Latest News

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala sedang

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan
1. Tengkorak
Struktur tulang yang menutup dan melindunginya. Tengkorak di bagi dalam dua bagian utama yaitu kranium dan tulang muka. Kranium terbentuk oleh delapan buah bagian tulang yang di hubungkan oleh serangkaian penghubung yang sangat kuat yang disebut Sutura.
Tulang tengkorak terbagi dalam 5 bagian yaitu :
a. Anterior
Pada bagian anterior, tulang tengkorak dapat di bagi atas
Os Frontale dan kedua Os Zygomaticum, kedua orbita, daerah hidung, maxilla dan Mandibula.
b. Lateral
Pada bagian lateral, tulang tengkorak terdiri dari tulang-tulang cranium dan tulang-tulang wajah.

c. Posterior
Pada bagian posterior tengkorak di bentuk oleh Os occipital, bagian kedua Os Parietale, dan bagian mastoideal kedua Os temporal.
d. Inferior
Pada bagian inferior tengkorak (dasar tengkorak) terdapat procesus palatinus maxilla dan Os palatum, Os shenoidal
e. Superior
Pada bagian supeior tengkorak berbentuk jorong, ke arah posterior melebar karena kedua tuber parietale. Di dalamnya terdapat empat tulang yang bersatu membentuk calvaria terlihat dari aspek superior. Os prontale di sebelah anterior, kedua Os parietale dextra dan sinistra, dan Os occipitale di sebelah posterior.
2. Sistem Syaraf Pusat
a. Otak
Otak terletak di dalam rogga kranium tengkorak, berat otak kira-kira 3 pounds (1 ½ Kg) di bagi 3 bagian yaitu :
1) Cerebrum
Adalah bagian otak yang paling besar, kira-kira 80% dari berat otak Cerebrum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh Korpus Kallosum. Setiap hemisfer terbagi atas 4 lobus yaitu lobus frontal, parietal, temporal dan oksipital :

a) Lobus Prontal
Berfungsi sebagai aktivitas motorik, fungsi intelektual, emosi dan fungsi fisik. Pada bagian prontal kiri terdapat area broca yang berfungsi sebagai pusat motorik bahasa.
b) Lobus parietal
Terdapat sensasi primer dari korteks berfungsi sebagai proses input sensori, sensasi posisi, sensasi raba, tekan dan perubahan suhu ringan.
c) Lobus temporal
Mengandung area auditorius, tempat tujuan sensasi yang datang dari telinga berfungsi sebagai input perasa, pendengaran, pengecapan, penciuman dan proses memori.
d) Lobus occipital
Mengandung area visual otak, berfungsi sebagai penerima informasi dan menafsirkan warna refleks visual.
2) Batang Otak
Batang otak terdiri dari otak tengah (Mesencephalon), pons dan medula oblongata, berfungsi pengaturan reflek untuk fungsi vital tubuh.
a) Otak tengah berfungsi sebagai kontrol refleks pergerakan mata akibat adanya stimulus pada nervus kranial III dan IV,
b) Pons
Menghubungkan otak tengah dengan medula oblongata, berfungsi sebagai pusat-pusat refleks pernafasan.
c) Medula oblongata
Mengandung pusat reflek pernafasan, bersin, menelan, batuk, muntah, sekresi saliva dan Vasokontriksi, saraf kranial IX, X, XI dan XII keluar dari medula oblongata.
3) Cerebellum
Besarnya kira-kira ¼ dari cerebrum, antara cerebellum dan cerebrum di batasai oleh tentorium serebri. Fungsi utama cerebrum koordinasi aktivitas muskuler, kontrol tonus otot, mempertahankan postur dan keseimbangan

b. Medula Spinalis
Medula Spinalis atau sum-sum tulang belakang bermula pada medula oblongata. Menjulur kearah Kaudal foramen magnum dan berakhir di antara lumbalis pertama dan kedua. Fungsi medula spinalis sebagai gerakan otot tubuh dan pusat refleks.
3. Sistem Saraf Perifer
Sistem Saraf Perifer terbagi atas Saraf Spinal dan Saraf Kranial
a. Saraf Spinal
Terdiri atas 31 pasang Saraf Spinal yang terbagi atas :
1) 8 pasang Saraf Servikal
2) 12 pasang Saraf Torakal
3) 5 pasang Saraf lumbal
4) 5 pasang Saraf Sacral
5) 1 pasang Saraf Coccigeal
B. Konsep Dasar Cedera Kepala
1. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan intertitial dalam substansi otak tampak di ikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Brunner & Suddarth 2002 : 2210).
Trauma krania serebral atau trauma kepala merupakan trauma atau yang di sebab kan oleh kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan kerusakan atau perubahan tingkat kesadaran (Donna & Merylin : 1993).
Dari pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu peristiwa traumatik yang mempengaruhi dari dfungsi otak yang disebabkan benturan sehingga menyebabkan perdarahan dan kerusakan fungsi otak.
2. Etiologi
Cedera kepala dapat di sebabkan karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh. Kecelakaan industri, kecelakaan olah raga, luka pada persalinan. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Brunner & Suddarth 2002 : 2210).

3. Mekanisme Cedera
Berdasarkan benturan pada kepala yang dapat di sebabkan karena adanya daya/kekuatan yang mendadak di kepala. Ada tiga mekanisme yang berpengaruh dalam trauma kepala yaitu :
a. Aselerasi
Kepala diam di bentur oleh benda yang bergerak, biasanya yang terjadi hanyalah luka benturan karena akan bergerak mengikut arah gaya benturan.
b. Deselerasi
Kepala yang bergerak membentur benda yang diam. Kekuatan benturan akan bekerja penuh pada kepala dan dapat menyebabkan terjadi bermacam-macam lesi.


c. Deformasi
Kepala yang bergerak karena menyender pada benda lain, di bentur oleh benda bergerak
d. Coup or counter (aselerasi, deselerasi)
Cedera kepala yang kompleks karena melibatkan struktur-struktur kranium, parenkim, otot dan jaringan otak sehingga mengakibatkan fungsi terganggu
4. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala-gejala yang muncul bergantung pada cedera lokal dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukkan adanya fraktur tengkorak, tingkat kesadaran dan kerusakan jaringan otak.
1. Fraktur Tengkorak
Fraktur tengkorak dapat melukai pembuluh darah dan saraf-saraf otak, merobek durameter yang mengakibatkan perembesan cairan serebrospinalis, jika terjadi fraktur tengkorak kemungkinan yang terjadi adalah :
• Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung (rhinorhoe) dan telinga (Otorrhoe).
• Kerusakan saraf kranial
• Perubahan di belakang membran timpani
• Ekimosis pada periorbital
Jika terjadi fraktur basiler, kemungkinan adanya gangguan pada saraf kranial dan kerusakan bagian dalam telinga sehingga kemungkinan tanda dan gejalanya :
• Perubahan tajam penglihatan karena nervus optikus.
• Dilatasi pupil dan hilangnya kemampuan pergerakan beberapa otot mata karena kerusakan nervus okulomotorius.
• Paresis wajah karena kerusakan nervus fasialis
• Vertigo karena kerusakan otolith dalam telinga bagian dalam
• Nistagmus karena kerusakan pada sistem vestibular
• Warna kebiruan di belakang telinga diatas mastoid (Battle sign)

5. Klasifikasi Cedera Kepala
a. Berdasarkan kerusakan jaringan otak
• Komosio serebri (Gegar Otak) gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia.
• Kontusio serebri (memar) gangguan fungsi neuron logik disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontuinitas otak masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.
• Laserasi serebri, gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga intrakranial.
b. Berdasarkan berat ringannya cedera kepala
• Cedera kepala ringan : Jika GCS antara 13-15 dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.
• Cedera kepala sedang : Jika nilai GCS antara 9-12 hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak dan disorientasi ringan.
• Cedera kepala berat : Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio, laserasi atau adanya hematom edema serebral.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (Computed Tomography Scanning)
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran secara mendetail bagian-bagian yang cedera terhadap jaringan yang lunak.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk menentukan perubahan patologi sistem saraf pusat.
c. Angiografi
Untuk menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan , trauma.
d. EEG
Untuk menentukan prognosis dengan merekam pantauan atau ulangan membantu menetapkan lokasi nyeri



7. Komplikasi
Adapun komplikasi dari cedera kepala berat adalah (Mansjoer, 2000):
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup
b. Fistel karotis-kavernous ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, ekimosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera beberapa hari setelah cedera. Angiografi diperlukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon endovaskuler merupakan cara yang paling efektif dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen
c. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu)

8. Penatalaksanaan
Pedoman resusitasi awal (Mansjoer, 2000)
a. Menilai jalan napas
Bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahanan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir
b. Menilai pernapasan
Tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada atau pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Padang oksimeter nadi, jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95%.
c. Menilai sirkulasi
Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arteri. Perhatikan secara khusus adanya cedera intra abdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Pasang jalur intravena, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum,elektrolit, glukosa, dan analisa gas darah arteri.
d. Obat kejang
Kejang konvusif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati.
e. Menilai tingkat keparahan
1) Cedera kepala ringan
Pasien cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan CT scan bila memenuhi kriteria:
a) Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas normal
b) Foto servikal jelas normal
c) Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengatasi selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

2) Cedera kepala sedang
Pasien yang menderita kontusio otak dengan skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT Scan normal tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi dirumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing atau amnesia.
3) Cedera kepala berat
Setelah penilaian awal dan stabilitas tanda vital, keputusan segera pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsultasikan kebedah saraf untuk tindakan operasi.

C. Asuhan Keperawatan Teoritis Klien Dengan Cedera Kepala Sedang
Dari seluruh dampak, maka di perlukan asuhan keperawatan yang komprehersif pola asuhan keperawatan yang tepat adalah melalui proses keperawatan yang mulai dari proses pengkajian (Marilyn E. Doenges 290)
1. Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik objektif maupun subjektif
2. Data Dasar pengkajian Pasien
- Aktivitas / Istirahat
Gejala - Keterbatasan aktivitas
- Ketegangan mata, sulit membaca
- Insomnia, disertai sakit kepala
- Sirkulasi
Gejala - Riwayat hipertensi
Tanda - Hipertensi
- Pucat
- Denyutan Vaskuler, misalnya daerah temporal
- Integritas Ego
Gejala - Faktor-faktor stress emosional
- Perasaan ketidakmampuan
Tanda - Ansietas
- Peka rangsang selama sakit kepala

- Makanan / Cairan
Gejala - Mual/ Muntal
- Anorexia
- Neurosensori
Gejala - Disorientasi
- Riwayat kejang, trauma, infeksi intrakranial
Tanda - Perubahan dalam pola bicara
- Penurunan refleks tendon
- Nyeri /Kenyaman
Gejala - Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala.
D. Diagnosa Tindakan dan Rencana Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian alir an darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral, penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, distrimia jantung).
Tujuan :
• Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil :
• Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peninkatan TIK
Intervensi :
- Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
- Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingan dengan nilai standar.
- Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.
- Pantau tanda-tanda vital : TD, nadi, frekuensi nafas, suhu mokosa.
- Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyaman, seperti lingkungan yang tenang.
- Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, mengejan.
- Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
- Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
- Berikan obat sesuai indikasi, misal diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan :
• Mempertahankan pola pernapasan efektif
Kriteria evaluasi
• Bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi :
- Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
- Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
- Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.
- Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret perhatikan daearah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal : ronkhi, wheezing , krekel.
- Pantau analisa gas darah, tekanan oksimentri.
- Lakukan rongent thoraks ulang.
- Berikan oksigen.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoranm CSS)
Tujuan :
Mempertahankan normatermia, bebas tanda-tanda infeksi
Kriteria evaluasi :
Mencapai penyembuhan luka tepat wkatu.
Intervensi :
- Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.
- Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.
- Pantau suhu tubuh secara teratu, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran)
- Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menrus.
- Observasi karakteristik sputum.
- Berikan antibiotik sesuai indikasi.
4. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan deficit neurologi
Tujuan :
- Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi
Kriteria evaluasi :
- Evaluasi / pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, sensori dan proses pikir.
Intervensi :
- Kaji kesadaran sensorik terhadap gerakan dan letak tubuh.
- Catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua bola mata.
- Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana.
- Berikan stimulasi verbal yang bermanfaat

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi/kognitif.
Tujuan :
- Mempertahankan fungsi optimal di buktikan oleh tak adanya kontraktur.
Kriteria hasil :
Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.
- Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
- Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional.
- Bantu untuk melakukan latihan rentang gerak.
- Instruksikan pasien dengan program latihan dan penggunaan mobilisasi.
6. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia
Tujuan :
- Peningkatan berat badan sesuai tujuan
Kriteria hasil :
- Tidak mengalami malnutrisi
Intervensi :
- Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi.
- Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan suara yang hiperaktif.
- Timbang berat badan sesuai indikasi.

0 Response to "Asuhan Keperawatan Cedera Kepala sedang"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...