Latest News

pengaruh prilaku kekerasan terhadap tumbuh kembang prilaku anak


A.    Teori dan Konsep Terkait
1.      Konsep Dasar Prilaku Kekerasan
a.       Pengertian Prilaku Kekerasan
Kekerasan terjadi ketika seseorang menggunakan kekuatan, kekuasaan, dan posisi nya untuk menyakiti orang lain dengan sengaja, bukan karena kebetulan (Andez, 2006). Kekerasan juga meliputi ancaman, dan tindakan yang bisa mengakibatkan luka dan kerugian. Luka yang diakibatkan bisa berupa luka fisik, perasaan, pikiran, yang merugikan kesehatan dan mental.
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh sang anak.
Wikipedia Indonesia (2006) memberikan pengertian bahwa kekerasan merujuk pada tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain. Istilah kekerasan juga berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Kekerasan anak Menurut Andez (2006) kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Nadia (2004) mengartikan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
Hoesin (2006) melihat kekerasan terhadap anak sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak anak. dan dibanyak negara dikategorikan sebagai kejahatan sehingga mencegahnya dapat dilakukan oleh para petugas penegak hukum. Sedangkan Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun mental.

b.      Bentuk-Bentuk Prilaku Kekerasan Pada Anak
Secara garis besar Prilaku Kekerasan pada anak dapat dibagi menjadi 4 bentuk, yang mana bentuk lain dari prilaku kekerasan adalah mengeksploitasi anak, memanfaatkan anak untuk bekerja atau aktivitas lain untuk memperoleh keuntungan, sebagai contoh adalah eksploitasi anak untuk alasan komersial.

Bentuk bentuk prilaku kekerasan tersebut diantaranya :
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik pada anak adalah "non accidental injuri" pada anak mulai dari ringan sampai berat sampai pada trauma neurologist yang berat bahkan sampai pada kematian. Cedere fisik akibat hukuman yang diluar batas ,dan perilaku pelaku yang agresif, kekejaman dalam memberikan hukuman pada anak. Cedera bisa diakibatkan oleh pukulan, cambukan, luka bakar , lecet dan goresan, memar dengan berbagai tingkat penyembuhan, fraktur, luka pada mulut , bibir, rahang, mata , perineal. Dan pemberian racun.
2. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual pada anak baik yang menggunakan pendekatan persuasif ataupun paksaan pada seorang anak untuk mengadakan perilaku atau kegiatan seksual yang nyata. Gambaran kekerasan seksual pada anak adalah menyentuh atau mencium genitalia anak, penetrasi, intercource, incest, oral seks, sodomi sampai pada pemerkosaan. Mengeksploitasi seksualitas yang lain pada anak seperti memperlihatkan pornografi, menggunakan kata-kata jorok, membuat anak malu/ menelanjangi anak, prostitusi anak, menggunakan anak untuk produk pornografi.
Kekerasan seks dapat dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya ( kandung atau tiri), saudara kandung atau orang lain, pengasuh anak, guru, teman atau orang-orang lain yang perlu diwaspadai.
3. Kekerasan Emosional
Kekerasan Emosi adalah sikap, perilaku atau tindakan lain yang dilakukan oleh orang tua, pengasuh atauorang lain yng menyebabkan gangguan emosi atau mental anak. Kekerasan emosional dapat dilihat dengan menggunakan kata-kata yang merendahkan anak , tidak mengakui sebagai anak. Kekerasan Emosional biasanya disertai dengan kekerasan lainnya. Kekerasan emosional sering juga disebut kekerasan verbal atau kekerasan mental / psylogical maltreatment. Kekerasan emosional bergerak dari rentang yang simple sampai pada yang ekstrim. Kekerasan emosional dapat berupa penghinaan anak, penolakan anak, menarik diri atau menghindari anak, tidak memperdulikan perasaan anak, perilaku negative pada anak, mengeluarkan kata-kata yang tidak baik untuk perkembangan emosi anak, memberikan hukuman yang ekstrim pada anak seperti memasukkan anak pada kamar gelap, mengurung anak di kamar mandi, mengikat anak, dan masih banyak lagi hukuman orang tua yang tanpa disadari orang tua menrupakan perilaku yang menyebabkan kekerasan emosional pada anak. Kekerasan Emosional selalu ada ketika kekerasan lain teridentifikasi, ada overlaping antara pengertian kekerasan emosional anak dan penelantaran anak karena keduanya bisa terjadi secara bersamaan pada anak.
Kekerasan Emosional pada anak dapat dilakukan oleh orang yang lebih tua adari anak atau anak lainnya yaitu orang tua, pengasuh, guru, saudara kandung, serta orang lain yang mempunyai akses atau kesempatan untuk melakukan kekerasan emosional pada anak.
4. Penelantaran ( Neglect)
Penelantaran bisa diartikan sebagai pengabaian atau tidak memenuhi kebutuhan dasar anak, dan juga kegiatan atau perilaku yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik ataupun mental anak. Kebutuhan anak tidak terpenuhi secara wajar baik fisik, mental, sosial, spiritual termasuk pendidikannya.
Penelantaran dapat berupa :
a)      Penelantaran fisik
Penelantaran fisik atau tidak memenuhi kebutuhan fisik anak seperti tidak adequatnya pemberian nutrisi pada anak, perumahan, kurangnya pengawasan atau supervisi yang dapat mengakibatkan anak neresiko untuk terjadinya traum fisik atau emosional, keterlambatan membawa ank jika anak mengalami gangguan kesehatan, tidak adequatnya kebersihan diri anak.
b)      Penelantaran Pendidikan
Penelantaran pendidikan diartikan penelantaran pendidikan baik dalam bidang informal seperti mendidik anak agar ia mampu berinteraksi dengan lingkungan dan mendidik anak untuk bisa berhasil dimasa depannya. Penelantaran Pendidikan secara formal dimana anak usia sekolah tidak diberikan untuk mendapat pendidikan secara layak, justru anak disuruh mencari nafkah untuk untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
c)      Penelantaran Phycological ( Emosional )
Penelantaran emosional dipandang sebagai kurangnya support emosional pada anak serta kurangnya cinta atau kasih sayang yang diberikan oleh orang tua atau orng-orang terdekat. Penelantaran emosional dapat berupa kurangnya perhatian pada kebutuhan anak, termasuk kurangnya affektif untuk merawat anak, kurannya perhatian terhaap kebutuhan emosi anak, adanya kekerasan pada anak oleh orang tua tanpa memperhatikan dampak yang terjadi pada anak dalam tumbuh kembangnya.

c.       Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Prilaku Kekerasan pada Anak
Menurut hasil pengaduan yang diterima KOMNAS Perlindungan Anak (2006), pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya:
1)      Kekerasan dalam rumah tangga
Dalam keluarga terjadi kekerasan yang melibatkan baik pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya. Kondisi menyebabkan tidak terelakkannya kekerasan terjadi juga pada anak. Anak seringkali menjadi sasaran kemarahan orang tua.

2)      Disfungsi keluarga
Peran orang tua tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Adanya disfungsi peran ayah sebagai pemimpin keluarga dan peran ibu sebagai sosok yang membimbing dan menyayangi
3)      Faktor ekonomi
Kekerasan timbul karena tekanan ekonomi. Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan ekonomi adalah faktor yang banyak terjadi
4)      Pandangan keliru tentang posisi anak dalam keluarga
Orang tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua.
Unicef (1986) mengemukakan ada 2 faktor yang melatarbelakangi munculnya kekerasan anak oleh orang tuanya. Faktor tersebut masing-masing berasal baik dari orang tua maupun anak sendiri. Faktor tersebut antara lain :
1) Orang tua yang pernah jadi korban penganiayaan anak dan terpapar oleh kekerasan dalam rumah, orang tua yang kondisi kehidupannya penuh sters, seperti rumah yang sesak, kemiskinan, orang tua yang menyalahgunakan NAPZA, orang tua yang mengalami gangguan jiwa seperti depresi atau psikotik atau gangguan keperibadian
2) Anak yang premature, anak yang retardasi mental, anak yang cacat fisik, anak yang suka menangis hebat atau banyak tuntutan. Berdasarkan uraian tersebut baik orang tua maupun anak sama-sama berpengaruh pada timbulnya kekerasan pada anak.

Rakhmat (2003) membagi faktor sosial antara lain:
1)      Norma sosial, yaitu tidak ada kontrol sosial pada tindakan kekerasan pada anak-anak, maksudnya ketika muncul kekerasan pada anak tidak ada orang di lingkungannya yang memperhatikan dan mempersoalkannya
2)      Nilai-nilai sosial, yaitu hubungan anak dengan orang dewasa berlaku seperti hirarkhi sosial di masyarakat. Atasan tidak boleh dibantah. Aparat pemerintahan harus selalu dipatuhi. Guru harus digugu dan ditiru. Orangtua tentu saja wajib ditaati dengan sendirinya. Dalam hirarkhi sosial seperti itu anak-anak berada dalam anak tangga terbawah. Mereka tidak punya hak apa pun, sedangkan orang dewasa dapat berlaku apa pun kepada anak-anak.
3)      Ketimpangan sosial. Banyak ditemukan bahwa para pelaku dan juga korban child abuse kebanyakan berasal dari kelompok sosial ekonomi yang rendah. Kemiskinan, yeng tentu saja masalah sosial lainnya yang diakibatkan karena struktur ekonomi dan politik yang menindas, telah melahirkan semacam subkultur kekerasan. Karena tekanan ekonomi, orangtua mengalami stress yang berkepanjangan. Ia menjadi sangat sensisitif. Ia mudah marah. Kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan untuk bercanda dengan anak-anak sehingga terjadilah kekerasan emosional.


2.      Konsep Dasar Tumbuh Kembang Psikologis Anak
a.       Tumbuh Kembang Psikologis anak
Pertumbuhan dan perkembangan menyangkut semua aspek kemajuan yang dicapai oleh jazad manusia dari konsepsi sampai dewasa.Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam aspek fisis akibat multiplikasi sel dan bertambahnya jumlah zat interseluler.
Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah salah satu cara mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Kekerasan pada anak adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi; penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking atau jual-beli anak. Patilima (2003) menganggap kekerasan merupakan perlakuan yang salah orang tua. Patilima mendefinisikan perlakuan salah pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, khususnya bagi psikologis anak.
Orangtua seharusnya menjadi seorang yang paling bertanggung jawab atas tumbuh dan berkembangnya anak karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Padahal, kekerasan akan menimbulkan efek psikologis yang sangat berat bagi korban karena pengalaman traumatik masa kecilnya akan terus dibawa hingga anak menjadi dewasa.
     
b.      Periode Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh Kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa. Tumbuh kembang anak terdiri dari beberapa periode, yaitu masa prenatal atau masa uterin ( masa bayi didalam kandungan), masa bayi, masa balita dan masa prasekolah,
Periode terpenting adalah masa Balita, ada 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak Balita (Frankenber, et al,1981, cit Soetjiningsih ,1998) yaitu :
a.       Personal sosial (tingkah laku sosial dan kepribadian)
b.      Fine motorik adaptive (gerakan motorik halus), melakukan pergerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil saja, kordinasi pergerakan cermat, contoh : memegang pinsil, menggambar.
c.       Language (bahasa), kemampuan untuk memberi perintah dan berbicara spontan.
d.      Gross motor (perkembangan motorik kasar).

c.       Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang psikologis Anak
Anak masih berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pengalaman yang pernah dialami selama rentang kehidupannya. Optimalisasi tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi pada situasi lingkungan dimana mereka tumbuh. Lingkungan yang tidak kondusif yaitu yang dapat menghambat tumbuh kembang anak sehingga menyebabkan anak tidak dapat tumbuh secara optimal. Salah satu lingkungan yang tidak kondusif pada anak adalah anak yang tumbuh dengan perlakuan dan kekerasan serta peneantaran yang dialaminya. Kekerasan pada anak dapat menyebabkan keterlambatan dan gangguan tumbuh kembang pada anak.
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan interaksi dari banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perkembangan anak. Setelah anak dilahirkan beberapa faktor seperti biologic, fisik dan psikososial dan faktor keluarga serta adat istiadat juga mempengaruhi perkembangan anak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu psikososial, sejak lahir anak-anak menampilkan ciri-ciri karakteristik yang individual, berbeda satu dengan yang lainnya. Semua ciri individual ini cenderung untuk terus tumbuh dan berkembang sampai pada masa pubertas, adolensi dan dewasa. Oleh karena itu individu itu merupakan pribadi yang unik, serta tiada duanya dan berusaha merealisasikan diri dalam satu lingkungan sosial. Maka tidak mungkin seorang anak hidup tanpa satu lingkungan sosial tertentu, jika anak itu mau tumbuh normal dan mengalami proses manusiawi atau proses pembudayaan dalam suatu lingkungan kultural. Selanjutnya kondisi itu menjadi menguntungkan dan positif sifatnya, bila kombinasi dari pengaruh sosial dan potensi hereditas bisa saling mendukung (hukum konvergensi); bisa bekerja sama secara akrab, dan membantu proses realisasi diri dan proses sosialisasi anak. Sebaliknya, kondisi jadi tidak sehat bila perkembangan anak menjadi terhambat ataupun rusak karenanya.

d.      Pengaruh Prilaku Kekerasan terhadap Psikologis(Prilaku) Anak
Ada beberapa jenis pengaruh yang dialami oleh anak akibat dari prilaku kekerasan diantaranya :
1.      Pengaruh kekerasan fisik
Moore (dalam Nataliani, 2004) menyebutkan bahwa efek tindakan dari korban penganiayaan fisik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Ada anak yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi; ada yang menjadi sangat pasif dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepibadian sendiri; ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan adanya kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem syaraf.
Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Lawson (dalam Sitohang, 2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, perkembangan tubuh kurang normal, rusaknya sistem syaraf, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.

2.      Pengaruh kekerasan psikis
Penelitian Denzin (1984) disitasi oleh Idrus (1999) memaparkan bahwa terjadinya kekerasan dalam keluarga disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang berpengaruh pada kepribadian, sikap dan prilaku. Penelitian ini mengindikasikan bahwa orang tua pada saat masa kecilnya mempunyai latar belakang mengalami kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut kepada anak-anaknya yang disebut "pewarisan kekerasan antar generasi". Beberapa studi mendukung temuan ini bahwa dampak menyaksikan kekerasan yang dilakukan orang tua pada masa kecil merupakan prediksi penyebab kekerasan lebih besar dibanding bila menyaksikan secara langsung ketika seseorang sudah dewasa. Hal ini disebabkan pada waktu kecil anak-anak sedang dalam proses perkembangan dan pembentukan kepribadian.
Patilima (2003) menganggap kekerasan atau perlakuan salah pada anak merupakan segala perlakuan terhadap anak yang akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial, maupun mental. Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA (dalam Nataliani, 2004) mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.
Ada beberapa macam  pengaruh kekerasan psikis yang dialami oleh anak akibat dari prilaku kekerasan diantaranya pengaruh pada sikap, prilaku, komuniksai dan hubungan dengan orang lain. Pada pengaruh psikis ini peneliti memfokuskan kepada pengaruh kekerasan psikis pada prilaku anak.
Unicef (1986) pengaruh prilaku kekerasan terhadap psikologis(prilaku) anak mengemukakan, anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan, perilaku destruktif dan perilaku menarik diri, dan memiliki dorongan bunuh diri.
Menurut Nadia (1991), pengaruh meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.
Hurlock (1990) mengatakan jika anak mendapatkan prilaku kekerasan menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
Begitu besar pengaruh kekerasan pada anak terhadap berbagai aspek kehidupan anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak, baik yang berdampak langsung pada kecacatan fisik, depresi akibat tekanan, gangguan sosialisasi sampai pada kondisi terlambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan anak menjadi terlambat, bahkan tidak normal seperti anak seusianya.

0 Response to "pengaruh prilaku kekerasan terhadap tumbuh kembang prilaku anak"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...