Sejak abad ke-19 sampai sekarang,
karya-karya sastra Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik
karya sastra berbentuk puisi, prosa, maupun karya sastra lainnya. Upaya untuk mengelompokkan
karya sastra yang begitu banyak telah dilakukan oleh para ahli sehingga
sekarang kita mengenal ada Angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45,
dan Angkatan 66. Pada pelajaran kali ini, kalian akan diajak mengkaji
perkembangan prosa Indonesia. Sebagaimana halnya karya sastra lainnya, prosa
khususnya roman atau novel dapat dikelompokkan berdasarkan angkatan
kelahirannya sebagai berikut.
1. Angkatan 20 atau Angkatan Balai
Pustaka
Angkatan ini disebut Angkatan 20 karena
karya-karya yang lahir pada angkatan ini adalah tahun dua puluhan. Disebut
Angkatan Balai Pustaka karena penerbit yang paling banyak menerbitkan karya
sastra adalah penerbit Balai Pustaka. Roman yang pertama diterbitkan oleh Balai
Pustaka dan merupakan roman yang cukup penting pada masa itu adalah Azab dan
Sengsara karya Merari Siregar. Selain itu, roman lain yang paling banyak
digemari pada saat itu adalah roman Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Oleh
karena itu, angkatan ini disebut juga Angkatan Siti Nurbaya.
2. Angkatan Pujangga Baru atau Angkatan
30 (1933–1942)
Nama Angkatan Pujangga Baru diambil dari
nama sebuah majalah sastra yang terbit pada tahun 1933, yakni majalah Pujangga
Baroe. Karya sastra yang lahir dari angkatan ini berbeda dengan karya
sastra yang lahir pada angkatan sebelumnya (Angkatan BP).
Pada masa ini, pengarang mulai mempunyai
pandangan tentang kesenian, kebudayaan, serta pandangan sastrawan itu sendiri
yang mulai berubah. Oleh karena itu, karya-karya sastra yang lahir pada masa
ini sudah mengandung unsur seni dan budaya. Beberapa pengarang yang termasuk
angkatan ini, antara lain Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Armijn Pane,
Amir Hamzah, Asmara Hadi, dan lain-lain. Karya sastra yang lahir saat itu, Layar
Terkembang, Anak Perawan di Sarang Penyamun, Belenggu, Tebaran
Mega, dan masih banyak yang lainnya.
3. Angkatan 45 (1945–1950)
Angkatan 45 disebut juga Angkatan
Chairil Anwar karena beliau sangat besar jasa perjuangannya dalam melahirkan
Angkatan 45. Beliau dapat dikatakan sebagai pelopor Angkatan 45. Karya-karya sastra
yang muncul saat itu, antara lain Deru Campur Debu (kumpulan puisi)
karya Chairil Anwar, Bunga Rumah Makan (drama) karya Utuy Tatang
Sontani, Atheis (novel) karya Achdiat Karta Mihardja, dan masih banyak
yang lainnya.
4. Angkatan 66
Nama angkatan 66 dikemukakan oleh H.B.
Yasin. Nama Angkatan 66 ini merupakan nama angkatan yang cukup terkenal dan
sampai saat ini masih terpakai. Angkatan 66 ini muncul di tengahtengah pergolakan
politik bangsa Indonesia sedang kacau. Kekacauan politik itu terjadi karena ada
teror PKI yang hendak mengambil alih kekuasaan negara. Akibat kekacauan keadaan
politik maka berpengaruh pula pada bidang seni, sastra, maupun budaya. Karya-karya
sastra berupa roman atau novel yang lahir pada masa Angkatan 66, antara lain Pagar
Kawat Berduri karya Mohtar, Pelabuhan Hati karya Titis Basino, dan
lain-lain.
0 Response to "Menganalisis Genre Sastra Indonesia"