Latest News

Relativitas Budaya


Menurut Clifford Geertz, meskipun masyarakat Indonesia telah terbentuk sejak 1945 tetapi penduduk multi etnis, multi agama, multi bahasa, dan multi rasial cenderung menelusuri identitasnya pada hal-hal yang asli seperti dari mana mereka berasal dan dibesarkan. Dalam rangka hidup berkelompok, penduduk akan mencari, membentuk atau memasuki organisasi yang anggota-anggotanya berasal dari agama, bahasa, etnik, dan ras yang dianggap sama. Hal yang demikian itu oleh Geertz dilihat sebagai pengelompokan yang keanggotaannya didasari ikatan primordial. Dalam konteks lokal keindonesiaan, di mana pola perikehidupan beragama sangat beragam dan plural, relativisme budaya merupakan salah satu cara terbaik untuk menuju sikap arif dan bijak dalam melihat perbedaanperbedaan kebudayaan.

Tetapi hal terpenting bahwa dalam keberagaman budaya yang ada di Indonesia ini adalah kita tidak boleh memahami perilaku kelompok lain hanya dengan membandingkan kebiasaan dan perilaku budaya sendiri. Relativisme budaya haruslah dikembangkan dalam memandang keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Relativisme budaya mampu menggambarkan kenyataan bahwa fungsi dan arti suatu unsur kebudayaan tergantung pada lingkungan kebudayaan itu berkembang. Misalnya suku Eskimo yang selalu menggunakan baju tebal karena hidup di kutub yang sangat dingin. Konsep relativisme kebudayaan tidak berarti bahwa semua adat istiadat mempunyai nilai yang sama juga tidak mengetahui bahwa kebiasaan tertentu pasti merugikan. Di beberapa tempat beberapa pola perilaku mungkin merugikan tetapi di tempat tertentu pola semacam itu mungkin mempunyai tujuan dalam kebudayaannya dan masyarakat itu akan menderita tanpa pola semacam itu kecuali ada penggantinya.

Pengertian relativisme budaya adalah tidak ada kriteria untuk menentukan tinggi dan rendahnya, maju dan mundurnya suatu budaya. Berdasarkan konsep relativisme budaya, semua budaya sama baik dan luhurnya, sama hebat dan sama agungnya. Pada dasarnya penilaian budaya harus dilakukan berdasarkan cara pandang budaya itu sendiri. Budaya sebaiknya jangan dinilai dengan menggunakan tolak ukur budaya lain, karena tidak akan ada kesesuaian antara yang dinilai dengan alat penilaiannya. Sebagai contoh, tolak ukur kedewasaan bagi suku bangsa Nias adalah keberhasilan seorang laki-laki melakukan lompat batu. Hal itu hanya dapat dinilai dari sudut pandang budaya suku bangsa Nias, tidak oleh budaya suku bangsa lain.

Setiap kebudayaan memiliki peradaban. Peradaban memiliki beberapa makna, yaitu hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa dan kebudayaan suatu suku bangsa serta kemajuan lahir batin (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 6). Peradaban sama dengan kebudayaan, apabila peradaban dimaknai sebagai budaya. Dalam hal ini berlaku prinsip relativisme budaya. Peradaban adalah bagian dari kebudayaan, apabila peradaban dimaknai sebagai sopan santun dan budi bahasa. Dalam hal ini juga berlaku prinsip relativisme budaya. Peradaban adalah bagian dari kebudayaan, apabila peradaban dimaknai sebagai kemajuan yang berhubungan dengan teknologi suatu budaya. Dalam hal ini tidak berlaku prinsip relativisme budaya. Bangsa-bangsa di dunia memiliki peradaban yang berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah, ada yang maju dan ada yang belum maju, tergantung pada perkembangan teknologi budayanya.

Fokus sentral dalam relativisme budaya adalah bahwa dalam suatu lingkungan budaya tertentu, beberapa unsur kebudayaan adalah benar karena unsur-unsur itu sesuai dengan lingkungan tersebut, sedangkan unsur-unsur lain salah karena unsur tersebut mungkin sangat bertentangan dengan bagian-bagian kebudayaan lain. Dengan kata lain, suatu kebudayaan adalah perpaduan dan berbagai unsur dari kebudayaan haruslah benar-benar serasi apabila unsur-unsur itu diharapkan berfungsi secara efisien untuk memenuhi kebutuhan manusia.

0 Response to "Relativitas Budaya"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...