Latest News

Tema Literer & Nonliterer sebagai Gagasan Tari Tunggal

Tema Literer sebagai Gagasan Tari Tunggal
Pada sajian tari, akan sulit menangkap gambaran tariannya apabila hanya mengandalkan gerak sebagai bahasa komunikasi terhadap penonton. Latar belakang cerita sebuah tarian sangat penting karena dapat memberikan gambaran atau penjelasan kepada penonton. Ide (gagasan) dasar tarian ada pada tema literer, yaitu gagasan timbul untuk mewujudkan gambaran berdasar adanya hal-hal sebagai berikut:
• cerita pantun,
• legenda,
• dongeng,
• mitos,
• sejarah, dan lain-lain.

Apa yang dimaksud dengan tari tunggal? Ciri-ciri tari tunggal adalah sebagai berikut.
- Tarian ini dibawakan oleh seorang penari saja.
- Tarian ini menggambarkan salah satu tokoh dengan latar belakang sebuah cerita.
- Tarian ini membawakan karakter tokoh tertentu.

Tari tunggal bisa jadi membawakan karakter tokoh cerita pantun, tokoh legenda di daerah Anda, yang menunjukkan salah satu kekhasan penyajiannya pada struktur koreogafi atau desain busana yang dikenakan. Jika ditelaah, tarian yang menggambarkan tokoh tertentu adalah gambaran tokoh yang disegani, dihormati, dipertuan atau tokoh raja-ratu sehingga desain busana merupakan wujud kemegahan, keagungan, yang dipertuan dari tokoh yang terlihat glamour.

Identitas lain adalah kaitan busana dengan karakter tokoh. Misalnya, untuk karakter halus, desain busana mengenakan kain dengan desain feminim lebih tajam, lipatan kain kecil, motif gambar dominan kecil, penggunaan warna sekunder lebih dominan (kuning, hijau, dan biru). Adapun tokoh berkarakter gagah mengenakan atasan terbuka (pria), dengan lepe (lipatan kain agak besar, motif gambar besar, warna yang kontras (merah, hitam) atau warna kuat. Anda dapat memperhatikan Tari Kandagan dan Tari Gatotkaca dari Jawa Barat, serta Tari Panji Semirang, Tari Margapati, Tari Dadung Gawuk, atau Tari Oleg Tambulilingan dari Bali.

Tema Nonliterer sebagai Gagasan Tari Tunggal
Tari yang bertema nonliterer merupakan tarian yang ide atau gagasannya muncul ketika jiwanya bersentuhan dengan kejadian alam atau perilaku manusia. Caranya, dengan meniru/imitasi (gerak pantomim), dan mengeksplorasi (mencari gerak tari) gerak untuk mewakili perasaannya ke dalam karya tari. Mungkin Anda pernah menempuh perjalanan yang cukup jauh, misalnya ke luar kota. Di sepanjang perjalanan, banyak yang Anda lihat dan Anda alami. Anda melihat alam, pohon, binatang, laut, orang sedang berjalan, dan semua kegiatan manusia sehari-hari. Anda mungkin menemukan beberapa hal yang menarik perhatian Anda ketika di perjalanan tadi. Ketika sudah tiba di tempat tujuan, Anda ceritakan kembali kepada orang lain. Cerita itu tersusun sesuai daya ingat Anda, disampaikan dengan cara–menurut orang yang mendengarnya–menarik. Barangkali hal itu karena cara Anda menyampaikannya mengesankan, sama berkesannya seperti ketika Anda melihatnya.

Ilustrasi itu sebenarnya menuju suatu maksud bahwa untuk menciptakan sebuah karya tari perlu adanya rangsangan ide yang diwujudkan dalam bentuk proses kreativitas, berbekal pengalaman, wawasan, kemampuan, dan metode dengan bekal disiplin ilmu yang benar. Bekal pengalaman, wawasan, dan kemampuan kita pada saat kreativitas sebuah karya seni tari akan diwujudkan menjadi sumber dan modal ketika kita memulainya. Tanpa bekal tersebut, kita tidak dapat berbuat sesuatu. Naluri untuk berkarya pun mungkin akan sulit untuk dimunculkan. Seseorang yang tidak mempunyai keterkaitan batin dengan seni tidak akan tergugah hatinya ketika melihat objek A. Adapun seseorang yang hidup dengan seni, ketika bersentuhan dengan objek A, secara alamiah ia akan bereaksi. Tari yang diciptakan oleh koreografer tidaklah berhasil diwujudkan tanpa adanya inspirasi. Inspirasi muncul berdasarkan tiga cara, yaitu:
1. melalui mata sebagai alat untuk melihat benda fisik;
2. melalui musik/bunyi sebagai rangsang audio terhadap tema/gerak;
3. melalui perasaan dan pikiran sebagai dorongan psikologis dan pengalaman batinnya.

Pertama, mata yang berfungsi untuk melihat wujud benda dapat memberikan input bagi alat rekam manusia yang ada di otak. Objek yang dilihat bisa berupa benda, kegiatan manusia, atau perilaku manusia. Gerak yang tersusun pada tari merupakan hasil peniruan manusia terhadap alam (mimitis) dan peniruan manusia terhadap perilaku binatang (imitasi/ pantomim). Gerakan kemudian mendapat pengolahan dengan cara mengeksplorasi (menjelajahi, mencari, dan menemukan gerakan yang tepat untuk menggambarkan sesuatu). Siapa saja atau apa saja yang bergerak dapat ditiru manusia. Bagi seorang kreator tari, sebuah gerakan biasa saja akan menjadi sebuah inspirasi untuk karya tarinya. Gerak harus menjadi bahasa komunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, kita sering menyebutkan bahwa tari adalah ekspresi manusia melalui gerakan yang telah mendapat stilasi (penghalusan). Mari, kita pahami gerakan berikut pada tari berikut yang berasal dari Minangkabau.
• Menyabik
• Manyiak-nyiak alang
• Pitunjuak ateh

Gerakan menyabik merupakan pengembangan gerak dalam menyabit rumput dan membuka lahan dengan cara memangkas ilalang. Demikian pula dengan gerakan pitunjuak ateh atau menunjuk sesuatu yang di atas sebagai penguasa, yaitu Tuhan. Daerah Minangkabau merupakan daerah penyebaran agama Islam yang dari dulu hingga kini menjadi agama mayoritas. Daerah ini sangat fanatik terhadap ajarannya yang diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari menurut ajaran Islam. Tari Tenun atau Tari Batik (Bali dan Jawa Barat) memiliki judul dan tema yang sama. Adapun gerakannya sebagai berikut.
- Gerak merapatkan benang dengan alat tenun, posisi penari duduk deku (deku; lutut menyentuh lantai dan melipat kaki yang diduduki badan).
- Gerak merapikan benang dengan tangan.
- Meniup canting alat pelukis gambar pada batik.
- Menjemur batik dan merapikan kain.

Sekarang, cobalah membuat sebuah tarian sederhana dengan berbekal pengalaman rekaman visual bahwa Anda pernah melihat kegiatan para petani memetik teh. Bayangkan rangkaian perilaku dan kegiatan para pemetik teh ketika mereka mengumpulkan teh ke dalam bakulnya untuk dijual. Nama kegiatannya akan dicantumkan, dan Anda sendiri yang akan menentukan kegiatan lain yang pernah Anda lihat.
1. Melenggang berjalan.
2. Berjalan menuju bukit dengan posisi badan yang berbeda dengan berjalan di tanah datar.
3. Memetik teh.
4. Memainkan bakul.
5. Memilih teh yang bagus.
6. Berjalan kembali dengan bakul disimpan di atas kepala.

Setelah Anda menemukan kegiatan lain yang biasanya dilakukan para pemetik teh, selanjutnya giliran mengolah stilasi gerakan agar tidak terlihat verbal (kasar).

Kedua, musik menjadi rangsang gerak dalam berkreativitas. Bunyi-bunyian yang terdengar di telinga kita bisa berbentuk lagu, musik yang dimainkan dari alat musik, suara manusia, atau suara binatang dapat dijadikan sumber ide atau inspirasi penciptaan karya tari. Musik yang terdengar lembut dengan yang berirama ritmis, atau dengan ketukan yang tetap, akan menimbulkan efek yang berbeda dalam perasaan kita.

Mungkin musik yang lembut mengalun akan merangsang kita untuk merebahkan diri, melamun, dan menenangkan hati. Ketika terdengar musik yang riang dengan beat yang ngerock, badan kita akan merespons, minimal dengan menganggukanggukkan kepala mengikuti irama, menandakan kita ikut larut dengan nada yang gembira. Respons gerakan kita terhadap bunyi akan mengikuti beat musiknya. Jika iramanya mengalun, Anda akan ikut memperlambat anggukan.

Jika iramanya cepat, dengan refleks Anda mempercepat anggukan (harmoni). Respons ini adalah respons alamiah manusia. Namun, jika kita memiliki pengetahuan tentang penciptaan karya seni, itu tidaklah mutlak. Artinya, kita bisa membuatnya bertolak belakang atau kontras. Musik/irama yang cepat tidak harus selalu diikuti oleh gerakan yang sama cepatnya. Demikian sebaliknya dengan irama yang lambat mengalun, bisa direspons dengan gerakan yang cepat. Bahkan, bisa jadi gerakan terpatah-patah. Jika Anda membaca bab sebelumnya, Anda akan ingat tentang Tari Topeng Panji dari Cirebon, yang dalam sajiannya memiliki karakter respons irama yang kontras.

Selain bunyi sebagai rangsang gerak, bunyi juga sebagai rangsang tema sebuah tarian. Kesan yang kita tangkap dari irama, atau lagu atau alunan nada, akan menimbulkan berbagai macam interpretasi. Interpretasi seseorang terhadap bunyi yang bernada muncul karena ilmu yang dimiliki, pengalaman, dan suasana hati manusia. Ada yang mengatakan aneh ketika pertama kali mendengar iringan pada tari tunggal Ngremo dari Jawa Timur. Ada yang dapat mengidentifikasi langsung jenis alat musik yang menjadi iringan tarian tersebut. Hal ini menunjukkan keadaan dua orang yang berbeda disiplin ilmu yang dikuasainya. Penafsirannya tentu berbeda juga. Begitu pula dengan cara menentukan tema tarian. Tema kepahlawanan lebih tepat jika iringan tarinya berirama dinamis dengan alat musik yang terbuat dari membran kulit, seperti kendang, bedug, tifa, talempong, dan lain sebagainya.

Ketiga, rangsang melalui pikiran dan perasaan yang ingin diwujudkan pada sebuah karya. Barangkali mood dapat mengganggu proses kreativitas. Namun, bekal ilmu, kemampuan, wawasan, serta pengalaman seseorang dalam menggeluti dunia seni tidak akan luntur atau hilang. Mood yang buruk hanya akan mengganggu proses kreativitas sesaat.

Pada saat jiwa haus ingin segera mengungkapkan pikiran atau perasaan, mata secara visual menjadi media untuk menyampaikan informasi. Otak memerintahkan tubuh bergerak seperti yang terekam mata. Dengan demikian, gerak dengan sendirinya akan lahir karena keadaan hati dan pikiran tadi, untuk dikorelasikan dengan multidisiplin ilmu seni. Jika semua aspek rangsang tadi berfungsi, tetapi tidak memiliki ilmunya, hasilnya akan sia-sia. Nah, sekarang Anda sudah punya bekal dalam mencari sumber ide atau gagasan dalam penciptaan sebuah karya seni tari. Anda tinggal melengkapinya dengan ilmu yang dibutuhkan untuk berkreasi.

0 Response to "Tema Literer & Nonliterer sebagai Gagasan Tari Tunggal"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...