Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut.
Moral dalam istilah dipahami juga sebagai :
1) Prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2) Kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah.
3) Ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.
B. Nilai-Nilai Esensial Dalam Profesi
Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek keperawatan profesional. Nilai-Nilai esensial ini sangat bekaitan dengan moral keperawatan dalam praktiknya. Perkumpulan ini mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan profesional, yaitu:
1. Aesthetics (keindahan)
Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
Contoh : seorang perawat yang telah selesai melaksanakan tindakan keperawatan personal hygiene (memandikan) yang kemudian memberikan reinforchment positif kepada kliennya, sehingga meningkatkan harga diri klien tersebut dan klien tersebut merasa dirinya teraktualisasi.
2. Altruisme (mengutamakan orang lain):
Kesediaan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan. Pada nilai ini sikap perawat yang lebih mengutamakan orang lain, daripada keperluannya sendiri yaitu lebih mengutamakan kewajibannya daripada hak.
3. Equality (kesetaraan)
Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi.
Contoh: Bapak Anu merupakan salah satu masyarakat yang tergolong masyarakat miskin, sedangkan suster Hani perawat bapak Anu merupakan masyarakat yang tergolong dalam masyarakat menengah keatas. Namun dalam pemberian pelayanan kesehatan suster hani memberikan pelayanan yang terbaik bagi kliennya tanpa melihat status golongan dari kliennya.
4. Freedom (Kebebasan)
Memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri. Disini seorang perawat bebas untuk berbuat atau bertindak namun tetap harus sesuai dengan etika dan moral keperawatan.
5. Human dignity (Martabat manusia)
Berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan.
Contoh: seorang perawat merasa sangat senang apabila pasiennya memutuskan untuk berhenti merokok serta mengurangi kegiatan bisnisnya, karena dia mulai menyadari dan sangat menghargai kesehatannya.
6. Justice (Keadilan)
Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
Contoh : seorang perawat yang adil dalam memberikan pelayanan tanpa memandang status ekonomi kliennnya, dan selalu memberikan pelayanan yang terbaik pada semua pasien.
7. Truth (Kebenaran)
Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional. Perawat yang jujur dalam memberikan tindakan, dan dalam memberikan informasi yang riil dalam pekembangan kesehatan klien, termasuk jujur dalam pemberian obat, agar kepercayaan klien meningkat dan juga untuk menghindari kasus mall praktik.
C. Perilaku Etis Profesional
Perawat memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat seringkali menggunakan dua pendekatan yaitu: pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan.
1. Pendekatan Berdasarkan Prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika biomedik untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain;
a) Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang.
b) Menghindarkan berbuat suatu kesalahan.
c) Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya.
d) Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi.
2. Pendekatan Berdasarkan Asuhan
Hubungan perawat dengan pasien merupakan pusat pendekatan berdasarkan asuhan, dimana memberikan langsung perhatian khusus kepada pasien, sebagaimana dilakukan sepanjang kehidupannya sebagai perawat. Perspektif asuhan memberikan arah dengan cara bagaimana perawat dapat membagi waktu untuk dapat duduk bersama dengan pasen atau sejawat, merupakan suatu kewajaran yang dapat membahagiakan bila diterapkan berdasarkan etika. Karakteristik perspektif dari asuhan meliputi :
a) Berpusat pada hubungan interpersonal dalam asuhan.
b) Meningkatkan penghormatan dan penghargaan terhadap martabat klien atau pasen sebagai manusia.
c) Mau mendengarkan dan mengolah saran-saran dari orang lain sebagai dasar yang mengarah pada tanggung-jawab professional.
d) Mengingat kembali arti tanggung-jawab moral yang meliputi kebajikan seperti: kebaikan, kepedulian, empati, perasaan kasih-sayang, dan menerima kenyataan. (Taylor,1993).
D. Konsep Moral Dalam Praktik Keperawatan
Praktik keperawatan, termasuk etika keperawatan mempunyai dasar penting, seperti advokasi, akuntabilitas, loyalitas, kepedulian, rasa haru, dan menghormati martabat manusia. Diantara berbagai pernyataan ini, yang lazim termaktub dalam standar praktik keperawatan dan telah menjadi bahan kajian dalam waktu lama adalah advokasi, responsibilitas dan akuntabilitas, dan loyalitas (fry, 1991)
1. Advokasi
Advokasi adalah memberikan saran dalam upaya melindungi dan mendukung hak-hak pasien. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban moral bagi perawat, dalam menemukan kepastian tentang dua sistem pendekatan etika yang dilakukan yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan asuhan. Perawat atau yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb:
a) Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya terhadap pasen.
b) Berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya.
c) Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan pasien.
Istilah advokasi sering digunakan dalam hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advokasi menurut ANA (1985) adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun”.
Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting. Definisi ini mirip dengan yang dinyatakan Gadow (1983) bahwa “advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri”.
Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 12 jam memungkinkannya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan baik dan mengetahui keunikan klien sebagai manusia holistik sehingga berposisi sebagai advokat klien (curtin, 1986). Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas keputusan apa pun yang di buat kilen, memberi informasi berarti menyediakan informasi atau penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien, memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi. Dalam menjalankan peran aksi, perawat memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran nonaksi mengandungarti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak memengaruhi keputusan klien (Khonke, 1982). Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai induvidu yangmemiliki berbagai karakteristik. Dalam hal ini, perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.
Contoh : Tuan A mengalami luka bakar. Dokter X yang merupakan mahasiswa kedokteran masih belum lulus ujian tekhnik amputasi, jadi agar lulus ujian tersebut Dokter X berinisiatif mengamputasi Tuan A, padahal luka bakar yang dialami Tuan A tersebut tidak parah dan sangat mempunyai kemungkinan besar untuk sembuh. Tentu saja perawat yang bertugas merawat tuan a tidak tinggal diam dan langsung menegur dokter tersebut bahkan terjadi perdebatan antar keduanya. Berkat perjuangan perawat tersebut Tuan A tidak diamputasi
2. Responsibilitas
Resposibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Pada saat memberikan obat, perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan klien dengan memberikannya dengan aman dan benar, dan mengevaluasi respons klien terhadap obat tersebut. Perawat yang selalu bertanggung jawab dalam melakukan tindakannya akan mendapatkan kepercayaan dari klien atau dari profesi lainnya. Perawat yang bertanggung jawab akan tetap kompeten dalam pengetahuan dan keterampilannya, serta selalu menunjukkan keinginan untuk bekerja berdasarkan kode etik profesinya.
Contoh : Memberikan teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan atau menyalahi standar. Perawat bertanggung jawab bila perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat, mengambil barang klien yang bukan haknya, memalsukan tanda tangan, memungut uang diluar prosedur resmi, melakukan tindakan keperawatan di luar standar, misalnya memasang NGT tanpa menjaga sterilitas.
3. Akuntabilitas
Akuntabilitas (tanggung gugat) dapat menjawab segala hal yang berhubungan dengan tindakan seseorang. Perawat jawab terhadap dirinya sendiri, klien, profesi, sesama karyawan, dan masyarakat.
Akuntabilitas merupakan konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang dilakukan, dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, Erb, 1991). Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yaitu tanggung jawab dan tanggung gugat. Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan dapat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau absah. Akuntabilitas dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem hierarki, dimulai dari tingkat induvidu, tingkat institusi, dan tingkat sosial (Sullivan, Decker, 1988).
Contoh : Injeksi ditentukan berdasarkan insturksi dan kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya dari tindakan dan pengobatan yang diberikan yang harus dibayarkan ke pihak rumah sakit. Dalam contoh tersebut perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya.
4. Loyalitas
Loyalitas merupakan suatu konsep yang melewati simpati, peduli, dan hubungan timbal balik terhadap pihak yang secara profesional berhubungan dengan perawat. Hubungan profesional dipertahankan dengan cara menyusun tujuan bersama, menepati janji, menentukan masalah dan prioritas, serta mengupayakan pencapaian kepuasan bersama (Jameton, 1984, Fry, 1991). Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan berbagai pihak yang harmonis, loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik loyalitas kepada klien, teman sejawat, rumah sakit maupun profesi.
Contoh : Perawat tidak membicarakan masalah pasien kepada pasien yang lainnya.
0 Response to "Konsep Moral Dalam Praktik Keperawatan"