Latest News

sejarah Perkembangan Kebudayaan Masa Hindu-Buddha di Indonesia

Agama dan kebudayaan Hindu–Buddha tidak diperkenalkan ke Indonesia melalui cara paksaan, tetapi juga tidak diperkenalkan oleh saudagar-saudagar dari India. Pengenalan budaya, agama maupun bahasa Sansekerta jelas bukan bidang dan keahlian para saudagar. Para saudagar masuk ke Indonesia hanya untuk berdagang. Jadi yang paling tepat bahwa para raja atau penguasa di kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia dipengaruhi oleh para pendeta dan kaum Brahmana dari India. Mereka membawa kebudayaan India masuk ke Indonesia terutama melalui penguasa-penguasa di Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan Hindu–Buddha dari India tersebut tidak ditiru sebagaimana adanya, tetapi sudah dipadukan dengan unsur kebudayaan asli Indonesia sehingga terbentuklah unsur kebudayaan baru yang jauh lebih sempurna. Proses percampuran kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Hindu–Buddha dari India dinamakan akulturasi.......

1. Perkembangan Aksara dan Sastra
Aksara mulai muncul di Indonesia pada abad ke-4 M. Prasasti-prasasti pertama ditulis dengan aksara Pallawa, tetapi prasasti-prasasti sebelum abad ke-7 rata-rata tidak bertanggal. Prasasti-prasasti pertama yang ditemukan di Indonesia ditulis dalam bahsa Sanskerta dan aksara Pallawa. Sanskerta adalah bahasa pendidikan di seluruh India, digunakan oleh kalangan terpelajar dan ahli-ahli agama. Bahasa Sanskerta ini kemudian berkembang dan dipakai oleh masyarakat Indonesia pada waktu itu dan mempengaruhi lahirnya bahasa Jawa Kuno yang dipakai sebagai alat komunikasi masyarakat Indonesia selanjutnya. Maka dapat disimpulkan bahwa proses masuknya budaya India ke Indonesia memang disengaja karena dibawa oleh golongan terpelajar dan para ahli agama, bukan oleh para saudagar. Setelah berdirinya Kerajaan Kutai dan disusul oleh kerajaan-kerajaan lain di Indonesia, maka budaya Hindu–Buddha sangat mempengaruhi perkembangan budaya di Indonesia.

Perkembangan sastra pada masa Hindu-Buddha mengalami perkembangan yang cukup pesat. Naskah sastra pada masa Hindu–Buddha biasanya ditulis di atas daun lontar yang dapat tahan dalam waktu yang cukup lama. Dalam perkembangannya kesusateraan pada zaman Hindu-Buddha dibagi menjadi:

a. Zaman Mataram
1) Ramayana dari India karangan Walmiki dalam bentuk Kakawin. Kitab ini terdiri dari tujuh jilid atau tujuh kanda Kitab Ramayana dikarang oleh Walmiki. Kitab Ramayana terdiri atas tujuh jilid (kanda) dan digubah dalam bentuk syair sebanyak 24.000 seloka. Kitab itu berisi perjuangan Rama dalam merebut kembali istrinya, Dewi Sinta (Sita) yang diculik Rahwana. Dalam perjuangan yang selalu ditemani Laksmana (adiknya) itu, Rama mendapat bantuan dari pasukan kera yang dipimpin oleh Sugriwa. Rama juga memperoleh bantuan dari Gunawan Wibisana yang diusir oleh Rahwana (kakaknya). Perjuangan tersebut menimbulkan peperangan besar dan banyak korban berjatuhan. Rahwana beserta anak buahnya gugur dan Dewi Sinta kembali kepada Rama.       

2) Mahabharata juga dari India dihimpun oleh Wyasa Kresna Dwipayana Kitab Mahabharata terdiri atas delapan belas jilid (parwa). Setiap jilid terbagi lagi menjadi beberapa bagian (juga disebut parwa) yang digubah dalam bentuk syair. Cerita pokok meliputi 24.000 seloka. Sebagian besar isi kitab itu menceritakan peperangan sengit selama delapan hari antara Pandawa dan Kurawa. Peperangan itu disebut Perang Bharatayudha. Bharatayudha, artinya peperangan besar antarkeluarga Bharata. Kitab itu menurut cerita dihimpun oleh Wiyasa Kresna Dwipayana. Namun, lebih masuk akal lagi bahwa kitab itu merupakan kumpulan berbagai macam cerita zaman Brahmana pada kurun waktu tahun 400 sebelum Masehi sampai dengan 400 Masehi.

b. Zaman Kediri
1) Kitab Arjunawiwaha karangan Empu Kanwa
2 Kitab Arjunawiwaha menceritakan Arjuna bertapa di Indrakila.
3) Kitab Kresnayana karangan Empu Triguna. Kitab Kresnayana menceritakan pernikahan Kresna dengan Rukmini.
4) Kitab Smaradhahana Karangan Empu Dharmaja Kitab Smaradhahana menceritakan Kamajaya dan Dewi Ratih dari kayangan.
5) Kitab Bharatayudha karangan Empu Sedah dan Panuluh. Kitab Bharatayudha menceritakan peperangan Pandawa dan Kurawa gubahan dari kitab Mahabharata.
6) Kitab Gatutkacasraya karangan Empu Panuluh Kitab Gatutkacasraya menceritakan perkawinan Abimanyu dengan Siti Sundari atas bantuan Gatutkaca.

c. Zaman Majapahit I menggunakan bahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi
1) Negarakertagama ditulis pada masa pemerintahan Hayam Wuruk oleh Mpu Prapanca. Isinya tentang sejarah kerajaan Majapahit dari sisi politik, ekonomi, sosial budaya, militer dan sebagainya.
2) Sutasoma dikarang oleh Mpu Tantular. Kitab ini menceritakan putra raja yang bernama Sutasoma yang rela meninggalkan keduniawian dan mendalami agama Buddha. Dalam kitab ini terdapat kata Bhinneka Tuggal Ika tan hana Darma Mangrwa.
3) Kitab Arjuna Wijaya Karangan Empu Tantular
4) Kitab Arjuna Wijaya menceritakan Rahwana yang harus tunduk kepada Arjuna Sasrabahu.

d. Zaman Majapahit II menggunakan bahasa Jawa Tengahan
1) Pararaton yang berisi dongeng dan mitos terutama Raja-Raja Singasari dan Majapahit.
2) Tantu Panggelaran menceritakan tentang Batara Guru yang mengisi penduduk untuk Pulau Jawa.
3) Calon Arang menceritakan tentang seorang janda yang menguasai ilmu hitam yang bernama calon arang.
4) Sundayana mengisahkan Perang Bubat antara Majapahit dengan Kerajaan Sunda.
5) Pamancangah menceritakan tentang riwayat para Dewa Agung nenek moyang raja-raja kerajaan Gelgel Bali.
6) Usana Bali menceritakan tentang keganasan raksasa Maya Denawa yang mengacau kerajaan Bali.
7) Carita Parahyangan dengan bahasa Sunda Kuno mengisahkan raja-raja Sunda sejak zaman Mataram.

2. Perkembangan Sistem Kepercayaan
Sebelum masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha, di Indonesia telah berkembang kepercayaan animisme dan dinamisme yang merupakan kepercayaan asli nenek moyang kita. Kepercayaan ini berpusat pada pemujaan terhadap roh nenek moyang.

a. Agama Hindu
Masuknya agama Hindu ke Indonesia sekitar abad ke-2 M berpengaruh besar terhadap sistem kepercayaan asli masyarakat Indonesia pada masa itu. Agama Hindu bersifat polytheisme, yaitu menyembah banyak dewa. Dewa dewa dalam agama Hindu biasanya berupa lambang kekuatan alam, seperti Dewa Agni (api), Dewa Bayu (angin), Dewa Surya (matahari), dan sebagainya. Ajaran hidup dalam agama Hindu berpusat pada 4 hal utama, yaitu:
1. Samsara : Hidup di dunia merupakan sebuah penderitaan dan kesengsaraan
2. Karma : Kesengsaraan hidup di dunia diakibatkan oleh perilaku yang tidak terpuji pada masa lalu.
3. Reinkarnasi : Proses kelahiran kembali, kesempatan untuk memperbaiki perilaku buruk masa lalu.
4. Nirvana (Moksa) : Hilang, sempurna, lepas dari samsara, tidak dilahirkan kembali. Abadi di surga.
Umat Hindu memiliki ktab suci Wedha. Kitab Brahmana (tafsir Wedha), da kitab Upanisad, berisi cara-cara agar tidak mengalami “samsara”.

b. Agama Buddha
Agama Buddha diperkenalkan oleh Sidharta, putra Raja Sudodhana dari kerajaan Kapilawastu. Kitab suci agama Buddha adalah Tripitaka, terdiri atas Vinayapitaka (aturan-aturan kehidupan), Suttapitaka (dasar-dasar dalam memberikan pelajaran), dan Abdidharmapitaka (falsafah agama). Pada dasarnya agama Buddha hampir sama dengan agama Hindu. Dua hal yang paling membedakan adalah dalam agama Buddha tidak diperkenankan melakukan upacara kurban dan ajaran Buddha tidak mengenal kasta, sehingga dalam perkembangan selanjutnya agama Buddha pernah lebih berpengaruh dibandingkan Hindu.

Ajaran Buddha mengajarkan bahwa hidup di dunia adalah samsara, samsara ada karena adanya nafsu pada diri seseorang. Samsara akan hilang jika nafsu juga hilang. Agar nafsu hilang seseorang harus menempuh delapan jalan kebenaran. Umat Buddha diwajibkan mengucapkan Tridharma, yaitu mencari perlindungan pada Buddha, Dharma, Sanggha.

Tempat-tempat yang dianggap suci oleh umat Buddha, antara lain tempat kelahiran Sidharta (Taman Lumbini), tempat Sidharta menerima Bodhi (Bodh Gaya), tempat Sidharta pertama kali menyiarkan ajarannya (Benares), dan tempat Sidharta wafat (Kucinagara).

3. Perkembangan Seni Bangunan (Arsitektur)
Kebudayaan Hindu–Buddha yang datang dari India berpengaruh besar terhadap seni bangunan (arsitektur) di Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hindu–Buddha terhadap seni bangunan di Indonesia yang masih dapat dinikmati sekarang hanyalah yang terbuat dari batu dan bata. Bangunan ini erat hubungannya dengan hal keagamaan sehingga bersifat suci. Ini bukan berarti pada saat pengaruh India datang, di Indonesia tidak ada bangunan yang terbuat dari kayu dan bambu. Akan tetapi, kedua bahan itu mudah lapuk sehingga hasil peninggalannya tidak sampai pada kita sekarang.

Bangunan dari batu dan bata yang mendapat pengaruh India yang ditemukan di Indonesia itu disebut candi. Istilah candi ini juga untuk menyebut berbagai bangunan pra-Islam lainnya, termasuk gapura dan tempat pemandian umum, tetapi wujud utamanya adalah tempat pemujaan. Candi berfungsi untuk memuliakan orang yang sudah mati, khususnya para raja dan orang terkemuka. Candi sebagai makam hanya terdapat dalam ajaran agama Hindu.

Pembuatan candi Buddha ditujukan sebagai tempat pemujaan dewa belaka. Di dalamnya tidak terdapat peripih dan arca perwujudan raja. Abu jenazah raja ditanam di sekitar candi dalam bangunan yang disebut stupa. Bangunan candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki, tubuh, dan atap.

a. Kaki candi, bentuknya persegi (bujur sangkar), di tengah-tengah kaki candi inilah ditanamkan  peripih.

b. Tubuh candi, terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan. Dinding luar sisi bilik diberi relung (ceruk) yang berisi arca. Dinding relung sisi selatan berisi Arca Guru, relung utara berisi Arca Durga, dan relung belakang berisi Arca Ganesha. Relung-relung candi yang besar diubah.

c. Atap candi, terdiri atas tiga tingkat, makin ke atas makin kecil dan di puncaknya ada lingga atau stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik) ada sebuah rongga kecil yang dasarnya berupa batu segiempat dengan gambar teratai merah, takhta dewa.
Pada upacara pemujaan, jasad dari dalam peripih dinaikkan rohnya dari rongga atau diturunkan ke dalam arca perwujudan sehingga hiduplah arca itu sebagai perwujudan raja sebagai dewa (pemujaan terhadap nenek moyang).

Bangunan candi di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain Candi Prambanan, Candi Sambisari, Candi Ratu Baka, Candi Gedong Sanga, Candi Sukuh, Candi Dieng, Candi Jago, Candi Singasari, Candi Kidal, Candi Penataran, Candi Surawana, dan Gapura Bajang Ratu. Bangunan candi di Indonesia yang bercorak Buddha, antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Kalasan, Candi Sewu, Candi Sari, dan Candi Muara Takus. Beberapa peninggalan lain di Indonesia yang menyerupai candi, antara lain sebagai berikut.

a. Patirtan atau pemandian, misalnya di Jolotundo dan Belahan di Lereng Gunung Penanggungan; Candi Tikus di Trowulan, Jawa Timur dan Gua Gajah di Gianyar, Bali.
b. Candi Padas di Gunung Kawi Tampaksiring, Bali terdapat sepuluh candi yang dipahatkan seperti relief di tebing-tebing pada Pakerisan.
c. Gapura yang berbentuk seperti candi. Bagian tubuh gapura terdapat pintu keluar-masuk. Misalnya, Candi Plumbangan, Candi Bajang Ratu, dan Candi Jedong.
d. Candi Bentar merupakan jenis gapura berbentuk seperti candi yang dibelah dua sebagai jalan keluar masuk. Misalnya, Candi Wringin Lawang dan Candi Bentar di Panataran.

4. Perkembangan Seni Rupa
Seni rupa di Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu–Buddha dari India. Seni pahat ukir untuk hiasan dinding candi banyak yang dibuat sesuai dengan suasana Gunung Mahameru, tempat kediaman para dewa. Hiasan yang terdapat pada ambang pintu atau relung adalah kepala kala yang disebut banaspati (raja hutan).

Kala yang terdapat pada candi di Jawa Tengah selalu dirangkai dengan makara, yaitu sejenis buaya yang menghiasi bagian bawah kanan kiri pintu atau relung. Hiasan lainnya berupa dedaunan yang dirangkai dengan sulur-sulur melingkar sehingga menjadi sulur gelung dan menghiasi bidang, baik horizontal maupun vertikal. Ada juga bentuk bunga teratai biru (utpala), merah (padma), dan putih (kumala). Warna itu tidak dinyatakan, tetapi cara menggambarkannya berbeda-beda. Pada dinding candi khususnya di Jawa Tengah terdapat hiasan pohon kalpataru, seperti pohon beringin yang diapit oleh dua hewan atau sepasang kenari.

Beberapa candi memiliki relief yang melukiskan suatu cerita yang diambil dari kitab kesusastraan. Relief candi di Jawa Timur bergaya wayang (gepeng). Relief Jawa Tengah bergaya naturalis dengan lekukan-lekukan yang dalam. Pada masa Kerajaan Majapahit relief candi memberi latar belakang pemandangan tentang kesan tiga dimensi. Relief cerita pada candi yang terpenting, antara lain sebagai berikut.

a. Relief Candi Lara Jonggrang menceritakan kisah Ramayana dan Kresnayana.
b. Relief Candi Borobudur menceritakan Karmawibhangga yang menggambarkan perbuatan manusia serta hukum-hukumnya sesuai dengan Gandawyuha (Sudhana mencari ilmu).
c. Relief candi di Jawa Timur menceritakan Kresnayana, Partayana, Kunjarakarna (Candi Jago dan Penataran), dan Sudamala (Candi Tigawangi dan Candi Sukuh).
Bangunan candi pada umumnya juga banyak dihiasi dengan patung atau arca. Patung tersebut biasanya berbentuk arca dewa sebagai lambang orang yang sudah meninggal. Seni patung yang diilhami oleh kebudayaan Hindu juga menghasilkan karya yang indah, baik yang ditemukan di Jawa Tengah, Jawa Timur, maupun daerah lainnya. Misalnya, di Candi Prambanan terdapat Patung Lara Jonggrang, di Jawa Timur (museum di Mojokerto) terdapat sejumlah patung, di antaranya yang terindah ialah Patung Airlangga sebagai Wisnu naik garuda dan Patung Ken Dedes. Sementara itu, patung dewa yang dihasilkan, antara lain Patung Dewa Syiwa, Patung Dewa Brahma, Patung Dewa Wisnu, Patung Durga, Patung Ganesha, Patung Kuwera, dan Patung Haririti. Dalam agama Buddha juga dikenal patung Dhyani Buddha dan Patung Bodhisatwa.

5. Perkembangan Sistem Pemerintahan
Sebelum kedatangan kebudayaan Hindu–Buddha, masyarakat Indonesia merupakan kelompok sosial yang dipimpin oleh kepala suku. Setelah kedatangan kebudayaan Hindu–Buddha dari India, struktur masyarakat Indonesia berkembang lebih teratur dan terorganisasi. Kelompok masyarakat yang sebelumnya berupa suku-suku berubah menjadi kerajaan. Sebutan kepala pemerintahannya pun berubah dari kepala suku menjadi raja.

Perubahan lain yang tampak dengan masuknya pengaruh Hindu–Buddha ke Indonesia dalam sistem pemerintahan adalah berubahnya konsep pemilihan pemimpin. Sebelum datang pengaruh Hindu–Buddha, seorang pemimpin dipilih karena mempunyai kemampuan tertentu yang tidak dimiliki orang lain dan bukan karena keturunan. Namun, setelah pengaruh Hindu–Buddha datang, kepemimpinan itu cenderung berdasarkan keturunan. Raja juga memperkuat kedudukan dan kekuasaannya dengan menyatakan bahwa dirinya adalah penjelmaan atau masih keturunan dewa. Raja memiliki kesaktian dan berbeda dari rakyat umum.

Konsep raja sebagai penjelmaan atau keturunan dewa, misalnya terlihat pada masa pemerintahan Raja Purnawarman di Tarumanegara. Untuk memperkuat kedudukan dan kekuasaannya, raja membuat Prasasti Ciaruteun. Wujud prasasti itu berupa sepasang tapak kaki besar di atas sebuah batu kali dengan beberapa keterangan. Sepasang tapak kaki yang dipahatkan milik Raja Purnawarman itu diidentikkan dengan tapak kaki Dewa Wisnu.

Masuknya pengaruh kebudayaan Hindu–Buddha menyebabkan bentuk kerajaan yang berkembang di Indonesia juga mempunyai corak Hindu atau Buddha. Kerajaan-kerajaan yang muncul dan mendapat pengaruh Hindu– Buddha, antara lain sebagai berikut.
a. Kerajaan di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram Hindu (Mataram Kuno), Kahuripan (Airlangga), dan Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu terbesar di Indonesia.
b. Kerajaan di Indonesia yang bercorak Buddha, antara lain Kerajaan Holing, Melayu, Sriwijaya, dan Mataram Buddha. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Buddha terbesar di Indonesia.......

0 Response to "sejarah Perkembangan Kebudayaan Masa Hindu-Buddha di Indonesia"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...