Latest News

ASuhan KEPerawatan BAYI RISIKO TINGGI ; TETANUS NEONATORUM

A.    Bayi Risiko Tinggi
Dalam Surasmi (2003), bayi risiko tinggi adalah bayi yang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit atau kematian daripada bayi lain. Istilah bayi risiko tinggi digunakan untuk menyatakan bahwa bayi memerlukann perawatan dan pengawasan yang ketat. Pengawasan dapat dilakukan beberapa jam sampai beberapa hari. Pada umumnya  bayi risiko tinggi terjadi pada lahir sejak lahir sampai usia 28 hari yang disebut neonatus. Hal ini disebabkan kondisi atau keadaan bayi yang berhubungan dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim.
Penilaian dan tindakan yang tepat pada bayi risiko tinggi sangat penting karena dapat mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada bayi yang dapat menimbulkan cacat atau kematian.

B.     Klasifikasi Bayi Risiko Tinggi
Dalam Surasmi (2003), bayi berisiko tinggi sering diklasifikasi berdasarkan berat badan lahir, umur kehamilan, dan adanya masalah patofisiologi yang menyertai bayi tersebut. Di bawah ini akan diuraikan penggolongan bayi berisiko tinggi berdasarkan klasifikasi :
1.      Klasifikasi berdasarakan berat badan
Semua bayi yang lahir dengan berat badan sama atau kurang dari 2500 gram disebut bayi berat badan lahir rendah (BBLR). BBLR dikelompokkan sebagai berikut:
a.       Bayi berat badan lahir amat sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1000 gram.
b.      Bayi berat badan lahir sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1500 gram.
c.       Bayi berat badan lahir cukup rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1501-2500 gram.


2.      Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan
Adapun klasifikasi bayi berisiko tinggi berdasarkan umur kehamilan ialah:
a.       Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan belum mencapai 37 minggu.
b.      Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 38-42 minggu.
c.       Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan > 42 minggu.

3.      Klasifikasi berdasarkan umur kehamilan dan berat badan
Dahulu berat badan lahir dianggap dapat memberikan taksiran usia kehamilan dengan tepat, sehingga bayi yang lahir dengan berat 2500 gram atau lebih dianggap cukup matang. Pertumbuhan rata-rata bayi di dalam lahir tidak sama, karena pertumbuhan bayi di dalam rahim dipengaruhi oleh berbagai faktor (keturunan, penyakit ibu, nutrisi, dan sebagainya). Oleh karena itu, dilakukan penggolongan dengan menggabungkan berat badan lahir dan usia kehamilan sebagai berikut:
a.       Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) dalam bahasa Inggris disebut small-for-gestational-age (SGA) atau small-for-date (SFD), yaitu bayi yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan intra uteri dengan berat badan terletak di bawah persentil ke-10 dalam grafik pertumbuhan intra-uterin.
b.      Bayi sesuai untuk masa kehamilan (SMK) atau dalam bahasa Inggris disebut appropriate-for-gestational-age (AGA), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, yaitu berat badan terletak antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan intra-uterin.
c.       Bayi berat untuk masa kehamilan atau dalam bahasa Inggris disebut large-for-gestational-age (AGE), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan lebih besar untuk usia kehamilan dengan berat badan terletak di atas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan  intra-uterin.




4.      Klasifikasi berdasarkan masalah patofisiologis
a.       Klasifikasi berdasarkan masalah patofisiologis, yaitu semua neonatus yang lahir disertai masalah patofisiologis atau mengalami gangguan fisiologis.
b.      Klasifikasi berdasarkan masalah fisiologis, berkaitan erat dengan gangguan kimia (mis. Hipoglikemia, hipokalsemia) dan konsekuensi dari ketidakmatangan organ dan sistem (mis. Hiperbilirubin, sindrom gawat napas, hipotermi).

C.     Tetanus Neonatorum
1.      Pengertian
Tenanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani (Mansjoer, 2000). Menurut Ngastiyah (1997), tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak aseptik.
Dalam Hidayat (2005), tetanus neonaturum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya infeksi melalui tali pusat. Menurut Surasmi (2003), tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia 0-1 bulan).
Tatanus sendiri merupakan penyakit toksemia akut yang menyerang susunan saraf pusat, oleh karena adanya tetanaspasmin dan Clostridium tetani. Tetanus juga dikenal dengan nama lockjaw, karena salah satu gejala penyakit ini adalah mulut yang sukar dibuka (seperti terkunci).

2.      Etiologi
Menurut Ngastiyah (1997), penyebab tetanus adalah Clostridium tetani, yang infeksinya biasa terjadi melalui luka dari tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan tali pusat tidak menggunakan alat-alat yang steril hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu atau pisau/gunting yang tidak disterilkan dahulu. Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat tradisional seperti abu dan kapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.

Tetanus terdapat diseluruh dunia tetapi insidens di negara maju sudah sangat jarang. Penyakit tetanus ini masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang karena sanitasi lingkungan yang kurang baik dan imunisasi aktif yang belum mencapai sasaran.
Di Indonesia dan negara berkembang lain, penyakit tetanus neonatorum masih menjadi masalah. Hal ini terutama disebabkan oleh pertolongan persalinan bagi sebagian masyarakat masih menggunakan tenaga non-profesional (dukun bayi/peraji). Faktor lain adalah sebagian ibu yang melahirkan tidak atau belum mendapat imunisasi tetanus toksid (TT) pada masa kehamilannya.

3.      Patofisiologis
Menurut Suryadi dan Yuliana (2001), penyakit pada tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti: luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor, dan pada bayi dapat melalui tali pusat.
Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spaame otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Kemudian tetanolysin yang nampaknya tidak significane.
Exsotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh arititoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin; adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang.
Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14 hari.




4.      Manifestasi Klinis
Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tetapi bisa berkurang atau lebih. Gejala klinis infeksi tetanus neonatorum umumnya muncul pada hari ke 3 sampai ke 10 (Surasmi, 2003).
Gejala tetanus neonatorum (Hidayat, 2005), antara lain :
a.       Kesulitan menetek, mulut mencucu seperti ikan (harpermond) karena adanya trismus pada otot maseter mulut, sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik.
b.      Adanya spasme otot dan kejang
c.       Leher kaku dan opistotonus, kondisi tersebut akan menyebabkan liur sering terkumpul di dalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi
d.      Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang otot pernapasan dan sianosis
e.       Suhu meningkat sampai dengan 390 C
f.       Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah muka rhisus sardonikus
g.      Ekstremitas kaku
h.      Sangat sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan menangis

5.      Komplikasi
Menurut FKUI (1991), komplikasi pada tetanus neonatorum adalah:
a.       Bronkopneumonia
b.      Asfiksia dan sianosis akibat obstruksi saluran pernafasan oleh sekret
c.       Sepsis neonatorum

6.      Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suryadi dan Yuliana (2001), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita tetanus neonaturum adalah:
a.       Pemeriksaan fisik; adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
b.      Pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat).


7.      Pengobatan dan Pencegahan
Dalam Surasmi (2003), pengobatan dan pencegahan yang dapat dilakukan pada tetanus neonaturum adalah:
a.       Tetanus imunoglobulin (TIG) manusia. TIG diberikan secara intramuskular dengan dosis 250-500 unit. TIG ini diberikan dengan maksud untuk menetralisasi toksin yang beredar dalam darah.
b.      Antitetanus serum (ATS). ATS diberikan bila tidak tersedia TIG. Selama pemberian harus diperhatikan, karena ATS ini berasal dari serum kuda sehinga harus diantisipasi kemungkinan terjadinya syok anafilksis. Dosis ATS 3000-5000 unit secara intramuskular.
c.       Antikonvulsan. Obat ini diberikan untuk merelaksasi otot dan kepekaan jaringan saraf terhadap ransanga. Obat yang lazim digunakan adalah diazepam (dengan dosis 0,5  mg/kg BB/hari dibagi dalam beberapa dosis dan diberikan intravena atau intramuskular) dan fenobarbital (denga dosis 10-20 mg/kg BB/hari dibagi 4 kali).
d.      Antibiotika. Antibiotika digunakan untuk membunuh kuman c. Tetani dalm bentuk vegetatif. Antibiotika yang paling sering digunakan adalah penisilin procain. Dosis 200.000 U/kg BB/hari diberikan intramuskular selama 10 hari 3 hari setelah panas turun.
e.       Oksigen diberikan bila terjadi asfiksasi atau sianosis.
f.       Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah melakukan imunisasi dengan tetanus toksoid (TT) pada wanita calon pengantin dan ibu hamil sebanyak dua kali dengan interval minimal satu bulan. Selain itu, tindakan memotong dan merawat tali pusat harus secara steril.
 

ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
Menurut Surasmi (2003), pengkajian yang dapat dilakukan terhadap bayi adalah:
1.      Pengkajian umum bayi baru lahir
a.       Timbang berat badan setiap hari
b.      Ukur panjang badan dan lingkar kepala secara periodik
c.       Deskripsikan bentuk badan secara umum, postur saat istirahat, kelancaran pernapasan, edema dan lokasinya.
d.      Deskripsikan setiap kelainan yang tampak
e.       Deskripsikan tanda adanya penyulit; warna pucat, mulut terbuka, menyeringai, dan seterusnya.

2.      Pengkajian sistem pernapasan
a.       Bentuk dada, kesimetrisannya, adanya luka dan penyimpangan lain.
b.      Penggunaan otot bantu pernapasan; pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta atau subklavikular.
c.       Frekuensi pernapasan, keteraturan pernapasan
d.      Auskultasi suara pernapasan, perhatikan stridor crackles, mengi, ronchi basah, pernapasan mendengkur, dan keseimbangan suara pernapasan.
e.       Deskripsikan suara tangis bayi: keras, merintih.
f.       Deskripsikan pemakaian oksigen pada saat kelahiran meliputi dosis, metode, tipe ventilator, dan ukuran tabung yang digunakan.

3.      Pengkajian sistem kardivaskuler
a.       Tentukan frekuensi dan irama denyut jantung
b.      Dengarkan suara denyut jantung; murmur
c.       Tentukan titik letak jantung tempat denyut dapat didengar, pada palpasi akan kita ketahui perubahan intensitas jantung
d.      Kaji warna kulit bayi, apakah sianosis, pucat
e.       Warna kuku, mukosa, bibir
f.       Ukur tekanan darah, ukur masa pengisian kapiler perifer (2-3 detik) dan perfusi perifer

4.      Pengkajian sistem gastrointestinal
a.       Deskripsikan adanya distensi abdomen: pembesaran lingkaran, kulit mengkilat, eritema pasa dinding abdomen, terlihat gerakan peristaltik, dan kondisi umbilikus
b.      Kalau menggunakan selang nasogastrik (NG), deskripsikan tipe selang pengisap dan cairan yang keluar (jumlah, warna, pH)
c.       Deskripsikan warna, kepekatan, dan jumlah muntahan
d.      Periksa raba (palpasi) batas hati
e.       Kaji warna dan kepekatan feses, periksa adanya darah, atau ada indikasi perubahan feses
f.       Kaji suara gerakan (peristaltik) usus pada bayi yang sudah mendapatkan makanan

5.      Pengkajian genitourinaria
a.       Deskripsikan setiap kelainan pada genetalia
b.      Kaji jumlah, warna, pH, berat jenis urine dan hasil lab yang ditemukan

6.      Pengkajian sistem neurologis-muskulokeletal
a.       Deskripsikan pergerakan bayi, apakah gemetar, spontan, menghentak, tingkat aktivitas bayi dengan rangsangan berdasarkan usia kehamilan
b.      Kaji posisi bayi, apakah fleksi atau ekstensi
c.       Amati atau periksa refleks Moro, mengisap, rooting, Babinski, plantar.
d.      Kaji perubahan lingkar kepala (kalau ada indikasi), ukur tegangan fontanel dan garis sutura
e.       Tentukan respon pupil bayi yang lahir pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu

7.      Pengkajian temperatur
a.       Ukur suhu kulit dan aksila
b.      Tentukan suhu ruangan
8.      Pengkajian kulit
a.       Tentukan setiap penyimpangan warna kulit, area kemerahan, iritasi, abrasi
b.      Tentukan tekstur dan turgor kulit, apakah kering, ahlus, atau bernoda
c.       Kaji setiap adanya kelainan bawaan pada kulit, seperti tanda lahir, ruam, dan lain-lain

Menurut Surasmi (2003), hal-hal yang harus dikaji pada bayi yang menderita tetanus neonatorum meliputi :
1.      Apakah ibu mendapat imunisasi TT selama kehamilan ?
2.      Bagaimana riwayat pertolongan persalinan, siapa yang menolong persalinan (dokter, bidan, atau dukun)?
3.      Bagaimana perawatan tali pusat, obat apa yang digunakan dalam perawatan tali pusat?
4.      Riwayat penyakit saat ini, kapan bayi menampakkan kelainan atau gejala penyakit tatanus?
5.      Pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan) dan tingkat kesadaran?

A.    Intervensi Keperawatan
Dalam Suryadi dan Yuliana (2001), intervensi keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain:
1.      Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau produksi mukus.
Tujuan : meningkatkan kepatenan jalan nafas dan mencegah aspirasi.
a.       Kaji status pernapasan setiap 2-4 jam.
b.      Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati dan pasti.
c.       Gunakan sundip lidah saat kejang.
d.      Miringkat ke samping untuk drainage.
e.       Pemberian oksigen sesuai program.
f.       Pemberian sedative sesuai program.
g.      Pertahanan kepatenan jalan napas dan bersihan mukus.
2.      Risiko injury berhubungan dengan aktivitas kejang.
Tujuan : menghindari terjadinya injury pada anak.
a.       Pasang pangaman tempat tidur.
b.      Tempatkan anak pada tempat tidur atau pengalas yang lembut.
c.       Hindari hal-hal yang dapat meningkatkan rangsangan kejang; suara, sinar yang terang, sentuhan-sentuhan.
d.      Anak harus diistirahatkan dan tempatkan pada ruangan yang khusus.
e.       Antisipasi prosedur-prosedur yang dapat merangsang untuk terjadinya kejang.
f.       Hindari benda-benda yang membahayakan.
g.      Pasang sudip lidah pada mulut bila kejang.
h.      Tempatkan anak dengan posisi miring ke samping saat kejang untuk mencegah lidah jatuh ke belakang yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
i.        Jangan menggunakan restrain pada anak.
j.        Catat aktivitas kejang; frekuensi, lamanya dan faktor pencetusnya.
k.      Pantau pernapasan selama kejang, buka baju yang dapat mengganggu saat kejang.
l.        Berikan antikejang dan antibiotik sesuai program.

3.      Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan Intake cairan yang kurang.
Tujuan : meningkatkan status hidrasi anak.
a.       Kaji intake dan output.
b.      Kaji tanda-tanda dehidrasi; ubun-ubun, membran mukosa, dan turgor kulit.
c.       Berikan dan pertahankan intake cairan oral atau parenteral sesuai indikasi.
d.      Monitor berat jenis urine.
e.       Pertahankan kepatenan NGT.

4.      Nyeri berhubungan dengan toksin dalam sel saraf dan aktivitas kejang.
Tujuan : mengurangi rasa nyeri.
a.       Kaji tingkatan nyeri.
b.      Pemberian antikejang, dan penenang.
c.       Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan rangsang.
d.      Berikan suasana lingkungan yang tenang.
e.       Tempatkan pada tempat tidur yang nyaman.
5.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesukaran menelan dan membuka mulut dan adanya aktivitas kejang.
Tujuan : meningkatkan status nutrisi pada anak.
a.       Pertahankan NGT untuk intake makanan.
b.      Kaji bising usus bila perlu dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang.
c.       Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein.
d.      Berikan nutrisi parenteral sesuai program.
e.       Timbang berat badan sesuai protokol.


0 Response to "ASuhan KEPerawatan BAYI RISIKO TINGGI ; TETANUS NEONATORUM"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...