Latest News

asuhan keperawatan bayi prematur

Definisi
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.
Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut.
Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus.
Menurut World Health Organization (WHO), bayi prematur  adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). The American Academy of Pediatrik, mengambil batasan 38 minggu untuk menyebutkan prematur. ( Surasmi, dkk, 2003 hlm 31)
Bayi prematur yaitu bayi yang lahir sebelum 37 minggu usia kehamilan, selain itu kriteria yang digunakan adalah lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir. ( pillitteri, 2003 hlm 731)
Bayi premature adalah bayi yang lahir sebelum usia gestasi 38 minggu. (Rudolph, 2006 hlm 264)
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia gestasi kurang dari 37 minggu tanpa memperhatikan berat badan lahir kurang dari 2500 gram.

Etiologi dan faktor presipitasi
Permasalahan pada ibu saat kehamilan :
-       Penyakit/kelainan  seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
-       Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
-       Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
-       Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine

Menurut Surasmi (2003, hlm 31) penyebab bayi lahir prematur dapat di sebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a.    Faktor ibu
1)    Toksemia gravidarum, yaitu preeklamsi dan eklamsi
2)    Kelainan bentuk uterus ( misalnya uterus bikornis, inkompeten serviks)
3)    Tumor (misalnya mioma uteri, sistoma)
4)    Ibu yang menderita penyakit antara lain akut dengan gejala panas tinggi (misalnya typus abdominalis, malaria) dan kronis (misalnya TBC, penyakit jantung, glomerulonefritis kronis)
5)    Trauma pada masa kehamilan antara lain ; fisik (misalnya jatuh) dan psikologis (misalnya stress)
6)    Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
b.    Faktor janin seperti kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, infeksi dan Inkompatibilitas darah ibu dan janin
c.    Faktor plasenta yaitu plasenta previa dan solusio plasenta

Manifestasi klinis
Menurut surasmi (2003, hlm 32), tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat bervariasi, bergantung pada usia kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin premature atau makin kecil umur kehamilan saat dilahirkan makin besar pula perbedaan dengan bayi yang lahir cukup bulan. Adapun manifestasi klinis dari bayi premature adalah sebagai berikut :
a.    Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
b.    Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram
c.    Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
d.    Kuku panjangnya belum melewati ujung jari
e.    Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas
f.    Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
g.    Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
h.    Rambut lanugo masih banyak
i.    Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
j.    Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga seolah – olah tidak teraba tulang rawan daun telinga
k.    Tumit mengilap, telapak kaki halus
l.    Alat kelamin pada bayi laki – laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang. Testis belum turun ke dalam skrotum. Untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora belum tertutup oleh labia mayora
m.    Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah
n.    Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks isap, menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif, dan tangisnya lemah
o.    Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang dan verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.

Komplikasi
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Penyakit yang terjadi pada bayi premature berhubungan dengan belum matangnya fungsi organ – organ tubuhnya. Makin muda umur kehamilan, makin tidak sempurna organ – organnya. Konsekuensi anatomi dan fisiologi yang belum matang, bayi prematur cenderung mengalami masalah bervariasi. Hal ini harus diantisivasi dan dikelola pada masa neonatal. Adapun masalah – masalah yang dapat terjadi adalah sebagai berikut (surasmi, 2003 hlm 42)
a.    Hipotermi
Dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil yaitu 36 oC - 37oC. Setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberikan pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Selain itu, hipotermi dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot – otot yang belum cukup memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangaan panas. Dengan tanda klinis seperti suhu tubuh dibawah normal, kulit dingin, akral dingin, dan sianosis.
b.    Sindrom gawat nafas
Kesukaran pernafasan pada bayi prematur dapat disebabkan belum sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru mencapai maksimum pada minggu ke – 35 kehamilan. Adapun tanda klinis sindrom gawat nafas adalah pernafasan cepat, sianosis, merintih waktu ekspirasi, dan retraksi substernal dan interkostal
c.    Hipoglikemi
Glukosa merupakan sumber utama energi selama masa janin. Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi aterm dapat mempertahankan kadar gula darah 50-60 mg/dL selama 72 jam pertama, sedangkan bayi berat badan lahir rendah dalam kadar 40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Hipoglikemia bila kadar gula darah sama dengan atau kurang dari 20 mg/dL. Tanda klinis dari hipoglikemia adalah gemetaran atau tremor, sianosis, apatis, kejang, apnea intermiten, tangisan lemah dan melengking, kelumpukan atau letargi, kesulitan minum, terdapat gerakan putar mata, keringat dingin, hipotermi, dan gagal jantung dan henti jantung.
d.    Pendarahan intrakranial
Pada bayi prematur, pembuluh darah masih sangat rapuh sehingga mudah pecah. Perdarahan intrakranial dapat terjadi karena trauma lahir. Tanda klinis perdarahan intrakranial adalah kegagalan umum untuk bergerak normal, reflek morrow menurun atau tidak ada, tonos otot menurun dan pucat serta sianosis.
e.    Hiperbilirubin
Hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi hepar. Kurangnya transferase sehingga konjugasi bilirubin inderek menjadi bilirubin direk belum sempurna, dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan kehepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur adalah 10 mg/ dL. Tanda klinisnya adalah sklera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna kuning, letargi, kemampuan mengisap menurun, dan kejang.
f.    Rentan terhadap infeksi
Pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Bayi prematur mudah menderita infeksi karena imunitas humornal dan seluler masih kurang hingga bayi mudah menderita infeksi. Selain itu, karena kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan.
g.    Kerusakan integritas kulit
Lemak subkutan kurang atau sedikit. Struktur kulit yang belum matang dan rapuh. Sensitivitas yang kurang akan memudahkan terjadinya kerusakan integritas kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu lama. Pemakaian plester dapat mengakibatkan kulit bayi lecet atau bahkan lapisan atas ikut terangkat.

Penatalaksanaan
Menurut Jitowiyono (2010, hlm 79) Penatalaksanan bayi premature adalah sebagai berikut :
a.    Membersihkan jalan nafas
b.    Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat
c.    Membersihkan badan bayi dengan kapas dan baby oil / minyak
d.    Memberikan obat mata
e.    Membungkus bayi dengan kain hangat
f.    Pengkajian keadaan kesehatan pada bayi dengan berat badan lahir rendah
g.    Mempertahankan suhu tubuh bayi, dengan cara :
1)    Membungkus bayi dengan menggunakan selimut bayi yang dihangatkan terlebih dahulu
2)    Menidurkan bayi di dalam inkubator
3)    Suhu lingkungan bayi harus dijaga
h.    Pemberian nutrisi yang adekuat :
1)    Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit demi sedikit
2)    Apabila bayi belum bisa menetek pemberian Air Susu Ibu (ASI) diberikan melalui sendok atau pipet
3)    Apabila bayi belum ada refleks menghisap dan menelan harus dipasang slang penduga / sonde fooding
i.    Mengajarkan ibu / orang tua cara :
1)    Membersihkan jalan nafas
2)    Mempertahankan suhu tubuh
3)    Mencegah terjadinya infeksi
4)    Perawatan bayi sehari hari seperti memandikan, perawatan tali pusat dan Pemberian ASI
j.    Menjelaskan pada ibu (orang tua) :
1)    Pemberian ASI
2)    Makanan bergizi bagi ibu
3)    Mengikuti program keluarga berencana (KB) segera mungkin
k.    Observasi keadaan umum bayi selama 3 hari, apabila tidak ada perubahan atau keadaan umum semakin menurun, bayi harus dirujuk kerumah sakit. Berikan penjelasan kepada keluarga bahwa anaknya harus dirujuk kerumah sakit.

Asuhan Keperawatan Teoritis pada Bayi Prematur

Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan perawat dalam melakukan proses terapeutik kepada klien. Adapun proses keperawatan yang digunakan meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang akan membentuk suatau rangkaian.

 Pengkajian 

1.    Riwayat kehamilan
2.    Status bayi baru lahir
3.    Pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi :
  Kardiovaskular
  Gastrointestinal
  Integumen
  Muskuloskeletal
  Neurologik
  Pulmonary
  Renal
  Reproduksi

a.    Data Dasar Neonatus
Dalam pengkajian bayi prematur, petugas kesehatan menggunakan pendekatan yang sistematis. Respon bayi prematur terhadap kehiudupan ekstrauteri berbeda dari respon bayi aterm. Dengan mengetahui dasar fisiologi perbedaan – perbedaan ini. Pengkajian dasar data neonatus adalah sebagai berikut : (Donges, 1994 hlm 634)
1)    Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat dan/atau tidak teratur dalam batas normal (120 sampai 160 dpm). Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arteriosus paten (PDA).
2)    Berat badan
Berat badan kurang dari 2500 gram
3)    Neurosensori
Tubuh panjang, kurus, lemah dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakkan, fontanel mungkin besar atau terbuka lebar. Dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata mungkin merapat (tergantung pada usia gestasi). Refleks tergantung pada usia gestasi; rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu ke 32; koordinasi refleks untuk menghisap, menelan dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32; komponen pertama dari refleks moro (ekstensi lateral dari ekstremitas atas dengan membuka tangan) tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen kedua (fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi minggu ke 32; pemeriksaan dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.
4)    Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur; pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik (40 – 60 x/menit). Mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, atau berbagai derajat sianosis mungkin ada. Perhatikan tanda – tanda RDS pada bayi.
5)    Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah mungkin memar; mungkin ada kaput suksedaneum. Kulit kemerahan atau tembus pandang; warna mungkin  merah muda/kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat pada seluruh tubuh bayi. Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh. Ekstremitas mungkin tampak edema. Garis telapak kaki mungkin atau mungkin tidak ada pada semua atau sebagian telapak kaki. Kuku mungkin pendek.
6)    Seksualitas
Persalinan atau kelahiran mungkin tergesa – gesa. Genetalia; labia minora wanita mungkin lebih besar dari labiya mayora, dengan klitoris menonjol; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak ada pada skrotum.

b.    Pemeriksaan Diagnostik
1)    Jumlah darah lengkap (JDL) : penurunan pada hemoglobin / hematokrit mungkin dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah. Sel darah putih (SDP) mungkin kurang dari 10.000/mm3 dengan pertukaran ke kiri (kelebihan dini dari nefrofil dan pita), yang biasanya dihubungkan dengan penyakit bakteri berat.
2)    Golongan darah : dapat menyatakan potensial inkompatibilitas ABO.
3)    Gas darah arteri (GDA) : PO2 mungkin rendah; PCO2 mungkin meningkat dan menunjukkan asidosis ringan/sedang, sepsis, atau kesulitan nafas yang lama.
4)    Kultur darah : mengidentifikasi organisme penyebab yang dihubungkan dengan sepsis.
5)    Bilirubin dirrect dan bilirubin total : mendeteksi kadar bilirubin dalam darah.
6)    Data penunjang lainnya
-       X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
-       Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
-       Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
-       Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
-       Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
-       Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.

Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah

Menurut Doengges  (1994, hlm 634 ) diagnosa keperawatan untuk bayi prematur adalah sebagai berikut :
a.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/kelelahan, depresi berhubungan dengan obat, dan ketidakseimbangan metabolik.
b.    Resiko tinggi terhadap termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan perkembangan susunan saraf pusat imatur (pusat regulasi suhu) penurunan rasio massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak subkutan, keterbatasan simpanan lemak coklat, ketidakmampuan merasakan dingin atau berkeringat, cadangan metabolik buruk.
c.    Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan usia dan berat badan ekstrem (prematur dibawah 2500 gram), kehilangan cairan berlebihan ( kulit tipis, kurang lapisan lemak, peningkatan suhu lingkungan).
d.    Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan imaturitas produksi enzim; penurunan produksi asam hidroklorik (menurunkan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak). Ketidakadekuatan kadar nutrisi simpanan.
e.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan respon imun imatur, kulit rapuh, jaringan trauma, prosedur invasif, pemajanan lingkungan (KPD, pemajanan tranplasental)
f.    Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit tipis, kapiler rapuh dekat permukaan kulit, tidak ada lemak subkutan di atas penonjolan tulang, ketidakmampuan untuk mengubah posisi untuk menghilangkan titik penekanan, penggunaan restrein (melindungi jalur invasif/selang), perubahan status nutrisi, struktur kulit imatur.
 
Rencana Keperawatan

Setelah merumuskan diagnose perawat perlu merencanakan tindakan keperawatan agar perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk meningkatkan status kesehatan
Menurut Doenges (1994 hlm 640) Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan  adalah sebagai berikut:
a.    Resiko tinggi terhadap termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan perkembangan susunan saraf pusat imatur (pusat regulasi suhu) penurunan rasio massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak subkutan, keterbatasan simpanan lemak coklat, ketidakmampuan merasakan dingin atau berkeringat, cadangan metabolik buruk.
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan suhu kulit/axila dalam 35,50 C sampai 37,30C.
Intervensi :
1)    Kaji suhu dengan sering. Periksa suhu rektal pada awalnya; selanjutnya periksa suhu axila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. Ulangi setiap 15 menit penghangatan ulang.
2)    Tempatkan bayi pada penghangat, inkubator, tempat tidur terbuka dengan penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar atau lebih tua.
3)    Gunakan lampu pemanas selama prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan penutup plastik atau kertas alumunium bila tepat.
4)    Kurangi pemajanan pada aliran udara; hindari pembukaan pagar inkubator yang tidak semestinya.
5)    Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup.
6)    Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat, atau inkubator.
7)    Pertahankan kelembaban relatif 50%-80%.
8)    Perhatikan adanya takipnea atau apnea; sianosis umum, akrosianosis, atau kulit belang; bradikardia, menangis buruk atau letargi. Evaluasi derajat dan lokasi ikterik
9)    Berikan penghangatan bertahap untuk bayi dengan stres dingin
10)    Kaji kemajuan kemampuan bayi untuk beradaptasi terhadap suhu rendah di dalam inkubator, atau pada suhu ruangan, saat mendemonstrasikan penambahan berat badan yang tepat.
11)    Pantau suhu bayi bila keluar dari lingkungan hangat. Berikan informasi tentang termoregulasi kepada orang tua.
b.    Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan imaturitas produksi enzim; penurunan produksi asam hidroklorik (menurunkan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak). Ketidakadekuatan kadar nutrisi simpanan.
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal, dengan penambahan berat badan tetap sedikitnya 20-30 gram/hari. Mempertahankan glukosa serum dalam atas normal dan keseimbangan nitrogen positif.
Intervensi :
1)    Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya menghisap, menelan dan batuk)
2)    Mulai pemberian makan sementara atau dengan menggunakan selang sesuai indikasi.
3)    Kaji pemasangan yang tepat dari selang pemberian makan pada bayi; gunakan prosedur pengkleman yang tepat untuk mencegah masuknya udara ke dalam lambung.
4)    Masukan ASI/formula dengan perlahan selama 20 menit pada kecepatan 1 ml/menit.
5)    Kaji tingkat energi dan penggunaannya, derajat kelelahan, frekuensi pernafasan dan lama waktu yang diperlukan untuk makan.
6)    Penuhi kebutuhan menghisap pada bayi dengan menggunakan dot selama pemberian makan perselang.
7)    Tunda drainase postural selama sedikitnya 1 jam setelah pemberian makan.
8)    Perhatikan adanya diare muntah, regurgitasi dan residu lambung berlebihan.
9)    Pantau kadar dextrostix dan clinitest perprotokol
10)    Mulai pemberian makan dengan, glukosa dan ASI atau formula dengan tepat.
11)    Beri makan sesering mungkin sesuai indikasi berdasarkan berat badan bayi dan perkiraan kapasitas lambung.
c.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan respon imun imatur, kulit rapuh, jaringan trauma, prosedur invasif, pemajanan lingkungan (KPD, pemajanan tranplasental)
Hasil yang diharapkan :   
Mempertahankan serum negatif terhadap tes urin dan kultur nasofaringeal dengan hitung darah lengkap, trombosit, kadar PH dan tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1)    Tinjau ulang catatan kelahiran. Perhatikan apakah tindakan resusitasi diperlukan, lama pecah ketuban dan adanya korioamnionitis.
2)    Tentukan usia gestasi janin.
3)    Tingkatkan cara – cara mencuci tangan pada staf, orang tua dan pekerja lain perprotokol. Gunakan antiseptik sebelum membantu dalam pembedahan atau prosedur invasif.
4)    Pantau staf dan pengunjng akan adanya lesi kulit, luka basah, infeki pernafasan akut, demam, gastroenteritis, herpes simpleks aktif (oral, genital atau paronisial) dan herpes zoster.
5)    Berikan jarak yang adekuat antara bayi atau antara unit isolette atau unit individu. Gunakan ruangan isolasi terpisah dan tehnik isolasi sesuai indikasi.
6)    Kaji bayi terhadap tanda – tanda infeksi, seperti ketidakstabilan suhu (hipotermia atau hipertermia), letargi atau perubahan perilaku, distres pernafasan (apnea, sianosis, atau takipnea), ikterik, petekie, kongesti nasal, atau drainase dari mata atau umbilikus.
7)    Buat kelompok bayi, bila mungkin, dan jamin bahwa perawat yang sama merawat bayi – bayi yang dikelompokkan bersama.
8)    Lakukan perawatan tali pusat sesuai protokol rumah sakit
9)    Pantau bayi terhadap tanda – tanda awitan lanjut penyakit atau infeksi
10)    Berikan antibiotik secara intravena berdasarkan laporan sensitivitas.
d.    Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit tipis, kapiler rapuh dekat permukaan kulit, tidak ada lemak subkutan di atas penonjolan tulang, ketidakmampuan untuk mengubah posisi untuk menghilangkan titik penekanan, penggunaan restrein (melindungi jalur invasif/selang), perubahan status nutrisi, struktur kulit imatur.
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan kulit utuh. Bebas dari cedera dermal.
Intervensi :
1)    Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan
2)    Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin swab. Berikan jeli petrolium pada bibir.
3)    Hindari penggunaan agens topikal keras cuci dengan hati – hati larutan povider iodin setelah prosedur.
4)    Berikan latihan rentang gerak, perubahan posisi rutin, dan bantal bulu domba atau terbuat dari bahan yang lembut.
5)    Minimalkan penggunaan plester untuk mengamankan selang, elektroda dan kantung urin, jalur iv dan sebagainya.
6)    Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dan sabun ringan. Cuci hanya pada bagian tubuh yang benar – benar kotor. Minimalkan manipulasi kulit bayi.
7)    Ganti elektroda hanya bila perlu.
8)    Berikan salep antibiotik pada hidung, mulut dan bibir bila pecah atau teriritasi.

Menurut Wilkinson (2002, hlm 49) diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan adalah sebagai berikut :
a.    Diskontinuitas pemberian ASI berhubungan dengan pembengkakan payudara, prematuritas, penyakit ibu atau bayi
Hasil yang diharapkan :
Ibu dan bayi tidak akan mengalami diskontinuitas pemberian ASI dibuktikan dengan pengetahuan menyusui secara substansial, mulai dan kemampuan untuk mengumpulkan, menyediakan perawatan uutuk mencair, menghangatkan dan menyimpan ASI yang aman.
Intervensi :
1)    Kaji kemampuan keluarga untuk mendukung laktasi / rencana menyusui dan mengatasi perubahan gaya hidup.
2)    Kaji keinginan dan motivasi ibu untuk meneruskan proses menyusui.
3)    Konfirmasikan kesiapan untuk transisi pada payudara setelah diskontinuitas ( misalnya : stabilitas bayi ketika diluar inkubator, koordinasi bayi menyangkut mengisap / menelan / bernafas, keingina ibu untuk mencoba)
4)    Berika pendidikan kesehatan tentang laktasi dan pengeluaran ASI (secara manual), pengumpulan ASI dan penyimpanan ASI.
5)    Beri dorongan untuk kelangsungan menyusui setelah pulang kerja.
b.    Resiko gangguan perlekatan berhubungan dengan perpisahan bayi dan ibu, bayi prematur, ansietas yang berkaitan dengan peran orang tua, dan ketidak mampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan pribadi anak.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukan perlekatan orang tua dan bayi seperti ibu dapat memegang, menyentuh, dan tersenyum pada bayi serta bayi dapat berespon terhadap isyarat kedua matanya.
Intervensi :
1)    Kaji kebutuhan belajar orang tua
2)    Identifikasi kesiapan orang tua untuk mengenal kebutuhan fisiologis bayi.
3)    Ajarkan orang tua tentang perkembangan anak.
4)    Infoemasikan kepada orang tua perawatan yang akan diberikan kepada bayi
5)    Jelaskan alat – alat yang digunakan untuk memantau bayi di ruang perawatan.

0 Response to "asuhan keperawatan bayi prematur"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...