Latest News

Asuhan Keperawatan Masalah Adaptasi Kehilangan

A.    Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi  sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. (Iyus Yosep, 2009).
Kehilangan adalah suatu keadaan ketika individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian atau keseluruhan.( Suliswati, 2004)
S. sundeen (1995: 426) menyatakan: kehilangan dari attachment (kedekatan seseorang terhadap orang lain yang dianggap penting), merupakan kehilanganmencakup kejadian nyata atau hanya khayalan (yang diakibatkan persepsi seseorang terhadap kejadian), seperti kasih sayang, kehilangan orang yang berarti, fungsi fisik, harga diri. Banyak situasi kehilangan dianggap sangat berpengaruh karena memiliki makna yang tinggi. Dapat pula mencakup kehilangan teman lama, kenangan yang indah, tetangga yang baik. Kemampuan seseorang untuk bertahan, tetap stabil, dan bersikap positif terhadap kehilangan merupakan suatu tanda kematangan atau pertumbuhan.
kehilangan adalah suatu keadaan atau kondisi individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada. Kehilangan disini bukan hanya kehilangan akan harta benda tetapi juga mencakup kehilangan jiwa, anggota tubuh, pekerjaan dan dan tempat tinggal.




B.     Proses kehilangan
Proses kehilangan terdiri dari :
1.      Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna positif – melakukan kompensasi dengan kegiatan positif – perbaikan (adaptasidan merasa nyaman)
2.      Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke dalam diri – muncul gejala sakit fisik.
3.      Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan - individu memberi makna  - merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke luar individu – kompensasi  dengan perilaku konstruktif – perbaikan (beradaptasi dan nyaman).
4.      Stressor internal atau eksternal -  gangguan dan kehilangan – individu memberi makna – merasa tidak berdaya – marah dan berlaku agresi – diekspresikan ke luar diri individu – kompensasi dengan perilaku destruktif – merasa bersalah – ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah pemberian makna ( personal meaning ) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon ) dan kompensasi yang positif ( konstruktif ), seperti pada skema berikut.

C.     Tipe Kehilangan
Cara yang bermanfaat untuk mempelajari tipe kehilangan ialah menggunakan hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow. Menurut Maslow ( 1954 ), tindakan manusia dimotivasi oleh hierarki kebutuhan, yang dimulai dengan kebutuhan fisiologis ( makan, udara, air, dan tidur ), kemudian kebutuhan selamatan ( tempat yang aman untuk tempat tinggal damn bekerja ), kemudian kebutuhan keamanan dan memiliki. Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi, individu  di motivasi oleh kebutuhan harga diri yang menimbulkan rasa percaya diri dan adekuat. Kebutuhan yang terakhir ialah aktualisasi diri, suatu upaya untuk mencapai potensi diri secara keseluruhan. Apabila kebutuhan manusia tersebut tidak terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan, individu mengalami suatu kehilangan. Beberapa contoh kehilangan yang relevan dengan kebutuhan spesifik manusia yang di identifikasi dalam hierarki Maslow antara lain : (Sheila, L. Videbeck, 2001)
1.      kehilangan fisiologis : kehilangan pertukaran udara yang adekuat, kehilangan fungsi pankreas yang adekuat, kehilangan suatu ekstremitas, dan gejala atau kondisi somatic lain yang menadakan kehilangan fisiologis.
2.      kehilangan keselamatan : kehilangan lingkungan yang aman, seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan public, dapat menjadi titik awal proses duka cita yang panjang misalnya, sindrom stress paska trauma. Terungkapnya rahasia dalam hubungan profesional dapat dianggap sebagai suatu kehilangan keselamatan psikologis sekunder akibat hilangnya rasa percaya antara klien dan pembari perawatan.
3.      Kehilangan keamanan dan rasa memiliki : kehilangan terjadi ketika hubungan berubah akibat kelahiran, perkawinan, perceraian, sakit, dan kematian. Ketika makna suatu hubungan berubah peran dalam keluarga atau kelompok dapat hilang. Kehilangan seorang yang dicintai mempengaruhi kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.
4.      kehilangan harga diri : kebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara menghargai individu dalam pekerjaan dan perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang atau dialami sebagai suatu kehilangan ketika persepsi tentang diri sendiri berubah. Kehilangan fungsi peran sehingga kehilanan persepsi dan harga diri karena keterkaitannnya dengan peran tertentu, dapat terjadi bersamaan dengan kematian seseorang yang dicintai.
5.      kehilangan yang berhubungan dengan aktualisasi diri : tujuan pribadi dan potensi individu dapat terancam atau hilang ketika krisis internal atau eksternal menghalangi atau menghambat upaya pencapaian tujuan dan potensi tersebut ( Parkes, 1998 ). Perubahan tujuanatau arah akan menimbulkan periode duka cita yang pasti ketika individu berhenti berfikir kreatif untuk memperoleh arah dan gagasan baru. Contoh kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencangkup gagalnya rencana menyelesaikan pendidikan, kehilangan harapan untuk menikah dan berkeluarga, atau seseorang kehilangan penglihatan atau pendengaran ketika mengejar tujuan menjadi artis atau composer.

D.    Fase – fase Kehilangan
Fase – fase kehilangan terdiri dari fase pengingkaran (denial). Fase amarah (anger), fase rawar – menawar (bergaaining), fase defresi (defression) dan fase penerimaan (acceptance). ( Iyus Yosep, 2007)
1.      Fase Pengingkaran ( denial )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan,’’ saya tidak percaya bahwa itu terjadi,’’ Itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus-menerus mancari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2.      Fase marah ( anger )
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diang yang ada di proyeksikan kepada orang yang ada dilingkungannya, orang-orang tertentu atau ditujukan pada dirinya sendiri. Tidak jarang dia menunjukan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus, respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3.      Fase Tawar Menawar
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “kalau saja kejadian ini bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataan sebagai berikut sering dijumpai, “Kalau saja yang sakit bukan anak saya”.
4.      Fase depresi ( depression )
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak mau berbicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5.      Fase Penerimaan ( Acceptance )
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada objek atau orang hilang akan akan mulai berkurang akan hilang, individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti “saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju saya yang baru manis juga” , atau “apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase damai atau fase penerimaan, maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
Pengingkaran
Marah
Depresi
Tawar-menawar
penerimaan
Gambar tentang respon individu terhadap kehilangan tersebut merupakan tahap yang umum dilalui individu yang dapat menyelesaikan proses kehilangannya dengan tuntas. Fase penerimaan merupakan tujuan akhir yang adatif dari proses berduka.
Setiap orang yang mengalami kesedihan, kehilangan dan berduka, sudah mengalami proses tersebut. Namun kurun waktu dalam mencapai tahap acceptance pada individu berbeda – beda.

E.     Perspektif Agama Terhadap Kehilangan
Dalam perspektif agama saat menghadapi kehilangan manusia diharuskan untuk sabar, berserah diri, menerima, dan mengembalikannya kepada Allah karena hanya dia pemilik mutlak segala yang kita cintai dan manusia bukanlah pemilik apa-apa yang di lakuinya. Sebagai mana firman Allah : “ Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan beriaknlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu ketika mereka ditimpa musibah mereka mengucapkan kami adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah, mereka akan mendapatkan keberkahan dan rahmat dari tuhan mereka”.

F.      Contah Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia
Contoh stressor dan bentuk kehilangan di indonesia diantaranya adalah :
No
Jenis Stressor
Jenis Kehilangan
1

2
3


4
5

6
7


8
9


Gempa dan Tsunami Aceh

Lumpur lapindo
Gempa di Yogyakarta


Jatuhnya pesawat adam air
Orang yang berarti, bagian tubuh.
Sampah longsor rumah
Banjir bandang


PHK di IPTN
Banjir Jakarta
Rumah, Orang yang berarti, pekerjaan, bagian tubuh
Rumah, tetaangga yang baik.
Rumah, tetaangga yang baik.
Ruamh, makna rumah yang lama, orang yang berarti, bagian tubuh, pekerjaan.
Orang yang berarti, bagian tubuh.
Orang yang berarti


Orang yang berarti

Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang baik, kesehatan

Pekerjaan, status, harga diri.
Harta bnda, orang tercinta., lingkungan yang baik, kesehatan


ASUHAN KEPERAWATAN ADAPTASI KEHILAGAN

A.    Pengkajian
1.      Factor predisposisi
Factor predisposisi yang mempengaruhi tentang respon kahilangan adalah :
a.       Genetik
Individu yang dilahirkan dan di besarkan didalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi aka sulit mengembangkan sikap optimis dalam suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
b.      Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
c.       Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang di tandai perasaan tidak berdaya pesimis, selau di bayangi masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam mengalami situasi kehilangan.
d.      Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
e.       Struktur kepribadian
Individu dengan konsep diri yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang di hadapi.
2.      Faktor presipitasi
a.       Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata, ataupun imajinasi individu seperti : kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi : kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi di masyarakat, kehilangan milik pribadi seperti : kehilangan harta benda atau orang di cintai, kehilangan kewarganegaraan dan sebagainy.
b.      Prilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukan perilaku seperti : menangis atau tidak mampu menangis, marah-marah, putus asa, kadang-kadang ada tanda-tanda usaha bunuh diri atau ingin membunuh orang lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyokong diagnosanya.
c.       Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan respon kehilangan antara lain : denial, represi, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

B.     Diagnosa keperawatan
1.      Potensial proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan kematian ibu.
2.      Fiksasi berduka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki.
3.      Potensial respon berduka yang berkepanjangan sehubungan dengan proses berduka sebelumnya yang tidak tuntas.
4.      Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
5.      Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan.
6.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas

C.     Intervensi Keperawatan
1.      Diagnosa keperawatan : Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan Umum : 
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
Tujuan Khusus :
a.       Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b.      Klien dapat memahami penyebab dari harga diri rendah.
c.       Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
d.      Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
e.       Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.
Intervensi :
1)      Bina hubungan saling percaya dengan klien.
Rasional : rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik yang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
2)      Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaannya.
Rasional : motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3)      Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
Rasional : dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4)      Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi. Rasional : empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
5)      Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
Rasional : meningkatkan harga diri.
6)      Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
Rasional : pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7)      Ikut sertakan klien dalam aktifitas sehari – hari.
Rasional : mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.

2.      Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan.
Tujuan :
a.       Klien merasa harga dirinya naik.
b.      Klien mengunakan koping yang adaptif.
c.       Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi :
1)      Merespon kesadaran diri dengan cara :
a)        Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
b)        Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
c)        Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
Rasional : Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien
2)      Menyelidiki diri dengan cara :
a)        Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
b)        Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
c)        Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
Rasional : klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan terhadap dirinya sendiri.
3)      Mengevaluasi diri dengan cara :
a)      Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
b)      Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
Rasional : Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.
4)      Membuat perencanaan yang realistik.
a)      Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
b)      Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
Rasional : Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.
5)      Bertanggung jawab dalam bertindak.
a)      Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
Rasional : Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.
b)      Mengobservasi tingkat depresi.
(1)   Mengamati perilaku klien.
(2)   Bersama klien membahas perasaannya.
Rasional : Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.
c)      Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
(1)   Menghargai perasaan klien.
(2)   Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
(3)   Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
(4)   Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
Rasional : Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.

2.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.
Tujuan Umum :
a.       Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :
a.       Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
b.      Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
c.       Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
d.      Klien dapat merawat kukunya sendiri.
Intervensi :
1)      Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan. R/. Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.
2)      Menganjurkan klien untuk mandi. R/. Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.
3)      Menganjurkan pasien untuk mencuci baju. R/. Diharapkan klien mandiri.
4)      Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri. R/. Diharapkan klien mandiri.
5)      Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi. R/. Diharapkan klien mandiri



D.    Perencanaan
Tujuan jangka panjang : agar indvidu berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan jangka pendek : pasien mampu :
1.      Mengungkapkan perasaan duka.
2.      Menjelaskam makna kehilangan orang atau objek.
3.      Membagi rasa dengan orang yang berarti.
4.      Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai
5.      Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang baru.

E.     Prinsip tindakan keperawatan pada pasien dengan respon kehilangan
1.      Bina dan jalin hubungan saling percaya
2.      Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya.
3.      Identifikasi kemungkinan faktor  yang menghambat proses berduka
4.      kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka.
5.      Beri dukungan terhadap respon kehilanga pasien
6.      Tingkatkan rasa kebersamaan anggota keluarga
7.      Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therpy
8.      Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut
a.       fase pengingkaran
1)      Memberi kesempatan kepada pasien untuk  mengungkapkan perasaannya
2)      Menujukan sikap menerima ,iklas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa
3)      Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertayaan pasien tentang sakit,pegobatan ,dan kematian.
b.      fase marah
mengizinkan dan mendorong pasien menggungkapakan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan
c.       fase menawar
membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
d.      fase depresi
1)      Mengidentifikasi tingkat depresi dan risiko merusak diri pasien
2)      Membantu pasien mengurangi rasa bersalah
e.       fase peneriman
membantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa direlakan

F.      Prisip keperawatan pada anak dengan respon kehilangan
1.      memberi dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama    masa berduka.
2.      .menggali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3.      membantu anak melalui proses berkembung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan oleh orang lain
4.      mengikutsertakan anak dalam upacara pemakamanatau pergi kerumah duka.

G.    Prinsip keperawatan pada orang tua degan respon kehilangan (kematian anak)
1.      Meyediakan serana ibadah,termasuk pemuka agama
2.      Menganjurkan pasien untuk memegang /melihat jenasah anaknya
3.      Menyiapkan perankat kenangan
4.      Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan
5.      Menjelaskan kepada pasien/keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta tempat mereka minta bantuan bila diperlukan.

0 Response to "Asuhan Keperawatan Masalah Adaptasi Kehilangan"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...