Latest News

Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Abses Pedis

B.    Konsep Dasar Diabetes Melitus
1.    Definisi
“ Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron”(Mansjoer, 2000 hlm. 580).
“Diabetes Melitus adalah gamngguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan menginfestasikan berupa hilangnya toleransi karbohidrat biasanya ditandai oleh hiperglikemia puasa, aterosklerotik, mikroangiopati, dan neuropati”(Price et. al, 2005, hlm. 1260).
“Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat keturunan insulin baik absolut maupun relatif”(Sarwono Waspadji, 2002, hlm. 2).
“Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh keinginan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia”(Brunner dan Suddarth, 2001, hlm. 1220).
“Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang disifati adanya hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun keduanya”(John Mf Adam, 2000, http:/www.Kalbe.co.id, diperoleh tanggal 18 Juli 2008).
    Dari definisi diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kelainan sekresi insulin atau kurangnya insulin yang dapat menimbulkan komplikasi, makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati. 

2.    Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu sebagai berikut (John Mf Adam, 2000, http:/www.Kalbe.co.id diperoleh tanggal 18 Juli 2008).
a.    Diabetes Melitus Tipe I
Dikenal dua bentuk yaitu autoimun dan idiopatik, dimana ditemukan kerusakan sel beta dan mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin yang absolut.  Pada bentuk otoimun terjadinya defisiensi insulin yang absolut.  Pada bentuk autoimun dapat ditemukan beberapa petansa imun (immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta.
Sebagian besar penderita diabetes tipe I penyebabnya tidak jelas idiopatik pada penderita ini ditemukan insulinopeni tanpa tanda imun, dan mudah sekali mengalami ketoasidosis.
b.    Diabetes Melitus Tipe II
Bentuk ini bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin defisiensi resistensi insulin.  Diabetes Melitus tipe II merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering ditemukan diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus di Indonesia.  Pada diabetes melitus tipe II sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.
c.    Diabetes Melitus Tipe Lain
1)    Defek Genetik Fungsi Sel Beta
2)    Defek Genetik Insulin
3)    Penyakit Eksokrin Pankreas
4)    Endokrinopati
5)    Karena obat/ zat kimia
d.    Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
Diabetes Melitus Gestasional diartikan sebagai intoleransi glukosa yang ditemukan pada saat hamil.
3.    Etiologi
Adapun Etiologi Diabetes Melitus berdasarkan tipenya yaitu :
a.    Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas dan berkombinasi dengan faktor genetik, imunologik dan lingkungan (misalnya, infeksi virus) yang turut menimbulkan destruksi sel beta.
1). Faktor-faktor Genetik
Penderita Diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi, mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes mellitus tipeI yaitu pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen).
2).Faktor-faktor Imunologi
Pada Diabetes tipe I terdapat bukti bahwa adanya suatu respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3).Faktor Lingkungan
Hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Melitus Tipe II
1). Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 Tahun)
2). Obesitas
3). Riwayat Keluarga
4). Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik)
c. Diabetes Tipe Lain
d.Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

4. Patofisiologi
a.    IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
“Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju pada proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.  Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus. Dengan memproduksi antibody terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.  Pada diabetes mellitus dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel dirusak semuanya.  Sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan
defisiensi insulin.  Bukti untuk determinan genetik dari DMTI adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatilitas (HLA) spesifik.  Tipe dari gen histokompatilitas yang berkaitan dengan DMTI (DW3 dan DW4) adalah yang memberi kode kepada protein-protein yang berperan penting dalam interaksi monositlimfosit.  Protein-protein mengatur respons sel T sebagai bagian normal dari respons imun.  Jika terjadi kelainan,  fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan sel-sel pulau Langerhans” ( Price et al, 2005 , hlm. 261).
“Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).  Ketika glukosa yang berlebihan di ekspresikan ke dalam urin, eksresi ini akan diserta pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.  Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.  Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat penurunan simpanan kalori.  Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defesiensi insulin proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hipoglikemia, pecahan lemak mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk sampingan pemecahan lemak.  Ketoasidosis diabetik yang  menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas bau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan keasadaran, koma bahkan kematian” (Brunner dan Suddarth, 2002, hlm. 1223).
b.    NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus)
“Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tak tergantung insulin (DMTTI), penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.  DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.  Pada awalnya terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.  Insulin mula-mula meningkat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel.  Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam peningkatan insulin dengan reseptor.  Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor dan reseptif insulin pada membran sel.  Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin menurun dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan glikemia.  Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus pada akhirnya terjadi pada pasien DMTTI merupakan akibat dari obesitasnya.  Pengurangan berat badan seringkali berkaitan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa” (Price et.al, 2005, hlm. 1261-1262).
“Akibat toleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan prognosis, maka awitan diabeteas tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.  Jika gejalanya dialami pasien gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan.  Iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina, atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya tinggi)”(Brunner dan Suddarth, 2002, hlm.1223).


5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Diabetes melitus
a.    Glikosuria
Terjadi karena hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal.
b.    Poliurida
Timbulnya karena glukosuria yang akan mengakibatkan diuresis.
c.    Polidipsia
Akibat poliuria maka kebutuhan air meningkat dan timbul rasa haus.
d.    Polifagia
Rasa lapar yang semakin besar akibat kehilangan kalori.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah         : Meningkat 200-100 mg/dl, atau lebih
b. Asetat plasma (keton)    :  Positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas    :  Kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum      : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/dl
e.    Elektrolit  :
1). Natrium    : Mungkin normal, meningkat atau menurun
2). Kalium    : Normal atau peningkatan semu (perpindahan
sekuler), akan menurun
3). Fosfor        : Lebih sering menurun

f.    Hemoglobin glikosit: Kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan kontrol diabetes mellitus yang kurang selam 4 bulan terakhir.
g.    Gas darah arteri  : Biasanya menunjukkan PH rendah dan penurunan
  pada HCO¬¬3  (asidosis metabolik)
h.    Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi)
i.    Ureum/ Kreatinin     : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal )
j.    Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab ketosidosis akut.
k.    Insulin darah     : Mungkin menurun/ bahkan sampai tidak ada
(pada tipe I)
l.    Pemeriksaan fungsi tiroid        : Peningkatan aktivitas hormon
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m.    Urine    : Gula dan Aseton positif, berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
7.    Komplikasi
Komplikasi pada Diabetes melitus, dapat berupa komplikasi akut dan komplikasi kronis, komplikasi kronis, berupa komplikasi vaskuler dan non vaskuler.
a.    Komplikasi akut yang sering terjadi
1). Hipoglikemia, yaitu keadaan penurunan kadar glukosa darah dengan gejala berupa gelisah, tekanan darah menurun, lapar, mual, lemah, lesu, keringat dingin, gangguan menghitung sederhana, bibir dan tangan gemetar, sampai terjadi koma.
2). Hiperglikemia, yaitu keadaan kelebihan gula darah yang biasanya disebabkan oleh makan secara berlebihan, stress emosional, penghetian obat DM secara mendadak.  Gejalanya berupa penurunan kesadaran serta kekurangan cairan (dehidrasi).
3). Ketosidosis diabetik, yaitu keadaan peningkatan senyawa keton yang bersifat asam dalam darah yang berasal dari asam lemak bebas hasil dari pemecahan sel-sel lemak jaringan.  Gejala dan tandanya berupa nafsu makan turun, merasa haus, banyak minum, banyak buang air kecil, mual dan muntah, nyeri perut, nadi cepat, pernafasan cepat dan dalam, nafas berbau khas(keton), hipotensi, penurunan kesadaran, sampai koma.
b.    Komplikasi kronis vaskuler dan non vaskuler
1). Rasa tebal pada lidah, gigi, dan gusi yang mempengaruhi rasa                 pengecapan.
2). Gangguan pendengaran timbul rasa berdenging pada telinga
3). Gangguan syaraf (neuropati diabetik), berupa rasa kesemutan dan  kram pada betis.  Pada tahap lebih lanjut dapat terjadi gangguan saraf pusat sehingga mulut mencong, mata tertutup sebelah, kaki pincang, dan sebagainya.
4). Gangguan pembuluh darah, berupa penyempitan pembuluh darah, yaitu mikroangiopati maupun makrongiopati.  Mikroangiopati berupa retinopati gejalanya penglihatan kabur sampai buta juga kelainan fungsi ginjal sedangkan makrongiopati berupa penyempitan pembuluh darah jantung dan otak dengan berbagai manifestasinya.
5). Gangguan seksual, biasanya berupa gangguan ereksi (disfungsi ereksi) pada pria maupun impotensi.
6). Kelainan kulit, berupa bekas luka berwarna merah atau kehitaman terutama pada kakiakibat infeksi yang berulang atau luka susah sembuh.
8.    Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan/ gejala DM.  sedangkan tujuan jangka panjang untuk mencegah komplikasi.  Penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan.
a.    Perencanaan makan (meal planning)
Komposisi seimbang berupa karbohidrat (60%-70%), protein (10%-15%), dan lemak (205-25%).  Apabila diperlukan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memeberikan hasil yang baik.  Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.  Jumlah kandungan kolesterol 300mg/ hari  jumlah kandungan serat ± 25 g/hr, diutamakan jenis serat larut konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
b.    Latihan jasmani
Dilanjutkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ± 0.5 jam yang sifatnya sesuai cripe (continous, rhythmical, interval, progresive, endurancetraining).  Latihan yang dapat dilakukan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang dan bersepeda.
c.    Obat berkhasiat hypoglikemik
Jika kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemberian obat hypoglikemik (oral/ suntikan).
1). Obat hypoglikemik oral (otto)
a)     Sulfonilurea
Obat golongan Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.  Adapun golongan obat ini adalah : klorpropramide, glikbenklamide, tolbutamid, glikuidon.
b)     Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal adapun golongan obat ini adalah metformin.
c)     Inhibitor alfa glukosidase
Menghambat kerja enzim alfa glukosidase didalam saluran pencernaan, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hyperglikemia pascaprandial.
d)    Insulin sensitizing agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bias mengatasi masalah retensi insulin tanpa menyebabkan hypoglycemia.
e)    Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDm adalah DM dengan berat badanmenurun cepat/ kurus, ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hiperosmolar, kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan pencernaan makan, DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosisi maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat.


C.    Konsep Dasar Abses
1.    Pengertian
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.  Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.
2.    Etiologi
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:
a.    Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang diantaranya berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
b.    Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c.    Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:
a.    Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b.    Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c.    Terdapat gangguan sistem kekebalan.
Abses bisa terbentuk di seluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum dan otot. Abses sering ditemukan di dalam kulit atau tepat dibawah kulit, terutama jika timbul di wajah.
3.    Gejala
Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ atau saraf.
Gejalanya bisa berupa:
- nyeri
- nyeri tekan
- teraba hangat
- pembengkakan
- kemerahan
- demam.
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih dahulu tumbuh menjadi lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh.


D.    Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus
1.    Pengkajian
“Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan” (Nursalam, 2001, hlm. 17)
Pengkajian pada pasien dengan DM data-data yang harus dikaji adalah :
a.    Aktivitas/ istirahat
Gejala   :   Lemah, letih, sulitbergerak/ berjalan, kram otot, tunus otot menurun, gangguan tidur/ istirahat.
Tanda   :   Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atu dengan aktivitas, letargi/ disorientasi, koma penurunan kekuatan otot.
b.    Sirkulasi
Gejala    :    Adanya riwayat hipertensi,im akut, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda   :   Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/ tidak ada, disritmia, kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung.Lemah, letih, sulitbergerak/ berjalan, kram otot, tunus otot menurun, gangguan tidur/ istirahat.

c.    Integritas Ego
Gejala   :   Stres, tergantung pada orang lain
Tanda   :  Ansietas, peka rangsang.
d.    Eliminasi
Gejala     :      Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/ terbakar kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/ berulang, nyeri tekan abdomen.
Tanda     :      Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites.
e.    Makanan/ cairan
Gejala     :      Hilang nafsu makan, mual/ muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda     :      Kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen,muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau buah( nafas aseton).
f.    Neurosensor
Gejala     :      Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda     :      Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masalalu) kacau mental, refleksi tendon dalam (RTD) menurun (koma), aktivitas kejang (tahap lanjut dari dekat).
g.    Nyeri/ kenyamanan
Gejala     :      Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat)
Tanda     :      Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati..
h.    Pernafasan
Gejala     :      Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/ tidak)..
Tanda     :      Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernafasan.
i.    Keamanan
Gejala     :      Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda     :      Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurunnya kekuatan umum/ rentang gerak, paralesia/ paralysis otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurrun dengan cukup tajam)
j.    Seksualitas
Gejala     :      Rebas vagina cenderung infeksi) masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.

2.    Diagnosa Keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas data mengidentifiklasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurrunkan, membatasi, menceganh, dan merubah” (Nursalam, 2001:35)
“Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada dalam teori, perencanaan keperawatan pada pasien dengan DM” (Doenges, 2000, hlm. 729)
a.    Kekurangan Volume Cairan
Dapat dihubungkan dengan    :  Diuresis osmotik (dari hiperglikemia).  Kehilangan gastrik berlebihan, diare muntah masukan dibatasi, mual, kacau mental.
Hasil yang diharapkan / kriteria : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, kadar elektrolit dalam batasan normal.
Intervensi
1)    Pantau tanda-tanda vital catat adanya perubahan TD ortostatik.
2)    Pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul/ pernafasan yang berbau keton.
3)    Frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot Bantu nafas dan adanya periode apnoe dan munculnya sianosis.
4)    Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
5)    Kaji nadi perifer, pengisisan kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
6)    Pantau masukan dan pengeluaran catat berat jenis urine.
Kolaborasi
1)    Beriakan terapi cairan sesuai dengan indikasi
2)    Pasang/ pertahankan kateter urine tetap terpasang
3)    Pantau pemeriksaan laboratorium.
b.    Nutrisi, Perubahan : Kurang dari kebutuhan tubuh
Dapat dihubungkan dengan   :  Ketidak cukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein/ lemak)
Penurunan masukan oral, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, penurunan kesadaran.
Hasil yang diharapkan / kriteria : Mencerna jumlah kalori/ nutrient yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya mendemonstrasikan berat badan stabil penambahan kearah biasanya.

Intervensi
1)    Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
2)    Tentukan program diet, dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3)    Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/ perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan sesuai indikasi
4)    Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral.
5)    Identifikasi mkanan yang disukai / dikehendaki.
6)    Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai dengan indikasi.
Kolaborasi
1)    Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stik”
2)    Pantau pemeriksaan labolatorium seperti glukosa darah
3)    Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV secara intermiten atau continue.
4)    Lakukan konsultasi dengan ahli diet
c.    Infeksi, resiko tinggi terhadap (Sepsis)
Dapat dihubungkan dengan               :      Kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada sebelumnya atau ISK .
Hasil yang diharapkan / kriteria : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi.
Intervensi
1)    Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna keruh.
2)    Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yangberhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri
3)    Pertahankan teknik aseptic pada prosedur invasive (pemasangan infus, kateter)
4)    Pasang kateter/ lakukan perawatan perineal dengan baik.
5)    Anjurkan untuk makan dan minum adekuat ( pemasukan makanan dan cairan adekuat).
Kolaborasi
1)    Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan indikasi
2)    Berikan obat antibiotik yang sesuai
d.    Perubahan sensori – perseptual : resiko tinggi terhadap
Faktor resiko meliputi                :    Perubahan kimia endogen : ketidak seimbangan glukosa/ insulin dan/ elektrolit.
Hasil yang diharapkan/ criteria  :    mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan mengkompensasikan adanya kerusakan sensori.
Intervensi
1)    Pantau tanda-tanda vital dan status mental
2)    Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien
3)    Evaluasi lapangan pandangan penglihatan sesuai dengan indikasi.
4)    Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri, atau kehilangan sensori pada paha/ kaki
5)    Bantu pasien dalam ambulansi atau perubahan posisi.
Kolaborasi
1)    Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan
2)    Pantau nilai laboratorium seperti glukosa darah.
e.    Kelelahan
Dapat dihubungkan      :     Penurunan Produksi energi metabolik perubahan kimia darah : insufiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/ infeksi
Hasil yang diharapkan :    Mengungkapkan peningkatan tingkat energi menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi
1)    Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas
2)    Berikan aktivitas alternativ dengan periode istirahat yang cukup
3)    Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum dan sesudah aktivitas
4)    Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat toleransi.
f.    Ketidak berdayaan
Dapat dihubungkan dengan          :    Penyakit jangka panjang/ progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
Hasil yang diharapkan/ Kriteria    :     Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi
1)    Anjurkan pasien/ keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan dirumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
2)    Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu.
3)    Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap pasien.
4)    Tentukan tujuan/ harapan dari pasien atau keluarga.
5)    Tentukan apakah ada perubahan yang berhubungan dengan orang terdekat
6)    Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya seperti ambulasi.
g.    Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Dapat dihubungkan dengan        :    Kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan/ kriteria :    Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi
1)    Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian
2)    Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
3)    Pilih berbagai strategi belajar, seperti tekhnik demonstrasi yang memerlukan keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan ulang.
4)    Diskusikan tentang rencana diet penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah.
5)    Diskusikan faktor –faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM.

3.    Evaluasi
“Evaluasi adalah sesuatu yang merencanakan dan perbandingan yang sistematik pada statuskesehatan klien” (Nursalam, 2001, hlm. 71).
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan
a.    Proses (Formatif)
Adalah evaluasi yang dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b.    Hasil (Sumatif)
Adalah evaluasi yang dapt dilihat pada perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien

0 Response to "Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Abses Pedis"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...