Sebuah karya sastra baru
bermakna penuh dalam hubungannya dengan karya sastra lainnya. Membandingkan
antara karya sastra yang satu danyang lain sering disebut hubungan
intertekstual. Teks sastra yang menjadi latar belakang penciptaan karya sastra
lain disebut hipogram. Dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
sebuah karya sastra tidak lepas dari karya sebelumnya. Hal ini karena adanya
hubungan kesejarahan antara karya sastra sekarang dansebelum atau sesudahnya.
Hubungan intertekstual
adalah hubungan yang saling memengaruhi sebuah karya sastra, baik novel,
cerpen, puisi, maupun drama. Hubungan tersebut bias berupa kesamaan unsur
intrinsik (tema, tokoh, alur, latar) ataupun unsur-unsur lain di luar karya
sastra tersebut (pengarang, lingkungan sekitar pengarang, masyarakat, dan lain
lain). Karya sastra ditulis berdasarkan konvensi sastra yang sudah ada.
Hubungan kesejarahan ini berupa penerusan tradisi atau konvensi sastra, dapat
juga pemutusan tradisi atau konvensi sastra dalam batas tertentu. Pengaranglah
yang menghasilkan atau menciptakan karya prosa tersebut.
Oleh karena itu dalam
mencari keterkaitan antarkarya sastra (prosa), hendaknya mempertimbangkan
hal-hal di bawah ini!
a. Adanya kesamaan tema,
penokohan, latar waktu dan sosial, dan konflikkonflik yang dibangun;
b. Latar belakang pengarang;
dan
c. Kehidupan masyarakat pada
saat karya sastra tersebut lahir.
Unsur yang membangun sebuah
karya sastra dari dalam atau yang disebut dengan unsur intrinsik terdiri dari
beberapa unsur di bawah ini.
Perhatikanlah uraian berikut
ini!
a. Tema, yaitu dasar umum
yang menopang suatu cerita. Baik cerpen maupun novel, tema dapat diperoleh dari
mana pun (kehidupan manusia, hewan, pengalaman orang lain, imajinasi, dan lain
sebagainya).
b. Alur, merupakan urutan
kejadian yang merupakan hubungan sebab-akibat. Alur dalam cerpen biasanya
terdiri dari satu alur saja dan berjenis alur lurus. Alurpada novel dapat
terdiri lebih dari satu alur dan berjenis lurus, sorot balik (flashback),
atau campuran (lurus dan flashback). Tahapantahapan dalam alur pun dapat
Anda cermati berikut ini:
1) Penyituasian;
2) Tahap pemunculan konflik;
3) Tahap peningkatan
konflik;
4) Tahap penyelesaian.
c. Tokoh yaitu pelaku cerita.
Perhatikan uraian berikut!
Tokoh terbagi atas:
1) Tokoh statis dan berkembang,
penokohan yang berhubungan dengan perubahan watak dalam perkembangan peristiwa.
2) Tokoh utama dan tambahan, yaitu
penokohan yang berhubungan dengan seberapa sering tokoh tersebut muncul,
seberapa penting peran tokoh tersebut dalam sebuah cerita, dan merupakan tokoh penghubung
(central) dengan tokoh lain.
3) Tokoh protagonis dan antagonis, yaitu
penokohan yang berhubungan dengan nilai-nilai kehidupan yang dibawa seorang
tokoh (baik-buruk, kaya-miskin, agamis-atheis, dan lain-lain).
Teknik pelukisan tokoh dibagi menjadi:
1) Teknik Ekspositori, dimana pengarang
melukiskan tokoh dengan melakukan deskripsi, uraian, dan penjelasan.
Perhatikan ilustrasi berikut!
“Hai jongos! Minta air teh satu ya!”
teriak Anwar tiba-tiba, sehingga orang-orang pada kaget. Kemudian seolah-olah
tak peduli akan orang-orang di sekelilingnya, ia menghisap rokoknya dengan helaan
napas panjang, Hffff! Hffff! (Mihardja, 2000: 105)
Maka tak mengherankan, kalau Karim
setelah ibunya meninggal dunia segera melarikan dirinya dari kungkungan si Arab
tua itu. Dan tidaklah mengherankan pula agaknya, kalau ia yang sudah mengicip-icipi
pelajaran dan didikan modern sedikit-sedikit, kemudian setelah ia lepas dari
“penjara Timur kolot” itu ia segera menempuh hidup yang kebarat-baratan
(Mihardja, 2000: 38)
2) Teknik Dramatik, pengarang melukiskan
tokoh dengan memberikan informasi sepotong-sepotong sehingga pembaca diharuskan
membaca secara teliti dan sampai habis.
Perhatikan kutipan berikut!
Pada dewasa itu, aku agaknya sampai pada
puncak kegiatanku dalam menjalankan perintah agama. Aku pernah berpuasa sampai
tujuh hari tujuh malam. (Mihardja, 2000 29) Jelas padaku, bahwa di samping
bimbang karena belum ada keyakinan yang teguh perihal kepercayaannya terhadap
Tuhan, Hasan itu terdampar pula oleh perasaan-perasaan cemburu dan compleks-compleks
lain terhadap Anwar, Rusli, dan Kartini. Dan sangat romantis sifatnya. Lebih
mudah dibawa mengalun oleh gelombang perasaan daripada dibawa mengorek-orek
sesuatu oleh pikiran sampai habis kepala dasarnya yang sedalam-dalamnya (Mihardja,
2000: 183).
d. Latar, merupakan landas tumpu (latar
belakang) kejadian sebuah cerita. Anda dapat memperhatikan pembedaan latar
berikut ini:
1) Latar tempat, yaitu lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
2) Latar waktu, yaitu masalah yang
berhubungan dengan kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi.
3) Latar alat, yaitu objek yang
dipergunakan tokoh untuk menjalani peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi.
4) Latar sosial, yaitu perilaku
kehidupan sosial masyarakat (bahasa daerah, penamaan, dan status) di suatu
tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Perhatikan ilustrasi berikut!
Novel terjemahan Si Bongkok dari
Notre-dame karya Victor Hugo mempunyai latar penceritaan yang menjadi tumpuan
kejadian peristiwa dalam novel tersebut. Latar tempat kejadian cerita tersebut
terletak di kota Paris. Penggunaan latar waktu dalam cerita tersebut adalah pembangunan
kota Paris pada abad ke-15. Latar alat yang dipergunakan antara lain: lilin,
tiang gantungan, celemek, dan lain-lain. Sedangkan latar sosial penceritaan
novel tersebut adalah kontradiksi antara kaum bangsawan dan kaum jelata.
Perbedaan mencolok cerpen dan novel
terletak pada bentuknya. Cerpen memiliki bentuk cerita yang pendek (berkisar
500-an kata), sedangkan novel memiliki bentuk cerita yang panjang (terdiri atas
puluhan ribu kata).
0 Response to "Unsur-unsur dalam Cerpen / Novel (Indonesia dan Terjemahan)"