beberapa antigen (Engran, Barbara, 1999).
b. Etiologi
Pada lansia terjadi perubahan jalur perkemihan yaitu pada penurunan laju filtrasi glomerulus, penurunan dan jumlah ukuran nefron yang berfungsi, penurunan ukuran ginjal, terjadi kelemahan otot peristaltic ureter, otot detrusor, dan otot kandung kemih, yang menyebabkan pengosongan yang tidak sempurna dan retensi urine kronis. Pada lansia juga terjadi penurunan fungsi pada system imun yaitu penurunan respons antibody, yang mengakibatkan kerentanan terhadap infeksi yang sangat besar.
Sisa-sisa urine pada ginjal lansia kadang masih terdapat dikarenakan penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga hal ini dapat memicu pertumbuhan infeksi pada daerah tersebut.
Penyakit glomerulonefritis biasanya disebabkan oleh :
a. Kuman streptococus.
b. Perhubungan dengan penyakit auto imun lain.
c. Bakteri.
d. Virus.
c. Patofisilogi
Prokferusi seluler (peningkatan produksi sel endotel ialah yag melapisi glomerulus), infiltrasi lekosit ke glameruus, dan penebalan membran filbtrasi glamerulus atau membran basal menghasilkan jaringan perut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glamerulo nefritis akut ginjal membesar, bengkak dan kongesti.
Pada kenyataan kasus, stimulasi dari reaksi adalah infeksi oleh kuman steeptococus A pada tengorok, yang biasa yang mendahului glomerulo nefritis sampai interval 2 – 3 minggu. Produk streptacocus bertindak sebagai antinge, menstimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan cidera ginjal.
d. Manifestasi klinis
1) Demam
2) Sakit kepala
3) Malaise
4) Nyeri panggul
5) Hipertensi
6) Anoreksia
7) Muntah
8) Edema akut
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HYPERPLASIA PROSTAT BENIGNA
Berdasarkan pemabahasan pada BAB II, kelompok mengambil salah satu kasus terkait penyakit yang menyertai lansia pada system urinary yakni Benigna Prostat Hyperplasia (BPH).
A. Pengkajian
1. Sirkulasi : Peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi : Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine; tetesan
Keragu-raguan pada berkemih awal
Nokturia, disuria, hematuri
ISK berulang, riwayat batu (stasis urinaria)
Konstipasi ( protrusi prostat ke dalam rectum)
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih : dorongan dan frekuensi
Massa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih
3. Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan : Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri punggung bawah.
5. Keamanan : demam
6. Seksualitas : Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual, Penurunan kekuatan ejakulasi, Pembesaran, nyeri tekan prostat
B. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar (menunujukkan infeksi); bakteri
Kultur urine : dapat menunjukkan adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.
BUN/kreatin : meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi.
Asam fosfat serum / antigen khusus prostatic : peningkatan karena pertumbuhan seluler dan pengaruh hormonal karena kanker prostat (dapat mengindikasi metastase tulang)
Penentuan kecepatan aliran urin : mengkaji derajat obstruksi kandung kemih.
IVP : menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai pengganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras local
Sistouretroskopi : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan perubahan dinding kandung kemih (kontraindikasi pada adanya ISK akut sehubungan dengan resiko sepsis gram negative
Sistogram : mengukur tekanan dan volume dalam kandungan kemih untuk mngidentifikasi disfungsi yang tak berhubungan dengan HBP
Sistometri : mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya
Ultrsuond transrektal : mengukru ukuran prostat, jumlah residu urin; melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan HBP.
C. Prioritas Keperawatan
1. Menghilangkan retensi urine akut
2. Meningkatkan kenyamanan
3. Mencegah komplikasi
4. Membantu klien untuk menerima masalah psikologis
5. Memberikan informasi tentang penyakit / prognosis dan kebutuhan pengobatan.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik ; pembesaran prostat
a. Intervensi
1) Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
2) Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan
3) Awasi dan catat waktu an jumlah tiap berkemih
4) Perkusi dan palpasi area suprapubik
5) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml sehari
6) Awasi tanda vital dengan ketat
7) Irigasi kateter sesuai indikasi
8) Kolaborasi dengan tim medic dalam pemberian obat antibiotic dan antibakteri
9) Kolaborasi dengan tim medic dalam pemberian obat antispasmodik
2. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa ; distensi kandung kemih
a. Intervensi
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
3) Berikan tidakan kenyamanan, seperti relaksasi
4) Kolaborasi dengan tim medis dalam memasukkan kateter
5) Kolaborasi dengan tim fisioterapi dalam melakukan masasse prostat
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat narkotik, seperti epiridin sesuai indikasi
7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antibakteri, seperti metanamin hipurat
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengibatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat informasi
a. Intervensi
1) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien
2) Dorong menyatakan rasa takut / perasaan dan perhatian
3) Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
4) Anjurkan klien untuk menghindari duduk dalam waktu lama.
5) Bicarakan masalah seksual.
6) Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medic.
0 Response to "Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Perubahan Sistem perkemihan (benigna prostat hiperplasia)"