Seorang perawat tidak dapat memperoleh informasi tentang pasiennya, jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan yang ada pada pasiennya. Tanpa mengetahui kebutuhan untuk pasien, perawat juga tidak mampu menolong kesulitan yang dihadapi pasien. Perlu dicari metode yang bisa mengakomodasi agar perawat mampu memperoleh informasi tentang pasiennya. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi, dan menghargai keunikan pasien.
1. Definisi
Komunikasi berasal dari bahasa Inggris ; communication yang berarti pemberitahuan dan atau pertukaran ide, dengan pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya. Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut (Robbins dan Jones, 1982).
Sedangkan komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik merupakan interaksi antara perawat dan pasien yang berupa pembicaraan dan perbincangan tentang masalah klien dengan berlandaskan etika dan moral keperawatan, ditujukan untuk kesembuhan klien.
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Menurut Suryani (2005) komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
Sedangkan tujuan komunikasi terapeutik menurut Effendy (2002) adalah sebagai berikut :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghornmatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan pada diri klien.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung dengan orang-orang lain. Melalaui komunikasi terapeutik, pasien diharapkan mau menerima dan diterima oleh orang lain.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. identitas personal disini termasuk status, peran, jenisdan jenis kelamin.
e. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
f. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
g. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk membina hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam membantu mengurangi beban perasaan dan pikiran yang diderita klien, demi kesembuhan klien itu sendiri.
3. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Manfaat lain dari komunikasi terapeutik yaitu : mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 ). Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa manfaat yang ditemukan bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dimanfaatkan untuk membina hubungan kerjasama dengan klien, yang difokuskan untuk rasa nyaman deni kesembuhan klien.
B. Masalah Dalam Komunikasi Terapeutik
Masalah akan terjadi bila ada penyebab yang muncul. Jika tidak diatasi maka masalah itu akan menjadi semakin parah.
Dikutip dari buku Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan (Roger B. Ellis, 2000), ada empat faktor utama yang menyumbang terjadinya masalah komunikasi dalam keperawatan, yaitu:
1. Kurangnya kesadaran diri
Satu alasan mengapa komunikasi bisa tidak efektif karena kurangnya kesadaran akan aspek-aspek diri sendiri yang akan sangat mempengaruhi interaksi dengan orang lain. Sisi-sisi seseorang yang berada di luar kesadaran juga akan berada di luar kendali dan menjadi senjata yang tidak terkendali yang dapat menembak dan menyakitkan meskipun dengan maksud yang baik. Kesadaran bahwa citra yang seseorang punyai terhadap dirinya bisa sangat berlawanan dengan bagaimana ia dipersepsi oleh orang lain adalah suatu pelajaran yang sangat berarti dan menjadi dasar untuk perkembangan diri menjadi seorang komunikator yang baik.
Sebuah karakteristik yang penting dari komunikasi manusia adalah bahwa tidak semua sinyal dan pesan terkirim secara sengaja atau bahkan disadari. Seringkali terdapat ketidaksesuaian antara apa yang yang dipersepsikan oleh seseorang selama komunikasi dan pemahaman dari orang lain. Komunikasi yang efektif membutuhkan orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk memaksimalkan kesadaran diri, baik dalam hal bagaimana perilaku dipersepsi oleh orang lain dan juga dalam pemahaman motivasi diri sendiri dan hal-hal yang tidak terlihat.
2. Kurangnya pelatihan keterampilan interpersonal yang sistematik
Penggunaan kata “sistemik” dan “pelatihan” sangatlah berarti dan controversial dalam konteks keterampilan interpersonal. Komunikasi terdiri dari sekumpulan keterampilan. Tentu saja komunikasi adalah lebih dari sekedar teknologi, tetapi pelatihan keterampilan yang sistematik mempunyai peran dalam proses menjadikan seorang komunikator yang efektif. Ada keengganan untuk menerima pernyataan ini karena ada kekhawatiran bahwa komunikasi akan direndahkan menjadi sebuah seri perilaku dan formula mekanis yang tidak menusiawi. Ini tidak berlaku bagi aspek-aspek peran perawat lainnya, misalnya dalam melakukan prosedur klinik yang kompleks. Pada aspek-aspek lainnya keterampilan ini akan dipraktikkan sampai kompetensi tercapai.
Kita dapat mengkritik tidak adanya pelatihan keterampilan interpersonal yang sistematik. Jika anak-anak mendapatkan keterampilan secara kebetulan selama mereka tumbuh, maka mereka cenderung mempelajari beberapa ‘kebiasaan buruk’ dari model peran mereka dan kekurangan kesadaran yang diperlukan untuk membedakan antara mana interaksi yang efektif dan mana yang tidak efektif. Konsekuensinya bagi bidang keperawatan sangatlah menonjol. Egan (1990) memperhatikan bahwa mereka yang memasuki duni profesi pengasuhan sering kali tidak memiliki keterampilan dasar untuk menolong.
3. Kurangnya kerangka konseptual
Perawat yang menunjukkan kompetensi dalam menerapan keterampilan interpersonal kadang-kadang dapat menggunakannya secara khusus (Dunn 1991). Di butuhkan sebuah kerangka teoritis yang memberi informasi pada komunikasi dan menyediakan sebuah struktur untuk analisis, refleksi, dan evaluasi interaksi. Karena kompleksitas komunikasi, upaya untuk memahami komunikasi tanpa sebuah kerangka adalah hal yang bermasalah. Adalah penting bagi perawat untuk mampu mengkonseptualisasikan apa yang sedang mereka lakukan untuk memastikan bahwa keterampilan-keterampilan digunakan dengan cara koheren dan strategis. Kerangka semacam ini akan menyediakan bahasa dan pengaturan untuk memahami interaksi, baik yang sudah terjadi maupun pada saat mereka terjadi. Meskipun ada benyak teori dan model yang berbeda untuk menjelaskan aspek-aspek yang berbeda dari peran perawat, misalnya model asuhan keperawatan, model konseling, model manajemen, dan model pengawasan (supervise), tetapi hanya sedikit teori yang dirancang untuk berfokus pada komunikasi.
4. Kurangnya kejelasan tujuan
Pada tingkat yang disadari, komunikasi melibatkan penentuan pilihan. Komunikator yang efektif akan mempunyai angka keberhasilan yang tinggi dalam membuat pilihan yang benar pada situasi-situasi yang dihadapinya karena ia mengetahui dengan jelas tentang tujuan dan maksud dari setiap interaksi (Heron 1990). Ini memungkinkan komunikator yang efektif untuk membeda-bedakan pilihan alternatif, dan memilih pilihan yang cocok dengan situasi tertentu.
Biasanya bukan perawat yang menentukan tujuan interaksi tetapi kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan kepekaan dan empati agar perawat mampu membaca situasi secara tepat dan menilai apa yang diperlukan. Misalnya, keterampilan komunikasi yang dibutuhkan dalam pemberian nasihat untuk subjek tertentu akan berbeda dengan yang dibutuhkan untuk mendengar orang sedang merasa tertekan. Tanda komunikasi yang efektif adalah mengembangkan kemampuan untuk membaca situasi, mengetahui tujuan dengan jelas, dan melakukannya secara strategis.
C. Komunikasi Terapeutik Pada Kelompok Khusus (Tuna Rungu)
Komunikasi terapeutik sangat diperlukan apalagi pada pasien tuna rungu yang yang mengalami kesulitan dalam menerima informasi.
1. Definisi Tuna Rungu
Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran. Dalam perspektif patologis yang dianut oleh pakar medis, kedokteran, ahli pendidikan dan masyarakat umum yang memandang bahwa ketunarunguan sebagai impairment atau kerusakan (gangguan). Menurut bukti hasil penelitian antropologis atau linguistik pada orang tunarungu lebih dianggap sebagai orang yang cacat sehingga perlu dinormalisasikan melalui lembaga pendidikan khusus maupun rehabilitasi selama beberapa dekade. Mereka selalu berpikir orang tuna rungu harus bisa berbicara dan mendengar dengan menggunakan kecanggihan teknologi alat bantu dengar dan cochlear implants karena mau tidak mau mereka hidup di tengah dunia masyarakat. Ada upaya-upaya untuk menyembuhkan pendengaran mereka dengan teknologi kedokteran dan dampak ketunarunguan mereka terhadap psikologisnya cenderung menjadi pedoman untuk menyatakan bahwa mereka perlu diterapi untuk dapat melakukan adaptasi sosial di lingkungannya.
2. Klasifikasi Ketunarunguan
pada umumnya klasifikasi anak tunarungu dibagi atas dua golongan atau kelompok besar yaitu tuli dan kurang dengar.
a. Tuli
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar sehingga membuat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai atau tidak memakai alat dengar .
b. Kurang dengar
Kurang dengar adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengar, akan tetapi ia masih mempunyai sisa pendengaran dan pemakaian alat bantu dengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.
3. Karakteristik Tunarungu
Karakteristik individu yang mengalami tuna rungu adalah sebagai berikut :
a. Egosentrisme yang melebihi anak normal.
b. Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.
c. Ketergantungan terhadap orang lain
d. Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.
e. Mereka umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah.
f. Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.
4. Masalah Komunikasi Pada Pasien Tuna Rungu
Masalah komunikasi yang terjadi pada pasien tuna rungu :
a. Mengalami kesulitan dalam menerima dan memberikan informasi dalam interaksinya.
b. Mudah marah dan cepat tersinggung (apabila salah dalam mendengar)
c. Kurangnya kesadaran akan aspek-aspek diri sendiri yang akan sangat mempengaruhi interaksi dengan orang lain.
5. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Komunikasi Pada Tuna Rungu
Berikut merupakan cara penyelesaian masalah dalam komunikasi pada klien tuna rungu :
a. Menggunakan bahasa isyarat.
b. Libatkan keluarga dalam komunikasi dengan tuna rungu.
c. Gunakan alat bantu dengar.
d. Gunakan bahasa pantomin.
Tekhnik komunikasi pada klien tuna rungu :
a. Penekanan intonasi dan gerak bibir.
b. Menurunkan jarak.
c. Gunakan isyarat kata-kata atau bahasa yang berbentuk tindakan.
d. Pengulangan kata.
e. Menyentuh klien.
f. Menjaga kontak mata.
g. Jangan melakukan pembicaraan ketika sedang mengunyah.
h. Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerak sederhana dan perlahan.
i. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari jika bisa dan diperlukan
j. Jika ada sesuatu yang sulit dikomunikasikan coba sampaikan dalam bentuk tulisan, gambar atau simbol.
k. Gunakan bahasa, kalimat, kata-kata yang sederhana.
0 Response to "Komunikasi Terapeutik Pada Kelompok Khusus (Tuna Rungu)"