Latest News

kebudayaan suku bangsa bali : studi etnografi

MENGENAL KEBUDAYAAN SUKU BANGSA BALI

Sistem Religi dan Kepercayaan Kebudayaan Suku Bangsa Bali
Sebagian besar masyarakat Bali beragama Hindu-Bali, tetapi ada pula segolongan kecil masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan Katholik. Penganut agama Islam terdapat di Karangasem, Klungkung, dan Denpasar, sedangkan penganut agama Kristen dan Katholik terutama terdapat di Denpasar, Jembrana, dan Singaraja.
Orang Hindu percaya akan adanya satu Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti. Keesaan Trimurti ini mempunyai tiga wujud atau manifestasi sebagai berikut.
1) Wujud Brahmana yang artinya menciptakan.
2). Wujud Wisnu yang artinya melindungi serta memelihara.
3) Wujud Siwa yang artinya melebur segala yang ada.
Masyarakat Bali percaya pada banyak dewa dan roh. Kedudukan dewa dan roh tersebut lebih rendah dari Trimurti. Dewa dan roh dihormati dalam berbagai upacara bersahaja. Agama Hindu menganggap penting konsepsi roh abadi (atman), adanya buah dari setiap perbuatan (karma pala), kelahiran kembali dari jiwa (punarbawa), dan kebebasan jiwa dari lingkaran kembali (moksa) yang seluruhnya termaktub dalam kitab suci bernama Weda. Disamping Weda, ada pula kitab-kitab lain dalam bentuk lontar berhuruf Bali dan berbahasa Jawa Kuno.
Di antara kitab-kitab tersebut ada pula yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sansakerta. Kitab-kitab tersebut mengandung tuntunan pelaksanaan agama, kumpulan mantra-mantra, keterangan berbagai undang-undang, serta prosa dan puisi dari epos Hindu Mahabarata dan Ramayana. Tempat ibadah agama Hindu di Bali berupa kompleks bangunan-bangunan suci yang sifatnya berbeda-beda. Bangunan-bangunan suci tersebut antara lain:
1) Ada yang sifatnya umum, artinya dapat digunakan untuk semua golonganseperti pura Besakih.
2) Ada yang berhubungan dengan kelompok sosial setempat seperti pura desa (kayangan tiga).
3) Ada yang berhubungan dengan organisasi dan perkumpulan khusus seperti subak dan seka serta perkumpulan tari atau semacam sanggar tari.
4) Ada yang merupakan tempat pemujaan leluhur dari klen-klen besar.
Adapun tempat pemujaan leluhur dari klen kecil serta keluarga luas adalah tempat-tempat sesaji rumah yang disebut sanggah. Di Bali ada beribu-ribu pura dan sanggah, masing-masing dengan hari perayaan berdasarkan sistem penanggalan yang telah ditetapkan. Di Bali dipakai dua macam penanggalan, yaitu penanggalan Hindu-Bali dan Jawa-Bali. Pada umumnya, apabila masyarakat menyelenggarakan upacara keagamaan terutama upacara besar, penentuan penyelesaian upacara itu dilakukan oleh seorang pemimpin agama. Pemimpin agama yang bertugas melaksanakan upacara adalah orang yang dilantik menjadi pendeta yang pada umumnya disebut sulingih. Mereka juga disebut dengan istilah lain bergantung pada klen atau kasta mereka, misalnya penyebutan pedanda untuk pendeta dari kasta Brahmana baik yang beraliran Siwa maupun Buddha, atau penyebutan resi untuk pendeta dari kasta Satria.

 Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bangsa Bali
Orang Bali dianggap sebagai warga masyarakat sepenuhnya jika sudah menikah. Karena itu, perkawinan sangat penting dalam kehidupan mereka. Menurut adat lama yang dipengaruhi oleh sistem klen dan kasta, orang-orang seklen dipengaruhi oleh sistem klen dan kasta, orang-orang seklen (tunggal kawitan, tunggal dadia, tunggal sanggah) setingkat kedudukannya dalam adat, agama, dan kasta.

Karena itu, orang Bali berusaha untuk kawin dengan orang-orang yang berada dalam batas klennya atau setidak-tidaknya antara orang-orang yang dianggap sederajat dalam kasta. Perkawinan adat di Bali bersifat endogami klen.Perkawinan yang dicita-citakan oleh orang Bali umumnya adalah perkawinan antara anakanak dari dua orang saudara laki-laki. Dahulu, jika terjadi perkawinan campuran, wanita akan dinyatakan keluar dari dadia. Secara fisik, suami-istri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama ke tempat yang jauh dari tempat asalnya. Sekarang, hukum itu tidak pernah dijalankan lagi. Perkawinan campuran antarkasta sudah relatif banyak dilaksanakan.
Tiap keluarga batih maupun keluarga luas dalam sebuah desa di Bali harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabatannya yang lebih luas, ialah klen (tunggal dadia). Struktur tunggal dadia ini berbeda-beda. Di desa-desa dan di pegunungan, orang-orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal tidak lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya. Di desa-desa tanah datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan tempat pemujaan tersebut yang disebut kemulan taksu. Suatu kuil di tingkat dadia merayakan upacara-upacara sekitar lingkungan hidup dari semua warganya. Suatu kuil tingkat dadia mempersatukan dan mengintensifkan rasa solidaritas anggota-anggota suatu klen kecil. Di samping itu, ada lagi kelompok kerabat yang lebih besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah). Mereka memuja kuil leluhur yang sama dan disebut kuil (pura) paibon atau panti. Kelompok kerabat yang demikian disebut klen besar.

Sistem Politik Kebudayaan Suku Bangsa Bali
Di samping kelompok-kelompok kerabat yang ikatannya berdasarkan prinsip keturunan masyarakat Bali, ada pula bentuk kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan kesatuan wilayah, yaitu desa. Kesatuan-kesatuan sosial seperti itu merupakan kesatuan desa yang diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagamaan yang keramat. Umumnya terdapat perbedaan antara desa-desa adat di pegunungan yang biasanya lebih kecil dan keanggotaannya terbatas pada penduduk asli yang lahir di desa itu. Sesudah kawin, orang itu langsung menjadi warga desa adat (kramat desa). Mereka mendapat tempat duduk yang khas di balai desa yang disebut bale agung, serta berhak mengikuti rapat-rapat desa yang diadakan teratur pada hari-hari yang tetap.

Desa-desa adat di tanah datar lebih besar dan meliputi daerah yang tersebar luas. Di Bali terdapat diferensiasi kesatuan-kesatuan adat yang disebut banjar. Sifat keanggotaan banjar tidak tertutup dan tidak terbatas pada penduduk asli yang lahir di dalam banjar. Jika ada orang dari wilayah lain, atau lahir di banjar lain, dan tinggal di sekitar wilayah banjar yang bersangkutan ingin menjadi warga banjar tersebut, ia diperbolehkan menjadi warga banjar.
Pusat suatu banjar adalah bale banjar, tempat para warga banjar bertemu dan mengadakan rapat pada hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut klian banjar (kliang). Klian banjar dipilih oleh warga banjar untuk suatu masa jabatan tertentu. Tugas klian banjar menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan banjar. Karena dianggap ahli dalam adat banjar, klian banjar juga bertugas memecahkan masalah-masalah yang menyangkut hukum adat tanah. Selain itu, ia juga bertugas mengurus hal-hal yang termasuk administrasi pemerintahan.

1) Subak
Subak seolah-olah lepas dari banjar dan mempunyai seorang kepala, yaitu sedahan agung. Warga subak adalah para pemilik atau penggarap sawah yang menerima air irigasinya dari bendungan-bendungan yang diurus oleh suatu subak. Kepala subak dipilih oleh semua anggota subak. Subak merupakan suatu badan pengatur air sawah. Disamping itu, subak juga merupakan suatu badan hukum adat yang otonom. Subak sekaligus merupakan suatu badan perencana aktivitas pertanian dan suatu kelompok keagamaan.

2) Seka
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, terdapat organisasi yang bergerak dalam lapangan hidup yang khusus. Organisasi tersebut ialah seka yang didirikan untuk waktu yang lama, bahkan meliputi beberapa generasi secara turun-temurun. Namun, ada juga seka yang bersifat sementara. Macam-macam seka ialah sebagai berikut.
a) Seka yang bersifat permanen misalnya:
1) seka baru (perkumpulan tari baris)
2) seka truna (perkumpulan para pemuda)
3) seka daha (perkumpulan gadis-gadis)
b.) Seka yang bersifat sementara atau seka yang didirikan berdasarkan kebutuhan tertentu seperti:
1) seka memula (perkumpulan menanam)
2. seka manyi (perkumpulan menuai)
3. seka gong (perkumpulan gamelan)

Sistem Kesenian Kebudayaan Suku Bangsa Bali

Sistem kesenian di Bali antara lain meliputi tarian Bali, rumah adat, dan pakaian adat.
1) Tari Daerah Bali
Tarian yang ada di daerah Bali di antaranya tari Legong dan tari Kecak. Tari Legong merupakan tarian yang berlatar belakang kisah cinta Raja Lasem, ditarikan secara dinamis dan memikat hati. Tari Kecak merupakan sebuah tari berdasarkan cerita dari kitab Ramayana, yang mengisahkan tentang bala tentara monyet Hanuman dan Sugriwa.
2) Rumah Adat
Gapura Candi Bentar merupakan pintu masuk istana raja yang merupakan rumah adat di Bali. Balai Bengong adalah tempat istirahat raja beserta keluarga dan Balai Wanikan adalah tempat adu ayam atau pagelaran kesenian. Kori Agung adalah pintu masuk pada waktu upacara besar dan Kori Babetelan merupakan pintu untuk keperluan keluarga. Gapura Candi Bentar dibuat dari batu merah dengan ukiran-ukiran dari batu cadas.
3) Pakaian Adat
Pakaian adat bagi pria Bali berupa ikat kepala (destar) kain songket saput, dan sebilah keris terselip pada pinggang bagian belakang. Kaum wanitanya memakai dua helai kain songket, stagen songket atau meprada, dan selendang atau senteng. Ia juga memakai hiasan bunga emas dan bunga kemboja di atas kepala. Perhiasan yang dipakainya adalah subang, kalung, dan gelang.

0 Response to "kebudayaan suku bangsa bali : studi etnografi"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...