Suku bangsa Sikka berdiam di daerah antara Lio dan Larantuka, Kabupaten Sikka, daratan Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nama Sikka kemungkinan berasal dari kerajaan Sikka yang pernah berdiri. Mereka menyebut dirinya dengan Ata Sikka (Orang Sikka). Bahasa mereka sangat dekat dengan bahasa penduduk di Pulau Solor, yaitu samasama kelas bahasa Ambon-Timor dari kelompok bahasa Papuan. Kehidupan ekonomi orang Sikka sangat tergantung kepada perladangan dengan tanaman pokok padi dan jagung, ditambah dengan singkong, sorgum dan ubi jalar manis. Sebagian kecil juga beternak sapi, kambing, kuda, itik, dan ayam. Penduduk yang tinggal dekat pantai bisa pula menangkap ikan, tetapi mereka bukan masyarakat nelayan yang menggantungkan hidup dari hasil laut.
Pola perkampungan tradisional mereka memanfaatkan daerah perbukitan dan lembah yang strategis untuk keamanan, kampung tradisional tersebut memusat pada sebuah batu altar persembahan yang disebut mahe. Dalam kampung terdapat sebuah rumah adat yang disebut woga, yaitu semacam rumah bujang tempat upacara-upacara adat dan keagamaan, seperti tradisi bersunat. Sekarang sebagian sudah membuat pemukiman dengan pola mengikuti alur jalan raya dan ditandai oleh sebuah bangunan gereja sebagai pusat keagamaan warga. Masyarakat Sikka Barat cenderung menganut hubungan patrilineal, sedangkan orang Sikka Timur lebih fleksibel dengan kekerabatan ambilinealnya, di mana anak-anak mengikuti garis keturunan dari kelompok keluarga luas ke mana orang tua mereka menetap. Orang Sikka sangat mengutamakan keluarga luas. Orang Sikka Barat menyebutnya dengan nama ku’at atau ku’at wungung, dan orang Sikka Timur menamainya dengan suku.
Agama Katolik sudah masuk ke dalam masyarakat Sikka sejak zaman raja-raja Sikka dulu, sehingga kehidupan seremonial sudah sejak lama pula diwarnai oleh ritus Katolik. Religi tradisional orang Sikka adalah kepercayaan kepada dewa-dewa. Dewa utama adalah pasangan Lero Wulang dan Niang Tana, yaitu simbol bulan-matahari dan bumi. Selain itu ada pula dewa-dewa yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan kematian. Ritus religi lama yang mengharuskan setiap remaja lelaki disunat sudah tidak ada lagi sejak Ritus Katolik mereka terima sepenuhnya.
Zulyani Hidayah (1999).
0 Response to "kebudayaan Suku bangsa Sikka : studi etnografi"