Untuk melihat suatu fenomena yang dapat mendorong terjadinya dinamika kebudayaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu Faktor Internal dan Faktor Eksternal. Ini untuk memudahkan dalam memberikan analisis suatu dinamika kebudayaan.
1. Faktor Internal
a. Faktor Perubahan Penduduk
Peningkatan dan penurunan jumlah penduduk secara radikal dapat menjadi faktor penyebab timbulnya dinamika budaya. Menurut Malthus, peningkatan jumlah penduduk cenderung mengurangi persediaan pangan, menciptakan kelebihan penduduk, dan penderitaan kecuali jika orang mampu mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan cara menunda perkawinan. Hal ini yang terjadi di Indonesia di mana pesatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan berbagai persoalan sosial budaya seperti kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan lain-lain. Begitu juga sebaliknya, ketika terjadi penurunan jumlah penduduk juga dapat mengakibatkan kurangnya sumber daya manusia yang tentu saja akan mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat tersebut. Misalnya terjadinya urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) secara besar-besaran menyebabkan kurangnya tenaga kerja di bidang pertanian yang menjadi komoditi utama daerah pedesaan. Tentu saja ini berpengaruh pada sistem sosial yang ada.
Trend perubahan penduduk juga dapat dilihat dari terjadinya migrasi penduduk yang banyak dilakukan oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Misalnya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri merupakan suatu contoh kasus migrasi. Akibat dari migrasi ini, TKI mempunyai pola perilaku dan norma-norma yang sudah mengalami percampuran dengan budaya negara tujuan. Ini jelas mempengaruhi sistem sosial budaya yang ada di masyarakat.
b. Adanya Penemuan Baru
Penemuan merupakan persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada. Penemuan menambahkan sesuatu yang baru pada kebudayaan karena meskipun hal itu lama ada tetapi baru menjadi bagian dari kebudayaan pada saat ditemukan. Artinya, penemuan baru menjadi suatu faktor dalam mempercepat dinamika budaya apabila penemuan tersebut didayagunakan. Adanya penemuan baru di berbagai kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan memberi pengaruh yang luas pada berbagai kehidupan masyarakat. Pengaruh itu berdampak pada terciptanya perilaku sosial dan adat istiadat yang baru di antara golongan masyarakat tersebut selain menggeser nilai dan norma sosial yang lama. Misalnya adalah penemuan teknologi komputer memungkinkan orang mengerjakan segala kegiatan lebih cepat dibanding dengan menggunakan mesin ketik. Ini mendorong manusia untuk selalu menemukan suatu peralatan teknologi yang lebih canggih lagi sehingga memudahkan pekerjaan manusia.
c. Invensi
Invensi seringkali disebut sebagai suatu kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada. Invensi dapat dibagi menjadi dua yaitu invensi material (misalnya telepon, komputer, mesin fax, dan lain-lain) dan invensi sosial (misalnya peraturan/UU, bahasa, dan lain-lain). Pada kedua ragam invensi tersebut unsur-unsur lama digunakan, dikombinasikan dan dikembangkan untuk suatu kegunaan baru. Dengan demikian invensi merupakan proses yang berkesinambungan, invensi baru diawali oleh serangkaian invensi dan penemuan terdahulu. Dewasa ini semakin banyak invensi yang ditemukan melalui upaya tim penelitian seperti pemerintah, universitas maupun pihak swasta. Misalnya penemuan handphone yang telah mengalami perkembangan pesat tidak hanya untuk berkomunikasi tetapi juga bisa digunakan sebagai kamera atau radio. Ini merupakan hasil dari penelitian yang telah ada dan dikembangkan menjadi lebih bermanfaat.
d. Sistem Ideologi
Sistem Ideologi merupakan keyakinan terhadap nilai-nilai dan sikap yang bersifat kompleks terdapat dalam masyarakat. Ideologi dapat dijadikan alat untuk memelihara tetapi juga dapat mempercepat terjadinya perubahan jika nilai-nilai yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Sistem ideologi ini akan sangat sulit mengalami perubahan di masyarakat yang masih memegang nilai-nilai nenek moyang dan terikat akan adat istiadat yang ada akan berubah secara lambat dan terpaksa. Misalnya di suku Badui yang masih memegang nilai-nilai adat yang melarang semua bentuk teknologi masuk ke wilayahnya karena adanya keyakinan bahwa teknologi hanya akan membawa malapetaka.
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan Fisik
Sangat jelas bahwa lingkungan fisik mampu memberikan perubahan baik lambat maupun cepat pada masyarakat. Seperti bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, banjir, dan lain-lain) mengakibatkan manusia harus berpindah tempat untuk mencari tempat aman. Hal ini akan mempengaruhi pola perilaku yang telah terbangun selama ini. Misalnya daerah pertanian yang telah berubah fungsi menjadi pabrik atau perumahan mengakibatkan perubahan pola perilaku masyarakat sekitar.
b. Pengaruh Kebudayaan Lain
Interaksi yang dilakukan oleh manusia di segala penjuru dunia telah mengakibatkan bercampurnya atau berbaurnya kebudayaan pendatang dengan kebudayaan asli. Sudah sejak lama, manusia di dunia melakukan perjalanan jarak jauh mengelilingi dunia dengan tujuan melakukan penyebaran agama, mencari sumber daya alam, daerah jajahan, dan lainlain.
Menurut Soerjono Soekanto, apabila salah satu atau kedua kebudayaan yang bertemu mempunyai teknologi yang lebih tinggi, maka yang terjadi adalah proses imitasi berupa peniruan unsur-unsur budaya lain. Peniruan ini juga dapat mengakibatkan hilangnya kebudayaan asli dan digantikan kebudayaan asing atau terjadi percampuran dua kebudayaan. Misalnya kebudayaan Hindu yang datang lebih dulu dibanding kebudayaan Islam mengakibatkan percampuran dua kebudayaan itu menjadi satu melalui peran Wali Songo, seperti wayang. Nah, kalian telah mempelajari adanya karakteristik dalam dinamika budaya dan faktor pendorong terjadinya dinamika budaya. Untuk itu kalian harus memiliki suatu kepekaan terhadap berbagai perubahan budaya yang terjadi di masyarakat dan lingkungan sekitar. Sehingga akan mampu menyikapi perubahan tersebut dengan lebih baik. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang memiliki multi keragaman dari berbagai kelompok sosial baik agama, ras, suku bangsa maupun antargolongan. Pada bab sebelumnya telah kalian pahami tentang dampak keragaman budaya bagi terciptanya keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini memang tidak bisa dihindari. Berbagai konflik yang pernah terjadi di Indonesia menunjukkan rentannya integrasi nasional yang selama ini dibangun. Coba kalian lihat, pertempuran antarsuku bangsa masih terlihat di beberapa pendalaman wilayah Indonesia.
Lepasnya Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan salah satu bukti bahwa telah ada ancaman dari dalam negeri terhadap integrasi nasional yang perlu diwaspadai. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menuntut kemerdekaan bagi Serambi Mekah-nya Indonesia juga merupakan salah satu usaha untuk mengendorkan integrasi nasional yang selama ini telah di bangun. Di Maluku sendiri ada Republik Maluku Semesta (RMS), di Papua ada Operasi Papua Merdeka (OPM) di mana kelompok-kelompok tersebut dibentuk untuk melakukan pemberontakan kepada NKRI.
Hal ini memang sejalan dengan pemikiran Peter L Berger maupun Clifford Geertz yang melihat kemajemukan sebagai persoalan besar dalam kehidupan negara-bangsa, karena masing-masing kelompok sulit berinteraksi, tidak memiliki konsensus yang sama atas nilai-nilai dasar kenegaraan dan kebangsaan sehingga negara-bangsa plural ini akan dihadapkan pada persoalan disintegrasi.
0 Response to "Faktor Pendorong Dinamika Kebudayaan"