Latest News

asuhan keperawatan Tuberculosis (TB) Limfe

A.    Konsep Dasar
1.    Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer. (Mansjoer, 1999 : 459)
 Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. (Mantik, Lewis, 2000 : 623).
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2428)
Tuberkulosis adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium  tuberculosis, suatu basil aerobik tahan asam yang ditularkan melalui udara ( airborne ). ( Yasmin, Effendy, 2004: 82 )
Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa Tuberkulosis Kelenjar merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycrobakterium Tuberkulosis dimana kuman tersebut masuk ke tubuh manusia  melalui udara pernafasan yang mengenai kelenjar tubuh

2.    Anatomi Fisiologi
Dari 800  kelenjar limfe di seluruh tubuh hampir (30 %nya) 300 kelenjar limfe berada di kepala dan leher dengan demikian seringkali baik metastasis ataupun penjalaran infeksi muncul sebagai pembesarann kelejar limfe kepala leher.
Perlu juga membedakan benjolan kelenjar lemfe dan benjolan kelenjar parotis dimana  parotis terletak pada area preaurikula sampai sisi inferior arkus mandibula. Klasifikasi regio dari kelenjar limfe leher menurut Sloan-Kettering Memorial terbagi menjadi 6 level  sesuai Table 2.1.



Tabel 2.1. Klasifikasi regio kelenjar limfe menurut Sloan-Kettering Memorial
Level    Lymph Node Group
I    Submental and submandibular nodes
II    Upper jugular nodes
III    Middle jugular nodes
IV    Lower jugular nodes
V    Posterior triangle nodes
VI    Anterior compartment lymph nodes

Metastasis pada kelenjar limfe ini bisa diperkirakan tumor primernya mengikuti pola seperti gambar diatas. Pada kanker rongga mulut biasanya metastasisnya ke trigonum submandibula, berbeda bila berasal dari bagian lain di kepala leher biasanya letaknya di leher lateral. Bila ditemukan benjolan di fossa supra klavikula maka ini merupakan metastasis dari bagian bawah leher (paru-paru).

3.    Etiologi
Penyebab tuberkulosis kelenjar adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 / Um dan tebal 0,3 –0,6/Um. Spesies lain kuman ini yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia adalah mycobacterium bovis, M. Kansasi dan M. Intrasellular, dimana sebagian besar kuman ini terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang menyebabkan kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin karena kuman bersifat dormant sehingga dapat kembali bangkit dan menjadikan Tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman ini hidup sebagai parasit intra sel lulare yakni dalam  sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagotitosis malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob, yang menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain.

5.    Manifestasi Klinis
Gejala umum  / non spesifik tuberculosis adalah berat badan menurun, anoreksia, demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple, batuk, berkeringat pada malam hari. Sedangkan gejala spesifik sesuai dengan organ yang terkena (Mansjoer, 1999 : 459)

6.    Komplikasi
Menurut LeMone & Burke (2000 : 1412), komplikasi serius dari Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis empyema dan pistula bronchopleural. Sedangkan menurut Thompson, dkk, (1997 : 1129), komplikasi dari Tubekulosis adalah penyakit ekstrapulmonari, kavitasi dan kerusahan paru.

7.    Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis tubekulosis paru menurut Dongoes, dkk, (2000 : 241) adalah :
-    Kultur sputum : positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
-    Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : positif untuk basil asam cepat.
-    Tes kulit (PPD, mantoux, potongan volmer) : reaksi positif (area industri 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikrobacterium yang berbeda.
-    ELISA/Westernblod : dapat menunjukkan adanya HIV. Fotothoraks dapat menunjukkan adanya infiltrasi lebih awal pada area paru atas, simpanan kalsium sembuh primer atau effusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga arei vibrosa.
-    Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urin dan cairan serebrospinal, biopsi kulit) : positif untuk mycobacterium tuberculosis.
-    Biopsi jarum pada jaringan paru : positif untuk granuloma TB ; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
-    Elektrosit dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tidak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
-    GDA : dapat normal tergantung lokasi, berat dan perusakan sisa paru-paru.
-    Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/hibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

8.    Penatalaksanaan
Penalaksanaan pada TB paru dapat melalui 2 cara yaitu medikasi (obat-obatan) dan melalui surgery (pembedahan).
a.    Medikasi (obat-obatan)
Obat Anti TB (OAT). OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya 2 obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT, antara lain :
-    Membuat konversi sputum DTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bakterisid.
-    Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi.
-    Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesh melalui perbaikan daya tahan imunologis
b.    Pengobatan TB dapat dilakukan melalui dua fase yaitu :
-    Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk populasi kuman yang membelah dengan cepat.
-    Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan kovesional.
OAT yang biasa digunakan antara lain Isonazid (INH), rifampisin ®, pirazinamid (Z), streptomisin (S) yang bersifat bakterisit dan etambutol (E) yang bersifat bakteriostatik.
Tabel 2.3
Dosis Obat Anti Tuberkulosis
OBAT    DOSIS
    Setiap hari    Dua kali /minggu    Tiga kali /minggu
Isoniazid    5 mg/kg
maks. 300 mg    15 mg/kg
maks. 900 mg    15 mg/kg
maks. 900mg
Rifampisin    10 mg/kg
maks. 600 mg    10 mg/kg
maks. 600 mg    10 mg/kg
maks. 600mg
Pirazinamid    15-30 mg/kg
maks. 2 gr    50-70 mg/kg
maks. 4 gr    50-70 mg/kg
maks. 3 gr
Etambutol    15-30 mg/kg
maks. 2,5 gr    50 mg/kg
    25-30 mg/kg

Streptomisin    15 mg/kg
maks. 1 gr    25-30 mg/kg
maks. 1,5 gr    25-30 mg/kg
maks. 1 gr
Sumber : Mansjoer, dkk ; Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 (1999 : 474)
Surgery (Pembedahan)
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang paten telah berkurang. Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relatif.
Indikasi mutlak pembedahan adalah :
a.    Semua pasien yang telah mendapat OAT adequat tetapi sputum tetap positif.
b.    Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
c.    Pasien dengan fistula bronkopleura dan empyema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
Indikasi relatif pembedahan adalah :
a.    Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang
b.    Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c.    Sisa kavitas yang menetap
B.    Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan asuhan yang diberikan oleh seorang perawat kepada seorang pasien menggunakan proses keperawatan. Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) RI ; Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai (1995 : 5), proses keperawatan adalah rangkaian kegiatan pemecahan masalah (yang berurutan, saling berkaitan, dinamis) yang diarahkan untuk membantu pasien/klien mencapai tingkat kesehatan dan pemeliharaan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. Proses keperawatan ini terdiri dari lima tahapan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian (evaluasi).
1.    Pengkajian
Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) RI, (1996 : 8), pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dalam tahap ini diperlukan kecermatan dan ketelitian untuk mengenal masalah, karena keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada tahap ini. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan diagnosa.
Secara umum format pengkajian pada pasien dengan tuberkulosis paru menurut Doenges, dkk (2000 : 240) adalah :
a.    Aktivitas/Istirahat
Gejala-gejala yang ditemukan diantaranya adalah kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil dan atau berkeringat, mimpi buruk. Sedangkan tandanya antara lain takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjutan)
b.    Integritas Ego
Gejala-gejala yang ditemukan diantaranya adalah adanya faktor stres lama, masalah keuangan/rumah, perasaan tak berdaya/tak ada harapan, populasi budaya/etnil. Sedangkan tandanya antara lain menyangkal (khususnya selama tahap dini), ansietas, ketakutan mudah teransang.
c.    Makanan/Cairan
Gejala-gejala yang ditemukan diantaranya adalah kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan. Sedangkan tandanya antara lain turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
d.    Nyeri/Kenyamanan
Gejala-gejala yang ditemukan diantaranya adalah nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Sedangkan tandanya adalah berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
e.    Pernafasan
Gejala-gejala yang ditemukan diantaranya adalah batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat tuberkulosis. Sedangkan tandanya adalah peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura), pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura), perkusi pekak dan penurunan premitus (cairan pleural atau penebalan pleural), bunyi nafas : menurun/tidak ada secara bilateral dan unilateral (effusi pleura/pneumotorak), bunyi nafas tubuler dan atau bisikan tektoral di atas lesi luas, krekel di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels post tusic). Karakteristik sputum : hijau/purulen, mukoid kuning atau bercak darah. Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). Tidak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut)
f.    Keamanan
Gejala-gejala yang ditemukan diantaranya adalah adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker, tes HIV positif. Adapun tandanya adalah demam rendah atau sakit panas akut.
g.    Interaksi Sosial
Gejal-gejala yang ditemukan adalah perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan aktivitas fisik untuk melaksanakan peran.
h.    Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala-gejala yang ditemukan diantaranya adalah riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya TB, tidak berpartisipasi dalam terapi.

2.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah pasien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Departemen Kesehatan RI, (1996 : 10). Menurut Carpenito, (2000 : 15) diagnosa keperawatan dapat berupa tipe aktual, resiko, kesejahteraan atau sindrom.
Adapun beberapa diagnosa keperawatan pada pasien dengan TB paru menurut Doenges, dkk (2000 : 242), adalah :
a.    Risiko tinggi infeksi (penyebaran/aktivasi ulang) berhubungan dengan ketahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/stasis sekret, kerusakan jaringan/tambahan infeksi, penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi malnutrisi.
b.    Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk yang buruk, edema trakeal/faringial.
c.    Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar/kapiler, sekret kental tebal, edema bronkial.
d.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering batuk, dispnea, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan.
e.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan kurang atau salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif, tidak akurat/lengkap informasi yang ada.

3.    Perencanaan
Perencanaan dalam proses asuhan keperawatan merupakan langkah ketiga setelah pengkajian dan diagnosa keperawatan menurut Depkes RI, (1996 : 11) perencanaan keperawatan dapat disusun bila diagnosa keperawatan telah ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian. Kegiatan yang dilakukan dalam penyusunan rencana keperawatan adalah menentukan urutan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan tujuan dan menetapkan rencana tindakan keperawatan.
Adapun proses perencanaan pada pasien dengan Tuberculosis paru menurut Doenges, dkk (2000 : 242) adalah :
a.    Resiko tinggi infeksi (penyebaran/aktivasi ulang) berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/stasis sekret, kerusakan jaringan/tambahan infeksi, penurunan pertahanan/penekanan proses imflamasi, malnutrisi.
Tujuan :Pasien dapat mengidentifikasi interpretasi/intervelensi untuk mencegah/ menurunkan resiko penyebaran infeksi.Pasien dapat menunjukkan teknik/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi Keperawatan :
1)    Kaji patologi penyakit (aktif/tidak aktif) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi. Rasional, membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang komplikasi.
2)    Identifikasi orang lain yang beresiko, seperti anggota keluarga, teman. Rasional, orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.
3)    Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tissu dan menghindari meludah. Rasional, prilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
4)    Awasi suhu sesuai indikasi. Rasional, reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
5)    Kolaborasi pemberian agen anti infeksi sesuai indikasi, seperti isoniazid (INH), etambutol (myembutol), rifampisin (RNP/rifadin). Rasional, kombinasi agen anti infeksi digunakan, contoh dua obat primer atau satu primer tambah satu dan obat sekunder. INH obat untuk pasien infeksi dan resiko terjadi TB, terapi luas (sampai 24 bulan) diindikasikan untuk kasus reativasi.
b.    Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk yang buruk, edema trakeal/faringial.
Tujuan : Pasien dapat mempertahankan jalan nafas pasien. Pasien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Pasien dapat menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan nafas.

Intervensi Keperawatan :
1)    Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman. Rasional, penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronki, menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan peningkatan kerja pernafasan.
2)    Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif, jumlah sputum, adalah hemoptisis. Rasional, pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan (kapitasis) paru atau luka bronkial.
3)    Berikan pasien posisi semi fowler atau fowler tinggi, bantu untuk batuk dan latihan nafas dalam. Rasional, posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
4)    Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan. Rasional, mencegah obstruksi atau aspirasi, penghisapan diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
5)    Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi seperti agen mukolitik (asetilsitien/mukomis), bronkodilator (choledyl), kortikostroid (prednison). Rasional, agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan, bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobron, kartikosteroid berguna pada keterlibatan hipoksemia.
c.    Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar/kapiler, sekret kental tebal, edema bronkial :
Tujuan : Pasien akan melaporkan tidak adanya atau penurunan dispinea. Pasien dapat menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat. Pasien akan bebas dari gejala distres pernafasan.
Intervensi Keperawatan :
1)    Kaji dispinea takipnea, tak normal/menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan. Rasional, TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis effusi pleura dan fibrosis luas.
2)    Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis atau perubahan warna kulit, membran mukosa dan kuku. Rasional, akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan.
3)    Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. Rasional, menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan pernafasan.
4)    Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional, alat dalam memperbaiki hipoksemia yang terjadi akibat penurunan ventilasi.
d.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, sering batuk, dispinea, anorexia, ketidakcukupan sumber keuangan.
Tujuan :Pasien dapat menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dan bebas tanda malnutrisi. Pasien dapat melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi Keperawatan :
1)    Catat status nutrisi, turgor kulit, BB dan derajat kekurangan BB, integritas mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, riwayat mual/muntah atau diare. Rasional, berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
2)    Awasi masukan/pengeluaran dan BB secara periodik. Rasional, berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
3)    Selidiki anorexia, mual, muntah. Rasional, dapat mempengaruhi pilihan diet.
4)    Dorong dan berikan periode istirahat sering. Rasional, membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam.
5)    Dorong makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. Rasion al, memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu.
6)    Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. Rasional, memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.
e.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan kurang atau salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif, tidak akurat/lengkap informasi yang ada.
Tujuan : Pasien akan menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Pasien akan melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan dan menurunkan risiko pengaktipan ulang TB.
Intervensi Keperawatan :
1)    Kaji kemampuan pasien untuk belajar. Rasional, belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik.
2)    Dorong untuk tidak merokok. Rasional, meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB, tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan/bronkitis.
3)    Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/takut, jawab pertanyaan secara nyata. Rasional, memberikan kesempatan memperbaiki kesalahan konsepsi/peningkatan ansietas.
4)    Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian dan alasan pengobatan yang lama. Rasional, meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien

4.    Pelaksanaan
a.    Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Efendi, Nasrul ( 1995 : 40 ). Adapun langkah-langkah dalam tahap pelaksanaan menurut Depkes RI, (1996 :13) adalah persiapan, pelaksanaan dan dokumentasi. Pada tahap persiapan perawat dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan, disamping harus mampu menganalisa situasi dan kondisi fisik dan mental pasien. Pada tahap pelaksanaan berorientasi pada kebutuhan bio-psiko-sosio-spritual pasien. Pada tahap dokumentasi semua tindakan yang telah dilakukan dicatat dalam catatan keperawatan, dimana catatan tersebut penting untuk mempertanggung jawabkan tindakan yang dilakukan dan untuk mempermudah komunikasi antar tim kesehatan.

5.   Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Menurut  Depkes RI, (1996 : 13), evaluasi atau penilaian bertujuan selain untuk menilai apakah tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak, juga digunakan untuk melakukan pengkajian ulang. Ada tiga alternatif hasil penilaian yang akan didapati yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian dan tujuan tidak tercapai.

0 Response to "asuhan keperawatan Tuberculosis (TB) Limfe"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...