Latest News

Sejarah Kerajaan Aceh

Aceh semula menjadi daerah taklukan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka jatuh ke tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di Pelabuhan Malaka beralih ke pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera berkembang dengan cepat dan akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh berdiri sebagai kerajaan merdeka. Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus sebagai pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah (1514–1528).....

a. Bidang Politik
Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai berikut.......
1) Letak ibu kota Aceh sangat strategis, yaitu di pintu gerbang pelayaran dari India dan Timur Tengah yang akan ke Malaka, Cina, atau ke Jawa.
2) Pelabuhan Aceh (Olele) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang. Pelabuhan itu terlindung oleh Pulau We, Pulau Nasi, dan Pulau
Breuen dari ombak besar.
3) Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang penting. Aceh sejak dahulu mengadakan hubungan dagang internasional.
4) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur pelayaran beralih melalui sepanjang pantai barat Sumatra.

Aceh selain memiliki wilayah yang luas juga mampu melakukan perdagangan ke wilayah Cina, India, Gujarat, Timur Tengah, sampai ke Turki. Sultan Iskandar Muda selama 20 tahun berhasil menekan perdagangan orang-orang Eropa dan menerobos jalur perdagangan Portugis mulai dari Selat Malaka sampai ke Teluk Persia.

Corak pemerintahan Aceh terbagi atas pemerintahan sipil dan pemerintahan atas dasar agama.
1) Pemerintahan Sipil
Pemerintahan sipil dipimpin oleh kaum bangsawan. Setiap kampung (gampong) dipimpin oleh seorang uleebalang. Beberapa gampong digabung menjadi sagi yang dipimpin oleh seorang panglima sagi. Ia berkuasa atas daerahnya dan berhak memilih sultan. Kaum bangsawan yang memegang kekuasaan sipil disebut teuku.

2) Pemerintahan atas Dasar Agama
Pemerintahan atas dasar agama dilakukan dengan menyatukan beberapa gampong dengan sebuah masjid yang disebut mukim. Kepala tiap-tiap mukim disebut imam. Kaum ulama yang berkuasa dalam bidang keagamaan disebut teungku.

b. Bidang Sosial Budaya
Letak Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju pesat. Dengan demikian, kebudayaan masyarakatnya juga makin bertambah maju karena sering berhubungan dengan bangsa lain. Contoh dari hal tersebut adalah tersusunnya hukum adat yang dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta Alam.

Menurut Hukum Adat Makuta Alam pengangkatan sultan haruslah semufakat hukum dengan adat. Oleh karena itu, ketika seorang sultan dinobatkan, ia berdiri di atas tabal, ulama yang memegang Al-Qur’an berdiri di kanan, sedangkan perdana menteri yang memegang pedang berdiri di kiri. Pada umumnya, di Aceh pangkat sultan turun kepada anak. Sultan diangkat oleh rakyat atas mufakat dan persetujuan ulama serta orang-orang cerdik pandai. Adapun orang-orang yang diangkat menjadi sultan dalam hukum agama Islam harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1) mempunyai kecakapan untuk menjadi kepala negara (merdeka, dewasa,
berpengetahuan, dan adil);
2) cakap mengurus negeri, hukum, dan perang;
3) mempunyai kebijaksanaan dalam hal mempertimbangkan serta menjalankan hukum dan adat.

Jika sultan mangkat sebelum ada pengganti oleh karena beberapa sebab lain, Panglima Sagi XXII Mukim yang menjadi wakil raja. Ia bertugas menjalankan pemerintahan dan menerima hasil yang didapat dari Aceh sendiri dan daerah taklukkan. Jika sudah ada yang patut diangkat menjadi sultan, perbendaharaan itu pun dengan sendirinya berpindah kepada yang berhak.

Hukum Adat Makuta Alam memberikan gambaran kekuasaan Sultan Aceh,
seperti berikut:
1) mengangkat panglima sagi dan ulebalang, pada saat pengangkatan mereka
mendapat kehormatan bunyi dentuman meriam sebanyak 21 kali;
2) mengadili perkara yang berhubungan dengan pemerintahan;
3) menerima kunjungan kehormatan termasuk pedagang-pedagang asing;
4) mengangkat ahli hukum (ulama);
5) mengangkat orang cerdik pandai untuk mengurus kerajaan;
6) melindungi rakyat dari kesewenang-wenangan para pejabat kerajaan.

Dalam menjalankan kekuasaan, sultan mendapat pengawasan dari alim ulama, kadi, dan Dewan Kehakiman. Mereka terutama bertugas memberi peringatan kepada sultan terhadap pelanggaran adat dan syara’ yang dilakukan. Sultan Iskandar Muda berhasil menanamkan jiwa keagamaan pada masyarakat Aceh yang mengandung jiwa merdeka, semangat membangun, rasa persatuan dan kesatuan, serta semangat berjuang antipenjajahan yang tinggi. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah. Itulah sebabnya, bangsa-bangsa Barat tidak mampu menembus pertahanan Aceh.

c. Bidang Ekonomi
Bidang perdagangan yang maju menjadikan Aceh makin makmur. Setelah Sultan Ibrahim dapat menaklukkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh makin bertambah makmur. Dengan kekayaan melimpah, Aceh mampu membangun angkatan bersenjata yang kuat. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh mencapai puncak kejayaan. Dari daerah yang ditaklukkan didatangkan lada dan emas sehingga Aceh merupakan sumber komoditas lada dan emas. Pada masa pemerintahan Iskandar Muda muncul ahli tasawuf yang terkenal, yaitu Hamzah Fansyuri dan muridnya Syamsudin as Sumatrani.

Sultan Iskandar Muda mangkat pada tahun 1636 dan digantikan oleh menantunya, Iskandar Thani (1636–1641). Masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani tidak lama karena ia tidak memiliki kepribadian dan kecakapan yang kuat seperti Sultan Iskandar Muda. Pengawasan kepada para panglima yang mengurusi perdagangan mengendur sehingga mereka dapat berbuat semaunya. Daerah-daerah yang jauh dari pemerintah pusat mulai kurang loyal terhadap sultan. Terlebih lagi setelah Nur ar Din al Raniri (Nurrudin ar Raniri) ahli tasawuf yang beraliran ortodoks dari Gujarat datang ke Aceh. Sejak Sultan Iskandar Muda mangkat, Aceh terus-menerus mengalami kemunduran dan akhirnya pada permulaan abad ke-20 (1935) dapat dikuasai oleh Belanda walaupun dengan susah payah.

Kemunduran Aceh ketika itu disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
1) Kekalahan perang Aceh melawan Portugis di Malaka pada tahun 1629 membawa korban jiwa dan harta benda (kapal-kapal) yang cukup besar.
2) Tokoh pengganti Sultan Iskandar Muda tidak secakap pendahulunya.
3) Permusuhan yang hebat di antara kaum ulama yang menganut ajaran Syamsudin as Sumatrani dan penganut ajaran Nur al Din ar Raniri.
4) Daerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat, seperti Johor, Perlak, Pahang, Minangkabau, dan Siak melepaskan diri dari Aceh.
5) Pertahanan Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa lainnya berhasil mendesak dan menggeser daerah perdagangan Aceh. Akibatnya, perekonomian Aceh makin lemah.......

0 Response to "Sejarah Kerajaan Aceh"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...