Latest News

Asuhan keperawatan pada sistem pencernaan ; invaginasi / intususepsi

A.  Konsep dasar penyakit invaginasi/intususepsi
1.    Pengertian
Intususepsi adalah penoropongan dari bagian usus ke perut bawah. Hal ini hampir sering terjadi ketika invaginasi ileum terminal masuk kedalam kolon asenden melalui katup ileosekal. (Boyles, 1997) .
 Intususepsi terjadi bila salah satu bagian usus masuk kebagian usus lain yang mengakibatkan obstruksi di bagian atas defek (telescoping). (Dons L. Wong, 2004)
Invaginasi adalah keadaan masuknya segmen usus ke segmen bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi usus. ( Mansjoer, 2000 )
Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk kedalam segmen usus yang lebih distal dan pada umum nya aka menimbulkan gejala obstruksi usus. Intususepsi merupakan salah satu kedaruratan bedah pada bayi dan anak, oleh karna itu perlu ditegakan diagnosanya sedini mungkin agar dapat dilakukan penatalaksanaan yang adekuat. (markum a.h 1991)
Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens).

2.    Etiologi
Penyebab dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat insidens bersipat musiman dengan puncak kejadian pada musim panas dan musim gugur. Terdapat hubungan dengan infeksi-infeksi virus adeno dan keadan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak-bercak peyeri yang banyak terdapat didalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut; bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltis usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi. Pada usia puncak insidens penyakit ini, saluran cerna bayi mulai diperkenalkan dengan bermacam bahan baru. Pada sekitar 5% penderita dapat ditemukan penyebab-pnyebab yang dapat dikenali,seperti di vertikulum meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosar koma. Secara jarang, keadaan ini akan mempersulit purpura henoch schonlein dengan suatu hematom intramural yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca pembedahan jarang dapat didiagnosis . intususepsi –intususepsi ini selalu bersipat ileoleal. (Behrman 1992)

Terdapat hubungan dengan infeksi – infeksi virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak – bercak peyeri yang banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut, bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltic usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi. Pada puncak insidens penyakit ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan bermacam bahan baru. Pada sekitar 5% penderita dapat ditemukan penyebab – penyebab yang dikenali, seperti divertikulum meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Secara jarang, keadaan ini akan mempersulit purpura Henoch – Schonlein dengan sutau hematom intramural yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca pembedahan jarang dapat didiagnosis, intususepsi – intususepsi ini bersifat iloileal.

3.    Klasifikasi
Bagian usus yang masuk disebut intussusceptum dan bagian yang menerima intussusceptum dinamakan intussuscipiens. Pemberian nama invaginasi tergantung hubungan antara intussusceptum dan intussuscipiens, klasifikasinya adalah
a)    Ileocaecal : ileum berinvaginasi ke dalam kolon asenden pada katup ileocaecal.
b)   leo-colic : ileum berinvaginasi ke dalam kolon.
c)    colo-colic : kolon berinvaginasi ke dalam kolon.
d)   ileo-ileo : usus kecil berinvaginasi ke dalam usus kecil.Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileocolica dan appendical-colica. Kasus yang paling banyak ditemukan adalah ileo-colica (75%).

4.    Patofisiologi
Kebanyakan intususepsi adalah ileokolik dan ileoileokolik, sedikit sekokolik dan jarang hanya ileal. Secara jarang, suatu intususepsi apendiks membentuk puncak dari lesi tersebut. Bagian atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya, intususipiens sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya. Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran darah balik. Penyumbatan intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan tinja berdarah, kadang – kadang mengandung lendir. Puncak dari intususepsi dapat terbentang hingga kolon tranversum desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus – kasus yang terlantar. Setelah suatu intususepsi idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang memebentuk puncaknya tampak edema dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan intususepsi tidak menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya dapat mengakibatkan gangren usus dan syok.

5.    Manifestasi Klinis
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Pada tahap awal muncul gejala strangulasi berupa nyeri perut hebat yang tiba – tiba. Bayi menangis kesakitan saat serangan dan kembali normal di antara serangan. Terdapat muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan keluarnya darah bercampur lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen dapat teraba massa yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris).
Dalam keadaan lanjut muncul tanda obstruksi usus, yaitu distensi abdomen dan muntah hijau fekal, sedangkan massa intraabdomen sulit teraba lagi. Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum, pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginat seperti porsio uterus, disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah.

6.    Komplikasi
Bila intususepsi tidak segera ditangani, maka dapat terjadi komplikasi seperti
a)    Perforasi usus
Apabila kondisi usus semakin memburuk dari obstruksi usus sampai nekrosis jaringan segmen usus. Awalnya aliran darah yang melewati usus mengalami penurunan sehingga menyebabkan adanya pembengkakan dan peradangan. Pembengkakan dapat menyebabkan perforasi.
b)   Syok
Sebagai akibat dari kemajuan penyakit dengan gejala yang meliputi
kelesuan, denyut jantung cepat, denyut nadi lemah, tekanan darah rendah, dan nafas cepat.

7.    Pemeriksaan diagnostic
a)    Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi
b)   Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
c)    Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga).
d)   Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
e)    Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk.

8.    Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan dan managemen perawatan
a)    Tekanan hidrostatik barium enema.
Penurunan intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke dalam kolon yang hasilnya dilihat dengan X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi. Dengan tekanan hidrostatik sebesar ¾ meter air, barium didorong ke arah proksimal. Pengobatan dianggap berhasil bila barium sudah mencapai ileum terminalis. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium sepanjang bekas invaginasi. Tindakan ini boleh dilakukan bila belum ada dehidrasi, peritonitis, distensi abdomen yang berlebih, invaginasi lebih dari 48 jam dan invaginasi rekuren. Bila barium enema tidak berhasil dan dijumpai tanda di atas, maka diperlukan reposisi operatif.
b)    Reduksi bedah:
a. Perawatan pra bedah:
1) Rutin
2) Tuba nasogastrik
3) Koreksi dehidrasi
b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin hangat. Ini juga membantu penurunan edema.
c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
c)         Penatalaksanaan pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotik
f. Jika dilakukan suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital
h. Perawatan luka dan drain.
d)        Perawatan rutin
a. Pemberian makanan harus diberikan kembali sesegera mungkin, yaitu
jika muntah hilang dan aktivitas peristaltik memuaskan
b. Mandi dan penanganan.
e)         Dukungan bagi orang tua.
Banyak dukungan yang diperlukan tergantung pada status umum dari anak dan tindakan pembedahan yang diambil. Kondisi anak harus dijelaskan secara lengkap dan diberikan keyakinan. Sekali kondisi umum anak mengalami perbaikan, orangtua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak.

f)        Persiapan untuk pulang ke rumah.
Bila reduksi intususepsi berhasil dan luka sembuh, anak dapat pulang ke rumah. Harus ada masa tindak lanjut jika kasus intususepsi mengalami keadaan rekuren.

9.    Prognosis
Intususepsi pada  bayi yang tidak ditangani hampir selalu menyebabkan kematian.; harapan sembuh kembali berhubungan langsung dengan lamanya intususepsi terjadi sebelum dilakukan tindakan pembebasan. Sebagian besar dari bayi akan pulih kembali, jika intususepsi tersebut dilepaskan dalam waktu 24 jam pertama tetapi setelah waktu ini maka mortalitasnya akan meningkat dengan cepat, terutama jika pelepasan ditunda hingga hari ke-3 pelepasan secara spontan selama pengangkutan dan persiapan pembedahan, sering terjadi.
Angka kekambuhan,selalu usaha perlepasan intususepsi dengan enema barium pada the h
Hospital For Sick Children, Toronto; adalah sekitar 10%; setelah pembedahan pelepasan adalah sekitar 25% dan tidak terjadi kekambuhan setelah reseksi. Sangat kecil kemungkinan bahwa suatu intususepsi yang disebabkan oleh suatu lesi seperti limforsakoma, polip atau divertikulum meckeli terbalik; berhasil dilepaskan dengan enema barium. Dengan penaganan bedah yang memadai, maka pembedahan pelepasan akan memberikan mortalitas yang sangat rendah pada kasus-kasus dini.

B.  Asuhan keperawatan pada system pencernaan : invagasi
1.    Pengkajian
lakukan pengkajian fisik secara rutin
a.    dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga tentang gejala
b.    Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi
c.    Observasi perilaku anak
d.   Observasi adanya manifestai intususepsi:
a)    Nyeri abdomen akut tiba-tiba
1)   Anak berteriak dan menarik lutut ke dada
2)   Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode nyeri
b) Muntah
c) Letargi
d) Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses bercampur darah dan mucus )
e) Abdomen lunak ( pada awal penyakit )
f) Nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut )
g) Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas
h) Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance )
i) Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis
e.    Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis:
a) diare
b) anoreksia
c) penurunan berat badan
d) muntah (kadang-kadang )
e) nyeri periodic
f) nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang lebih besar )
f.          Diagnosa dan intervensi
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
6. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.
8. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
9. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.
10. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan.
Post operasi
11. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
12. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
13. Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis situasional.
14. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
15. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.

C. Intervensi
Pre Operasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
NOC : Tingkat nyeri
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen nyeri
Intervensi :
1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pengunjung).
2. Berikan analgesia sesuai ketentuan
3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK
5. Kompreskan air hangat pada dahi

Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
NOC : Sleep
Tujuan : Kebutuhan tidur pasien adekuat (10 jam / hari).
Kriteria hasil :
a. Jam tidur
b. Pola tidur
c. Kualitas tidur
d. Tidur tidak terganggu
e. Kebiasaan tidur
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada sama sekali
NIC : Sleep Enhancement
Intervensi :
1. Kaji pola tidur pasien.
2. Kaji pengaruh tindakan pengobatan terhadap pola tidur.
3. Seiakan barang-barang milik pasien yang dapat mendukung pasien untuk tidur (guling, boneka, dll).
4. Ajarkan teknik relaksasi.
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman.

Dx 3 : Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
NOC : Thermoregulation
Tujuan : Pasien tidak mengalami menunjukkan peningkatkan suhu badan secara berlebihan. Suhu badan pasien normal 36-37ºC.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Temperature regulation
Intervensi :
1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.
2. Monitor TD, N, RR.
3. Monitor warna dan suhu kulit.
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
5. Ajarkan pada pasien cara untuk mencegah keletihan akibat panas.

Dx 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
NOC : Fluid balance
Tujuan : Diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
b. BB ideal sesuai tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
1. Berikan makanan yang terpilih
2. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
4. Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.
5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

Dx 5 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
NOC : Mobility level
Tujuan : Diharapkan pasien dapat melakukan mobilitas.
Kriteria hasil :
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c. Menverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
d. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
e. Pergerakan tulang
f. Keseimbangan posisi tubuh
Skala :
1 : dibantu total
2 : memerlukan bantuan orang lain dan alat
3 : memerlukan bantuan orang lain
4 : dapat melakukan sendiri dengan bantuan
5 : mandiri
NIC: Perubahan Posisi
a. Pantau ketepatan pemasangan traksi
b. Letakkan matras / tempat tidur terapeutik dengan benar
c. Atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar
d. Letakkan pada posisi terapeutik ( misal ; hindari penempatan puntung amputasi pada posisi fleksi, tinggikan baian tubh yang terkena, jika diperlukan, imobilisasi / sangga bagi tubuh yang terkena).
e. Dukung latihan ROM aktif.

Dx 6 : Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
NOC :
Tujuan : Pasien tidak mengalami konstipasi.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman.
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Temperature regulation
Intervensi :
6. Monitor suhu minimal tiap 2 jam sekali.
7. Monitor TD, N, RR.
8. Monitor warna dan suhu kulit.
9. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.

Dx 7 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.
NOC: Keseimbangan cairan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pada pasien adekuat
Kriteria hasil:
a. Keseimbangan intake & output dalam batas normal
b. Elektrolit serum dalam batas normal
c. Tidak ada mata cekung
d. Tidak ada hipertensi ortostatik
e. Tekanan darah dalam batas normal
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Cairan
1. Pertahankan intake & output yang adekuat
2. Monitor status hidrasi (membran mukosa yang adekuat)
3. Monitor status hemodinamik
4. Monitor intake & output yang akurat
5. Monitor berat badan
Dx 8 : Keterlambatan tumbang berhubungan dengan malnutrisi.
NOC : Physical Aging Status
Tujuan : Pasien mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal sesuai usianya.
Kriteria hasil :
a. Rata-rata berat badan
b. Cardiat out put
c. Elastisitas kulit
d. Kekuatan otot
Skala :
 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Tingan
5. Tidak ada
NIC : Developmental Enhancement
1. Bina hubungan saling percaya dengan anak
2. Demonstrasikan aktivitas yang meninggkatkan perkembangan anak sesuai dengan umurnya (contoh bermain icik-icik)
3. Bantu anak belajar ketrampilan
4. Bina kesempatan untuk mendukung latihan aktivitas motorik/verbal pasien
5. Berikan reinforcement positif

Dx 9 : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.
NOC: Integritas Kulit
Tujuan: Diharapkan integritas kulit pasien baik (lembab, tidak terjadi lesi).
Kriteria hasil:
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
b. Tidak ada luka.
c. Pefusi jaringan baik.
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar.
2. Jaga kebersiha kulit agar tetep bersih dan kering.
3. Monitor adanya kemerahan.
4. Oleskan lotion pada daerah yang tertekan.
5. Monitor aktivitas pasien.

Dx 10 : Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan
NOC: Decision Making
Tujuan: Diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga.
Kriteria Hasil:
a. Identifikasi informasi yang relevan
b. Identifikasi alternatif
c. Memilih berbagai alternatif
Skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Family Support
a. Informasikan kepada keluarga tentang alternatif pilihan atau solusi
b. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan dan kerugian alternatif lain
c. Tawarkan informasi konsen
d. Bantu keluarga dalam menjelaskan keputusannyapada anggota keluarga yang lain, jika diperlikan
e. Berikan dukungan secara penuh

Post Operasi
Dx 11 : Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.
NOC : Tingkat Nyeri
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Skala :
1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri).
2. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pengunkung).
3. Berikan analgesia sesuai ketentuan
4. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
5. Ajarkan teknik relaksasi

Dx 12 : Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
NOC: Knowledge: infection control
Tujuan: Diharapakan infeksi tidak terjadi (terkontrol)
Kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Infection control
1. Pertahankan teknik isolasi
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
5. Tingkatkan intake nutrisi

Dx 13 : Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis situasional.
NOC: Family Coping
Tujuan: Diharapkan koping keluarga menguat.
Kriteria Hasil:
a. Mendemonstrasikan fleksibilitas peran
b. Menyelesaikan permasalahan yang ada
c. Percaya dapat memenej masalah
d. Melibatkan anggota keluarga dalam mengambil keputusan
e. Mengekspresikan perasan
f. Menggunakan strategi menurunkan stress (devence mecanism)

Skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Family Support
1. Yakinkan keluarga akan memberikan perawatan terbaik pada pasien
2. Hargai reaksi emosional keluarga terhadap kondisi pasien
3. Selesaikan prognosis beban psikologis keluarga
4. Berikan harapan yang realistik
5. Dengarkan kecemasan keluarga, perasaan dan pertanyaan keluarga
6. Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga pasien.

Dx 14 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
NOC : Knowledge: Proses Penyakit
Tujuan : Keluarganya dapat mengerti / lebih paham mengenai penyakit anaknya dan pengobatannya.
Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi perawatan anak
b. Menjelaskan proses penyakit
c. Menjelaskan sebab atau faktor yang mempengaruhi
d. Kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dalam pengobatan anaknya
Skala :
1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Pengatahuan Proses Penyakit
1. Identifikasi faktor dalam atau luar untuk menambah / meningkatkan motivasi pengobatan anaknya.
2. Tentukan hubungan individu dengan latar belakang sosial budaya pada individu, keluarga atau masyarakat mengenai tingkah laku kesehatannya.
3. Hindari menggunakan teknik menakut-nakuti
4. Mengikiusertakan keluarga (bila memungkinkan) dalam melaksanakan pengobatan/ terapi anaknya.
5. Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman keluarga.

Dx 15: Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stress
c. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
d. Kondisikan lingkungan nyaman
Skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Enhancement Family Coping
a. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
b. Tetap damping pasien dan keluarga untuk menjaga keselamatan pasien dan mengurangi ansietas keluarga
c. Instruksikan kepada keluarga untuk melakukan ternik relaksasi
d. Bantu keluarga mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansieta


0 Response to "Asuhan keperawatan pada sistem pencernaan ; invaginasi / intususepsi"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...