Konsep Dasar Bayi Dengan Sindrome Distress Pernafasan (RDS)
1. Pengertian
Sindrom distress pernafasan (RDS) kumpulan gejala yang terdiri dari disnue atau hipernu, dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60x/menit sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot otot pernafasan pada inspirasi (Djitowiyono, 2010, hlm.89)
Sindrome distress pernafasan adalah penyakit paru paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% - 5% bayi bayi cukup bulan (Hockenberry, Marilyn, 2004, hlm. 394).
1. Pengertian
Sindrom distress pernafasan (RDS) kumpulan gejala yang terdiri dari disnue atau hipernu, dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60x/menit sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot otot pernafasan pada inspirasi (Djitowiyono, 2010, hlm.89)
Sindrome distress pernafasan adalah penyakit paru paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi bayi preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% - 5% bayi bayi cukup bulan (Hockenberry, Marilyn, 2004, hlm. 394).
2. Etiologi
Menurut Djitowiyono (2010, hlm.89). Sindrom distress pernafasan dapat disebabkan karena:
a. Obstruksi saluran pernafasan bagian atas
1) Atresia esofagus.
2) Atresia koana bilateral.
b. Kelainan penyakit paru
1) Penyakit membran hialin.
2) Perdarahan paru
c. Kelainan diluar paru
1) Pneumotorak
2) Hernia diaframaktika
3. Patofisiologi
Pada bayi dengan RDS, dimana adanya ketidakmampuan paru –paru untuk mengembangkan dan alveolus terbuka. RDS pada bayi yang belum matur menyebabkan gagal pernafasan karena imaturnya dinding dada parenkim paru dan imaturnya endotelium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi. Pada bayi dengan RDS disebabkan oleh menurunya jumlah surfaktan atau perubahan kualitatif surfaktan, dengan demikian menimbulkan ketidakmampuan alveoli untuk ekspansi. Terjadi perubahan tekanan intra extrahoracic dan menurunnya pertukaran udara.
Secara alamiah perbaikan paru mulai setelah 24-48 jam. Sel yang rusak akan diganti. Membran hialin, berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam saringan serum protein di pagosit oleh makrofag. Sel cuboidal menempatkan pada alveolar yang rusak dan epitelium jalan nafas, kemudian terjadi perkembangan sel kapiler baru pada alveoli. Sintesis surfaktan memulai lagi dan kemudian membentuk perbaikan alveoli untuk pengembangan.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2003, hlm.73). Ada beberapa manisfestasi klinis sindrom distress pernafasan yaitu berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit sindrom disteres pernafasan sangat dipengaruhi tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang di tunjukan. Gejala dapat tampak setelah beberapa jam kelahiran. Bayi RDS yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam pertama mempunyai prognosis lebih baik. Adapun gejala umum RDS:
a. Takipnea (>60x/mnt).
b. Pernafasan dangkal.
c. Mendengkur.
d. Sianosis.
e. Pucat.
f. Kelelahan.
g. Apnea dan pernafasan tidak teratur.
h. Penurunan suhu tubuh.
i. Retraksi suprasternal dan substernal.
j. Pernafasan cuping hidung.
5. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi sindrom distress pernafasan pada bayi menurut Corwin (2009, hlm.559)
a. Sebagian bayi yang selamat dari RDS kemudian mengindap displasia bronkopulmonalis atau BPD (bronchopulmonary dysplasia), yaitu suatu penyakit pernafasan kronis yang ditandai pembentukan jaringan parut dialveolus, inflamasi alveolus dan kapiler dan hipertensi paru.
b. Tanda tanda dispnea dan hipoksia dapat berlanjut menyebabkan kelelahan, gagal nafas, bahkan kamatian pada bayi.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Betz Cecily (2002, hlm. 416).
a. Kaji foto toraks
1) Pola retikulogranular difus bersama bronkogram udara yang saling tumpang tindih.
2) Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat.
3) Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga kena ( bayi dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongesti).
4) Bayangan timus yang besar.
5) Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
Menurut Surasmi (2003, hlm. 74). Ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang harus dilakukan:
a. Darah, urin dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikmia).
b. Kalsium serum (unutk menentukan hipokalsemia).
c. Analisa gas darah (untuk menentukan pH serum asidosis).
d. paO2 (tes untuk hipoksia).
7. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi ( 2001, hlm.267). penatalaksanaan sindrom distress pernafasan ada 5 yaitu:
a. Pertahankan oksigen
b. Pertahankan nutrisi adekuat
c. Pertahankan suhu lingkungan netral
d. Pertahankan PO2 dalam batas normal
e. Intubasi bila perlu
Asuhan Keparawatan Secara Teoritis
Asuhan keperawatan secara teoritis terhadapat bayi dengan sindrom disteres pernafasan terdiri dari : Pengkajian, diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Surasmi ( 2003, hlm 76 ) pengkajian yang dapat dilakukan pada bayi dengan sindrom distress pernafasan yaitu:
a. Identifikasi faktor resiko.
Data yang dicari adalah kelahiran preterm, riwayat kehamilan sekarang (apakah selama ibu hamil menderita hipotensi atau pendarahan), riwayat neonatus (lahir asfiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada keadaan hipotermia), nilai APGAR rendah (termasuk tindakan resusitasi yang dilakukan pada bayi).
b. Kaji sistem pernafasan, tanda dan gejala RDS.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gjala RDS. Gejala tersebut dapat terjadi pada saat kelahiran atau antara waktu 2 jam. Perkembangan penyakit terjadi dengan cepat yang dimulai dengan takipnea (>60x/menit), pernafasan mendengkur, atau retraksi subkostal/ interkostal, diikuti oleh pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, peningkatan gejala lapar udara (serangan apnea, hipotonus), gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu, pada awalnya suara nafas mungkin normal. Kemudian dengan menurunnya pertukaran udara nafas menjadi parau dan pernafasan dalam.
c. Kaji sistem kardiovaskuler
1) Adanya mur-mur.
2) Bradikardia ( dibawah 100x/ menit) dengan hipoksemia berat.
3) Denyut jantung dalam batas normal.
d. Kaji sianosis, indikasi keperawatan hipoksia.
e. Kaji hasil laboratorium.
Pemeriksaa diagnostik untuk menentukan maturitas paru meliputi pemeriksaan:
1) Lesitin/spingomelin, rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur.
2) Fasfatidigliserol, meningkat pada usia kehamilan 33 minggu.
3) Gas darah arteri (indikasi gagal pernafasan), PaO2 kurang dari 50mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg.
4) Peningkatan kadar kalium (kalium dikeluarkan dari trauma sel alveolar).
5) Sinar X menunjukan adanya atelektasis.
f. Kaji endotrakheal tube (selang intubasi).
Fungsi keperawatan yang paling peting adalah mengamati respons bayi terhadap terapi. Mukus mungkin terkumpul disaluran pernafasan yang akan menghambat saluran pernafasan dan selang endotrakea. Pengisapan dilakukan bila hanya diperlukan dan berdasarkan pertimbangan terhadap bayi tersebut. Pertimbangan terhadap pengisapan termasuk auskultasi dada, pembuktian bahwa oksigenisasi rendah, kelebihan kelembapan pada selang endotrakea dan kepekaan bayi.
Pada saat melakukan pengisapan mukus perawat harus menyadari dan waspada tentang hal berikut.
1) Pengisapan bukan prosedur yang aman karna dapat menyebabkan spasme bronkus, bradikardia karena stimulasi saraf vagal, hipoksia dan pningkatan tekanan intrakranial sehingga mendorong bayi pada keadaan hemoragi intraventrikuler. Tindakan ini tidak boleh dilakukan secara rutin. Tekhnik pengisapan yang tidak tepat dapat menyebabkan infeksi, kerusakan jalan pernafasan bahkan pneumotoraks.
2) Penting diperhatikan bahwa pengisapan yang terus menerus akan ikut megeluarkan udara bersamaan dengan keluarnya mukus. Oleh karna itu, sekali pengisapan tidak boleh lebih dari 5 detik ( pengisapan menyebabkan saluran udara terhambat.
3) Tujuan pengispan jalan nafas buatan adalah menjaga terbukanya jalan nafas pada bronkus. Pengisapan yang dilakukan diluar endotrakea dapat menyebabkan lesi trauma pada trakea.
4) Awasi oksigenasi atau oksimetri denyut nadi sebelum, selama, dan sesudah pengisapan untuk memberi penilaian yang terus menerus terhadap status oksigenasi dan untuk menghindari hipoksemia.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Hockenberry, Marilyn ( 2004, hlm 394) menyebutkan ada 3 diagnosa keperawatan yang terjadi pada bayi dengan sindrome distress prnafasan yaitu:
a. Pola nafas tidak efektif b/d defisiensi surfaktan dan ketidak stabilan alveolar.
b. Resiko tinggi cedera karena peningkatan tekanan intrakranial (TIK), b/d imaturitas sistem saraf pusat dan respon stress fisiologis.
c. Perubahan proses keluarga b/d krisis situasi, maturasi, kurang pengetauan (kelahiran bayi preterm dan/ atau sakit), gangguan proses kedekatan orang tua.
Sedangkan menurut Suriadi, (2001, hlm.268) ada 7 diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada bayi dengan sindrome distress pernafasan yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas b/d surfaktan paru tidak adekuat.
b. Tidak efektif bersihan jalan nafas B/D obstruksi atau adanya sekret pada jalan nafas.
c. Tidak efekif pola nafas b/d ketidak seimbangan nafas bayi dengan ventilator.
d. Resiko injuri b/d ketidak seimbangan asam basa O2 dan CO2 dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
e. Resiko perubahan peran orang tua b/d hopitalisasi sekunder dari situasi krisis pada bayi.
f. Resiko kurangnya volume cairan b/d hilangnya cairan yang tanpa disadari
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuha tubuh b/d ketidakmampuan menelan, motalitas gastrik menurun dan kurangnya penyerapan.
e. Kaji hasil laboratorium.
Pemeriksaa diagnostik untuk menentukan maturitas paru meliputi pemeriksaan:
1) Lesitin/spingomelin, rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur.
2) Fasfatidigliserol, meningkat pada usia kehamilan 33 minggu.
3) Gas darah arteri (indikasi gagal pernafasan), PaO2 kurang dari 50mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg.
4) Peningkatan kadar kalium (kalium dikeluarkan dari trauma sel alveolar).
5) Sinar X menunjukan adanya atelektasis.
f. Kaji endotrakheal tube (selang intubasi).
Fungsi keperawatan yang paling peting adalah mengamati respons bayi terhadap terapi. Mukus mungkin terkumpul disaluran pernafasan yang akan menghambat saluran pernafasan dan selang endotrakea. Pengisapan dilakukan bila hanya diperlukan dan berdasarkan pertimbangan terhadap bayi tersebut. Pertimbangan terhadap pengisapan termasuk auskultasi dada, pembuktian bahwa oksigenisasi rendah, kelebihan kelembapan pada selang endotrakea dan kepekaan bayi.
Pada saat melakukan pengisapan mukus perawat harus menyadari dan waspada tentang hal berikut.
1) Pengisapan bukan prosedur yang aman karna dapat menyebabkan spasme bronkus, bradikardia karena stimulasi saraf vagal, hipoksia dan pningkatan tekanan intrakranial sehingga mendorong bayi pada keadaan hemoragi intraventrikuler. Tindakan ini tidak boleh dilakukan secara rutin. Tekhnik pengisapan yang tidak tepat dapat menyebabkan infeksi, kerusakan jalan pernafasan bahkan pneumotoraks.
2) Penting diperhatikan bahwa pengisapan yang terus menerus akan ikut megeluarkan udara bersamaan dengan keluarnya mukus. Oleh karna itu, sekali pengisapan tidak boleh lebih dari 5 detik ( pengisapan menyebabkan saluran udara terhambat.
3) Tujuan pengispan jalan nafas buatan adalah menjaga terbukanya jalan nafas pada bronkus. Pengisapan yang dilakukan diluar endotrakea dapat menyebabkan lesi trauma pada trakea.
4) Awasi oksigenasi atau oksimetri denyut nadi sebelum, selama, dan sesudah pengisapan untuk memberi penilaian yang terus menerus terhadap status oksigenasi dan untuk menghindari hipoksemia.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Hockenberry, Marilyn ( 2004, hlm 394) menyebutkan ada 3 diagnosa keperawatan yang terjadi pada bayi dengan sindrome distress prnafasan yaitu:
a. Pola nafas tidak efektif b/d defisiensi surfaktan dan ketidak stabilan alveolar.
b. Resiko tinggi cedera karena peningkatan tekanan intrakranial (TIK), b/d imaturitas sistem saraf pusat dan respon stress fisiologis.
c. Perubahan proses keluarga b/d krisis situasi, maturasi, kurang pengetauan (kelahiran bayi preterm dan/ atau sakit), gangguan proses kedekatan orang tua.
Sedangkan menurut Suriadi, (2001, hlm.268) ada 7 diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada bayi dengan sindrome distress pernafasan yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas b/d surfaktan paru tidak adekuat.
b. Tidak efektif bersihan jalan nafas B/D obstruksi atau adanya sekret pada jalan nafas.
c. Tidak efekif pola nafas b/d ketidak seimbangan nafas bayi dengan ventilator.
d. Resiko injuri b/d ketidak seimbangan asam basa O2 dan CO2 dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
e. Resiko perubahan peran orang tua b/d hopitalisasi sekunder dari situasi krisis pada bayi.
f. Resiko kurangnya volume cairan b/d hilangnya cairan yang tanpa disadari
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuha tubuh b/d ketidakmampuan menelan, motalitas gastrik menurun dan kurangnya penyerapan.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Suriadi (2001, hlm. 269), ada beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada bayi dengan sindrom distress pernafasan yaitu
a. Gangguan pertukaran gas b/d surfaktan paru tidak adekuat.
Hasil yang diharapkan:
pertukaran gas yang adekuat yang ditandai dengan nilai analisa gas darah dan saturasi oksigen dalam batas normal.
Intervensi;
- Identifikasi bayi mungkin adanya resiko resiko yang muncul.
- Monitor status pernfasan, distres pernafasan dan lapor kedokter bila terjadi keburukan kondisi pernafasan.
- Monitor analisa gas darah.
- Posisikan bayi dengan tepat agar ada upaya bernafas.
- Pertahankan suhu lingkungan netral.
- Mengurangi pegangan.
- Pemberian oksigen sesuai program.
b. Tidak efektif bersihan jalan nafas b/d obstruksi atau adanya sekret pada jalan nafas.
Hasil yan diharapkan:
Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan yang ditandai dengan bunyi nafas adekuat dan ada pergerakan pergerakan dinding-dinding dada.
Intervensi:
- Kaji dada bayi apakah bunyi nafas bilateral dan adanya ekspansi selama inspirasi.
- Atur posisi bayi untuk memudahkan drainage.
- Lakukan pengisapan lendir.
- Kaji kepatenan jaln nafas setiap jam.
- Kaji posisi kepatenan alat ventiltor setiap jam.
- Auskultasi kedua lapang paru.
c. Tidak efekif pola nafas b/d ketidak seimbangan nafas bayi dengan ventilator.
Hasil yang diharapkan:
Support ventilator tepat dan ada usaha bayi untuk bernafas yang ditandai dengan analisa gas darah dalam batas normal.
Intervensi:
- Monitor serial analisa gas darah sesuai program
- Menggunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.
- Pantau ventilator setiap jam.
- Berikan lingkungan yang kondusif supaya bayi dapat tidur, gunakan sedative bila perlu sesuai program.
- Kaji adanya usaha bayi dalam bernafas.
d. Resiko injuri b/d ketidak seimbangan asam basa O2 dan CO2 dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
Hasil yang diharapkan:
Bayi tidak mengalami ketidak seimbangan asam basa dan barotrauma.
Intervensi:
- Evaluasi gas darah untuk melihat fungsi abnormal pernafasan.
- Monitor pulse oximetri.
- Monitor komplikasi.
- Pantau dan pertahankan ketepatan posisi alat bantu nafas atau ventilator.
e. Resiko perubahan peran orang tua b/d hopitalisasi sekunder dari situasi krisis pada bayi.
Hasil yang diharapkan:
Orang tua bayi akan menerima keadaan anaknya dan mau melakukan bonding dan mengidntifikasi perannya.
Intervensi:
- Jelaskan semua alat alat (monitor, ETT, ventilator) pada orang tua.
- Ajarkan orang tua untuk selalu menyentuh bayi, bercakap dan belaian kasih sayang.
- Ajarkan cara orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi.
- Intruksikan pada ibu untuk memberikan ASI dan ajarkan cara merangsang pengluaran ASI.
f. Resiko kurangnya volume cairan b/d hilangnya cairan yang tanpa disadari.
Hasil yang diharapkan:
Keseimangan cairan dan elektrolit dapat dipertahakan
Intervensi:
- Pertahankan cairan infus sesuai protokol yang ada.
- Peningkatan pemberian cairan dapat dilihat dari hasil output urine, dan jumlah makanan enteral yang didapat.
- Monitor intake dan output dan catat secara ketat.
- Monitor juga output urine pada popok.
- Kaji elektrolit, sodium dan potasium.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuha tubuh b/d ketidakmampuan menelan, motalitas gastrik menurun dan kurangnya penyerapan .
Hasil yang diharapkan:
Kebutuhan intake nutrisi dapat dipertahakan.
Intervensi:
- Pasang NGT untuk pemberian minum.
- Evaluasi abdomen
- Pastikan selang NGT masuk tepat pada lambung.
- Berikan makan atau minuman melalui NGT secara bertahap.
- Tinggikan kepala anak sedikit pada saat akan minum.
- Pemberian makan/minum pada anak secara perlahan lahan.
- Tempatkan bayi dengan posisi miring kekanan setelah pemberian minum selama satu jam.
- Pantau residual sisa makanan atau minuman sebelum pemberian makanan.
4. Implementasi
Pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disesuaikan dengan tujuan dari tindakan keperawatan.
5. Evaluasi
Sebagai langkah terakhir evaluasi menetapkan kondisi klien disesuaikan dengan tujuan keperawatan. Artinya masalah yang diungkapkan sebagai diagnosa keperawatan dinilai sebagai berhasil atau gagal. Untuk mempermudah pemahaman tahap asuhan keperawatan pada bayi RDS dalam hal asuhan keperawatan.
0 Response to "asuhan keperawatan oral thrush & RDS (respiratory distress syndrome) pada anak / bayi"