Latest News

Asuhan keperawatan post histerektomi & Salpingo Ooforektomi

Salpingo ooforektomi
Salpingo ooforektomi adalah suatu tindakan bedah yang keperluannya untuk mengangkat ovarium secara bersamaan dengan tuba. Salpingo ooforektomi sebenarnya tidak boleh dilakukan tanpa alasan mengangkat ovarium, terutama pada wanita muda. (Manuaba, 2005 hlm 191).
Indikasi tindakan Salpingo Ooforektomi adalah sebagi berikut :
1.    pada kehamilan ektopik di daerah kornue uterus
2.    ruptur kehamilan ektopik yang sulit diidentifikasi karena perlekatan
3.    hematokel menimbulkan perlekaatan berat antara tuba dan ovarium
4.    pada ovarium ditemukan kelainan patologis
5.    kerusakan total tuba dan ovarium
6.    kehamilan ektopik lama sehingga tuba dan ovarium sulit diidentifikasi


Asuhan Keperawatan Salpingo Ooforektomi

Asuhan keperawatan Salpingo Ooforektomi secara teoritis tidak penulis temukan. Namun penulis mengambil Asuhan Keperawatan klien dengan post histerektomi. Teori yang dapat di jadikan acuan dalam menegakkan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan. 
1.    Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sitimastis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan. (Nursalam, 2001, hlm 17).
Menurut Smeltzer, et.al (2002, hlm 1558) pengkajian yang dapat dilakukan adalah :
a.    Identitas klien
Nama, umur, agama, pendidikan, alamat, suku/bangsa dan pekerjaan.
b.    Riwayat kesehatan saat ini, meliputi keluhan utama yang menyebabkan klien pergi kerumah sakit, perlu dikaji riwayat kesehatan sekarang dan riwayat kesehatan masa lalu.
c.    Pengkajian sosial
Rasa takut klien dapat diekspresikan dengan cara yang berbeda. Mungkin klien dapat menarik diri saat diajak berkomunikasi, menyatakan respon berduka, kemungkinan kehilangan kehamilannya.
d.    Pengkajian fisik
Keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital dan perdarahan.
1)    Status nutrisi
Berat badan menurun, mengeluh adanya perubahan pada sensasi rasa, tidak mampu menelan, merasa cepat kenyang, muntah, diare, nyeri abdomen.
2)     Status pernafasan
Suara nafas abnormal, batuk, perubahan frekuensi dan kedalaman pernafasan.
3)    Status kardiovaskuler
Tekanan darah tidak stabil, distensi vena jugularis, penurunan nadi perifer, perubahan warna kulit.
e.    Pengkajian eliminasi
Haluaran, frekuensi berkemih, kemampuan mengendalikan.
f.    Status obstetri, meliputi :
1)    Menstruasi : usia menarche, lama dan siklus, jumlah pendarahan.
2)    Riwayat perkawinan: berapa kali menikah, usia menikah dan melakukan hubungan seksual.
3)    Riwayat kehamilan dan persalinan.
4)    Riwayat penggunaan kontrasepsi.
5)    Kebiasaan sehari-hari.

g.    Data penunjang
1)    Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah lengkap (Hb, leukosit, trombosit, haematokrit).
2)    Terapi: terapi yang diberiakan setelah operasi.

2.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul setelah operasi salpingo Ooforektomi adalah (Muttaqin, 2009 , hlm 497) :
a.    Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernafasan efek sekunder anastesi
b.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obat anastesi yang diberikan selama pembedahan
c.    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan persfusi ventilasi pasca operasi
d.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan intervensi pembedahan dan pengobatan anastesi
e.    Perubahan integritas kulit berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
f.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
g.    Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
h.    Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama periode intra operatif. 
i.    Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek medikasi dan penurunan masukan cairan.
j.    Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerentanan terhadap invasi bakteri.
k.    Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh, kehilangan fungsi dan struktur organ pasca bedah.
l.    Berduka berhubungan dengan kehilangan kehamilan dan efek pada kehamilan berikutnya.
m.    Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.

3.    Intervensi keperawatan
Intervensi yang dapat dilakukan dari diagnosa keperawatan klien dengan salpingo ooforektomi adalah sebagai berikut (Muttaqin, 2009, hlm 498):
a.    Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol pernafasan efek sekunder anastesi.
Kriteria hasil :
Frekuensi pernafasan dalam batas normal, klien tidak menggunakan oto bantu pernafasan, tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
Intervensi :
1)    Kaji dan observasi jalan nafas
2)    Pertahankan jalan nafas yang paten
3)    Atur posisi kepala untuk mempertahankan jalan nafas
4)    Berikan oksigen 3 liter/menit.
5)    Bersihkan sekret pada jalan nafas. 

b.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obat anastesi yang diberikan selama pembedahan.
Kriteria hasil :
Suara nafas normal, tetap mendekati nilai normal. Mampu untuk batuk dan mengeluarkan sekresi. Tidak ada proses infeksi pada saluran pernafasan.
Intervensi :
1)    Kaji ulang batuk pasien, surasi awitan, dan pola status pernafasan.
2)    Kaji sekresi jalan nafas pasien (jumlah, warna, konsistensi, dan bau).
3)    Pantau kemampuan klien untuk batuk efektif.
4)    Ajarkan pasien batuk efektif.
5)    Berikan posisi semi fowler.
6)    Lakukan ambulasi sesuai permintaan.

c.    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan persfusi ventilasi pasca operasi.
Kriteria hasil :
Analisa gas darah dalam batas normal, frekuensi dan kedalaman pernafasan kembali normal dan tidak ada hipoksemia.
Intervensi :
1)    Ambil spesimen pemeriksaan sesuai permintaan untuk keseimbangan asam basa ( contoh : AGD, urine, serum ).
2)    Pantau AGD untuk terjadinya penurunan PH.
3)    Fasilitasi ventilasi yang adekuat untuk mencegah/ menangani asidosis respiratorik (misalnya : posisi setengah duduk, mempertahankan jalan nafas pasien ).
4)    Pantau status neurologis (mis., tingkat keasadaran, kekacauan mental).

d.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan intervensi pembedahan dan pengobatan anastesi.
Kriteria hasil :
Denyut nadi perifer teraba, pengisian kapiler <3 detik, tidak teraba adanya sianosis, TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1)    Monitor tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan
2)    Lakukan percepatan mobilisasi aktivitas
3)    Berikan intervensi sesuai dengan penyebab perfusi jaringan

e.    Perubahan integritas kulit berhubungan dengan adanya insisi pembedahan.
Kriteria hasil :
Tidak ada kemerahan, drainase, atau pembengkakan pada daerah insisi.
Intervensi :
1)    Inspeksi daerah insisi terhadap adanya kemerahan, pembengkakan, atau adanya tanda-tanda eviserasi.
2)    Bersihkan sekeliling daerah insisi dengan larutan pembersih yang cocok.
3)    Ganti balutan sesuai dengan permintaan dan kebutuhan.
4)    Jelaskan kepada klien bagaimana merawat luka selama mandi.

f.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Kriteria hasil :
Masukan nutrisi cukup dan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi :
1)    Pantau masukan nutrisi klien.
2)    Anjurkan klien makan makanan yang mengandung protein, vitamin C, dan zat besi.
3)    Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
4)    Berikan informasi kepada klien terhadap perlunya makanan tambahan.
5)    Kolaborasi pemberian nutrisi enteral.

g.    Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
1)    Kaji ulang karakteristik nyeri.
2)    Berikan analgesik sesuai indikasi.
3)    Ukur tanda-tanda vital.
4)    Ajarkan tehnik relaksasi untuk memfasilitasi respon terhadap analgesik.
5)    Berikan lingkungan yang tenang.

h.    Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama periode intra operatif. 
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan pemahaman dan penatalaksanaan defekasi secara teratur, peristaltik usus normal dan klien mampu BAB.
Intervensi :
1)    Pantau masalah klien untuk BAB.
2)    Pantau bising usus.
3)    Pantau adanya tanda-tanda diare, konstipasi, dan obstruksi.
4)    Berikan suposutorial sesuai kebutuhan.
5)    Berikan asupan nutrisi dan tingkatkan secara bertahap.
6)    Anjurkan masukan cairan yang adekuat.
7)    Instruksikan klien dalam strategi untuk menetralisir efek samping defekasi.

i.    Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek medikasi dan penurunan masukan cairan.
Kriteria hasil :
Klien dapat mendemonstrasikan pelaksanaan penegluaran urine.
Intervensi :
1)    Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna.
2)    Anjurkan klien minum dengan jumlah air yang telah diberikan.
3)    Bantu klien dengan pengembangan toileting rutin.
4)    Instruksikan klien untuk berespon secepat mungkin terhadap dorongan untuk berkemih.

j.    Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerentanan terhadap invasi bakteri.
Kriteria hasil :
Klien dapat melakukan mendiri dalam beraktivitas.
Intervensi:
1)    Observasi tanda dan gejala penurunan kekuatan otot, penurunan mobilitas sendi, dan kehilangan tahanan
2)    Anjurkan klien untuk melakukan kontraksi otot – otot
3)    Berikan latihan rentang gerak
4)    Anjurkan klien mobilisasi.
k.    Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh, kehilangan fungsi dan struktur organ pasca bedah.
Kriteria hasil :
Menyatakan penerimaan diri pada situasi adaptasi terhadap perubahan yang dialami.
Intervensi :
1)    Kaji ulang perubahan konsep diri terhadap situasi
2)    Berikan informasi untuk status kesehatan klien
3)    Berikan dukungan kepada klien dan keluarga tentang status kesehatan
4)    Motivasi klien dalam proses penerimaan

l.    Berduka berhubungan dengan kehilangan kehamilan dan efek pada kehamilan berikutnya.
Kriteria hasil :
klien mulai menerima kehilangan dan mengeksprseikan dukanya dengan menungkapkan perasaan dan reaksi terhadap kehilangan.
Intervensi :
1)    Kaji karakteristik proses berduka masa lalu klien/keluarga tentang kehilangan.
2)    Ajarkan karakteristik proses berduka yang normal dan tidak normal.
3)    Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan.
4)    Libatkan orang yang berarti dalam mendiskusikan dan memutuskan bila perlu.

m.    Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungan dengan faktor penyebab.
Intervensi :
1)    Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
2)    Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
3)    Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu di perhatikan.
4)    Mengidentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya komplikasi.

0 Response to "Asuhan keperawatan post histerektomi & Salpingo Ooforektomi"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...