Kelenjar Prostat : kelenjar yang terletak di bawah vesika urinaria melekat pada dinding bawah vesika urinaria di sekitar uretra bagian atas kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari letaknya di bawah kendung kemih mengelilingi uretra dan terdiri dari kelenjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos. Berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus:
a) Lobus Medius
b) Lobus Lateralis
c) Lobus Anterior
d) Lobus Posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu dan disebut lobus medius. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan krista kecil berisi cairan seperti susu.
Prostat mengeluarkan sekret cairan yang bercampur sekret dari testis, pembesaran prostat akan membendung uretra dan merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar.
Fungsi kelenjar prostat : menambah cairan alkalis pada cairan seminalis berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra.
Pada BPH kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
(1) Kapsul Anatomis
(2) Kapsul Cirungicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul.
(3) Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam dan bagian luar kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus literalis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior dari pada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu pembesaran prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus:
a) Lobus Medius
b) Lobus Lateralis
c) Lobus Anterior
d) Lobus Posterior
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu dan disebut lobus medius. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan krista kecil berisi cairan seperti susu.
Prostat mengeluarkan sekret cairan yang bercampur sekret dari testis, pembesaran prostat akan membendung uretra dan merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar.
Fungsi kelenjar prostat : menambah cairan alkalis pada cairan seminalis berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra.
Pada BPH kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :
(1) Kapsul Anatomis
(2) Kapsul Cirungicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul.
(3) Kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam dan bagian luar kelenjar prostat.
BPH sering terjadi pada lobus literalis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior dari pada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu pembesaran prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
Konsep dasar penyakit Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) meliputi :
1. Pengertian
Benigna Hiperplasia Prostat adalah pembesaran atau hiperplasia prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter (Arifyanto ,2008).
Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan uretra, sehingga hiperplasia prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih. (Tucker, 1998).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (doenges, 2001: 671)
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran prostat yang menyumbat uretra, menyebabkan gangguan urinarius (Netinna, 2002).
Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Kelenjar prostat mengitari leher kandung kemih dan uretra, sehingga hiperplasia prostat sering menghalangi pengosongan kandung kemih. (Tucker, 1998).
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (doenges, 2001: 671)
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran prostat yang menyumbat uretra, menyebabkan gangguan urinarius (Netinna, 2002).
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah kelenjar prostatnya mengalami pembesaran, memanjang ke atas dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutupi oripasium uretra. (Suddart, 2001 : 1625).
Benigna prostat hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembatasan aliran urinalis. (Marilnn, 2001 : 671)
2. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasi prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat berkaitan dengan peningkatan kadar dihidrotesteron (DHT) dan proses asing (menjadi tua).
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya Hiperplasia Prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa Hiperplasia Prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) (Purnomo, 2003).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya Hiperplasia Prostat adalah :
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk komplek DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
b. Ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat dan terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar yang sensitifitas pada sel-sel terhadap ransangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat ( apoptosis ). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun ransangan terbentuknya sel-sel baru akibat ransangan testosteron menurun. Tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
c. Interaksi stroma-epitel
Teori ini membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu (Purnomo, 2003). Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensistesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan atuokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
e. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis. Selalu dibentuk sel-sel baru dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya Hiperplasia Prostat adalah :
a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)
DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk komplek DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
b. Ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat dan terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar yang sensitifitas pada sel-sel terhadap ransangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat ( apoptosis ). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun ransangan terbentuknya sel-sel baru akibat ransangan testosteron menurun. Tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
c. Interaksi stroma-epitel
Teori ini membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu (Purnomo, 2003). Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensistesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan atuokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
d. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
e. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis. Selalu dibentuk sel-sel baru dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
3. Patofisiologi
Pada benigna prostat hiperplasi biasanya ditentukan gejala dan tanda abstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, pencaran miksi jadi lemah, miksi terputus menetes pada akhirnya miksi dan rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersentifitas otot destruson berarti bertambahnya frekuensi miksi, nuktosia. Miksi sulit ditahan, dan di suria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat maka gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan ransangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir-akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih., dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi untuk miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesikal terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter dan obstruks akan terjadi infontensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesika umeter, hidrorefrasis, hidroreter dan gagal ginjal. Proses ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga kelama-lamaan terjadi hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. ( Long, 1995 : 1061).
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli (Purnomo, 2003)
Obstruksi yang diakibatkan oleh Hiperplasia Prostat Benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, dan otot polos pada buli-buli. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
Obstruksi yang diakibatkan oleh Hiperplasia Prostat Benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, dan otot polos pada buli-buli. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
4. Manifestasi Klinis
Benigna prostat hiperplasia biasanya ditemukan pada pria usia di atas 50 tahun dengan gejala (Rumaharto, 2000 : 53), sebagai berikut :
1) Gejala obstruksi dan iritatif
2) Gejala general / umum
3) Hesistensi (sulit memulai miksi)
4) Pancaran miksi lemah
5) Miksi tidak puas
6) Menetas setelah miksi
7) Urgensi (keinginan segera miksi)
8) Noktusia (sering miksi pada malam hari)
9) Disuria (nyeri pada saat miksi)
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigna Prostat Hyperplasia disebut sebagai. Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif
a. Hesistensi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
1. Gejala Obstruktif
a. Hesistensi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada umumnya karena tindakan pembedahan yang diberikan dengan prostalektomi bergantung pada jenis pembedahan dan mencakup hemorogi, penbentukan bekuan obstruksi kateter dan disfungsi seksual.
Kebanyakan prostalektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun prostalektomi pesineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan syaraf fudendal yang tidak dihindari.
Vasektomi mungkin dilakukan selama pembedahan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vasdeferens dan kedalam epidemis.
Bagi klien yang tidak ingin untuk kehilangan aktivitas seksualnya, umpan prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.
6. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara (Rumaharto, 2000 : 73), antara lain :
a. Anemnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan Lower Urinany Track Symstons (LUTS) (antara lain : pancaran urine lemah, intermittens, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Rectal tocher, sebelum melakukan rectal tocher kandung kemih harus dikosongkan agar tidak mengganggu pemeriksaan.
2) Pada pemeriksaan abdomen dapat dijumpai kelainan hypogastik atau supra pubis yaitu adanya benjolan, teraba suatu massa, didapat nyeri tekan kadang-kadang ditemukan kandung kemih penuh.
3) Pengukuran residual urine, klien disuruh kencing, sampai puas, kemudian dilakukan katelisasi, maka urine yang keluar dinamakan vesidual urine.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Kreatinin : meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi asam fosfat/antigen
2) Leukosit mungkin lebih besar dari 11.000 mengindikasikan infeksi
3) IVP dengan film pasca berkemih ; menunjukan kelambatan gosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat.
4) Sistouregrafi berkemih digunakan sebagai pengganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras lokal.
5) Sistegram : mengukur tekanan volume dalam kandung kemih untuk mengidentifikasikan disfungsi yang tidak berhubungan dengan benigna prostat hiperplasia
6) Blass Nier Overzicht (BNO) yang didapat hanya komplikasi dari benigna prostat hiperplasia berupa batu pada kandung kemih.
Pada saat sekarang pemeriksaan prostat dapat dilakukan berbagai cara dengan tujuan untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain (Reksopradjo, 1995 : Hal 166) :
1. Pemeriksaan radiologik
Seperti foto polos perut dan Pyelografi Intra Vena yang sangat di kenal dengan istilah BNO dan IVP. Cara pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan adaanya penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, sumbatan ginjal (hidronefrosis).
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Cara pemeriksaan ini untuk prostat hiperplasia dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi dan juga relatif murah.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal (TRUS = Tran Rectal Ultrasonografi).
3. Pemeriksaan CT-Scanning dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Oleh karena pemeriksaan ini mahal dan keterangan yang diperoleh tidak terlalu banyak dibandingkan dengan pemeriksaan dengan cara yang lain maka cara ini dalam praktek jarang dipakai.
4. Pemeriksaan sistoskopi
Sistoskopi sebaiknya dilakukan apabila pada anamesa ditemukan adanya hematuria (adanya darah dalam urin) atau pada pemeriksaan urine ditemukan adanya mikrohematuri, untuk mengetahui adanya kemungkinan tumor didalam vesika atau sumber perdarahan dari atas yang dapat dilihat apabila darah datang dari muara ureter,atau adanya batu kecil yang radiolusen didalam vesika.
1. Pemeriksaan radiologik
Seperti foto polos perut dan Pyelografi Intra Vena yang sangat di kenal dengan istilah BNO dan IVP. Cara pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan adaanya penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, sumbatan ginjal (hidronefrosis).
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Cara pemeriksaan ini untuk prostat hiperplasia dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak ada bahaya radiasi dan juga relatif murah.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal (TRUS = Tran Rectal Ultrasonografi).
3. Pemeriksaan CT-Scanning dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Oleh karena pemeriksaan ini mahal dan keterangan yang diperoleh tidak terlalu banyak dibandingkan dengan pemeriksaan dengan cara yang lain maka cara ini dalam praktek jarang dipakai.
4. Pemeriksaan sistoskopi
Sistoskopi sebaiknya dilakukan apabila pada anamesa ditemukan adanya hematuria (adanya darah dalam urin) atau pada pemeriksaan urine ditemukan adanya mikrohematuri, untuk mengetahui adanya kemungkinan tumor didalam vesika atau sumber perdarahan dari atas yang dapat dilihat apabila darah datang dari muara ureter,atau adanya batu kecil yang radiolusen didalam vesika.
7. Pelaksanaan medis
Penatalaksanaan terdapat 2 pendapat yaitu :
1. Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia dapat diatasi dengan cara pembedahan sesuai dengan derajat seperti prostatektomi adalah pengangkatan kelenjar prostat sebagian atau seluruhnya (Reksopradjo, 1995). Beberapa prosedur digunakan untuk mengangkat kelenjar bagian prostat yang mengalami hipertropi yaitu :
a. Penderita dengan derajat satu
Biasanya belum memerlukan tindakan operatif, dapat diberikan pengobatan secara konservasif misalnya dengan diberikan alfa blocker sebaiknya yang selektif untuk (alfa 1) misalnya prazosin, atau terazosin 1 mg sampai 5 mg setiap hari.
b. Penderita dengan derajat dua
Sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih di anggap sebagai cara memilih Trans Urethral Resection (TURP). Cara pengobatan ini meskipun masih memerlukan pembiusan dan merupakan tindakan yang invasif masih dianggap aman dan menurut pengalaman di Jakarta mortalitas TURP sekitar 1% dan morbiditas sekitar 7-8%. Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
c. Penderita derajat tiga
TURP masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman melakukan TURP oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi diperkirakan tidak akan selesai dalam 1 jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
d. Penderita derajat empat
Tindakan pertama yang harus segara dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik kemudian terapi definitif dapat dengan TURP satu operasi terbuka.
2. Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia dapat diatasi dengan cara pembedahan sesuai dengan derajat seperti prostelaktomi adalah pengangkatan kelenjar prostat sebagian atau seluruhnya (doengoes 2000, Hal 679).
a. Trans Uretrhal Resection of the Prostate (TURP)
Jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra di angkat dengan sistoskop/resektoskop dimasukan kedalam uretra.
b. Suprapubic/Open Prostatectomy
Untuk masa lebih dari 60 g/60cc. Penghambat jaringan prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih. Pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.
c. Retropubic Prostatectomy
Massa jaringan prostat hiperplasia (lokasi tinggi bagian pelvis) diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih.
d. Perineal Prostatectomy
Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi antara skrotum dan rektum. Prosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.
1. Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia dapat diatasi dengan cara pembedahan sesuai dengan derajat seperti prostatektomi adalah pengangkatan kelenjar prostat sebagian atau seluruhnya (Reksopradjo, 1995). Beberapa prosedur digunakan untuk mengangkat kelenjar bagian prostat yang mengalami hipertropi yaitu :
a. Penderita dengan derajat satu
Biasanya belum memerlukan tindakan operatif, dapat diberikan pengobatan secara konservasif misalnya dengan diberikan alfa blocker sebaiknya yang selektif untuk (alfa 1) misalnya prazosin, atau terazosin 1 mg sampai 5 mg setiap hari.
b. Penderita dengan derajat dua
Sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang sampai sekarang masih di anggap sebagai cara memilih Trans Urethral Resection (TURP). Cara pengobatan ini meskipun masih memerlukan pembiusan dan merupakan tindakan yang invasif masih dianggap aman dan menurut pengalaman di Jakarta mortalitas TURP sekitar 1% dan morbiditas sekitar 7-8%. Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.
c. Penderita derajat tiga
TURP masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman melakukan TURP oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi diperkirakan tidak akan selesai dalam 1 jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
d. Penderita derajat empat
Tindakan pertama yang harus segara dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik kemudian terapi definitif dapat dengan TURP satu operasi terbuka.
2. Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia dapat diatasi dengan cara pembedahan sesuai dengan derajat seperti prostelaktomi adalah pengangkatan kelenjar prostat sebagian atau seluruhnya (doengoes 2000, Hal 679).
a. Trans Uretrhal Resection of the Prostate (TURP)
Jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra di angkat dengan sistoskop/resektoskop dimasukan kedalam uretra.
b. Suprapubic/Open Prostatectomy
Untuk masa lebih dari 60 g/60cc. Penghambat jaringan prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih. Pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.
c. Retropubic Prostatectomy
Massa jaringan prostat hiperplasia (lokasi tinggi bagian pelvis) diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih.
d. Perineal Prostatectomy
Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi antara skrotum dan rektum. Prosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.
Penyakit benigna prostat hiperplasia hanya dapat diatasi dengan cara pembedahan seperti prostatektomi adalah pengangkatan kelenjar prostat sebagian atau seluruhnya (Engran, 1999). Bebrapa prosedur digunakan untuk mengangkat kelenjar bagian prostat yang mengalami hiperlasi, yaitu :
a. Reaksi Transuretral Prostat (TURP).
b. Prostatektomi Prapublik
c. Prostatektomi Parineal
d. Prostatektomi Retropubik
8. Derajat Benigna Prostat Hyperplasia
Benigna Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
a. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, nocturia, berat + 20 gram
b. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria (nyeri waktu miksi), nocturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram
c. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm dan beratnya 40 gram
d. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit ke ginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
Benigna Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
a. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, nocturia, berat + 20 gram
b. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria (nyeri waktu miksi), nocturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram
c. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm dan beratnya 40 gram
d. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit ke ginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.
C. Asuhan Keperawatan Teoritis
Langkah-langkah dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan BPH (Doengoes, 2000 :671) sebagai berikut :
1. Pengkajian
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain : hisitansi, pancaran urin lemah, intermittens, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif. Berupa urgensi, frekuensi, frekuensi serta disuria.
Data dasar pengkajian pasien diperoleh melalui :
Data dasar pengkajian pasien diperoleh melalui :
Data dasar pengkajian pasien
Tanda : - Peningkatan tekanan darah (efek pembesaran prostat)
Eliminasi
Gejala : - Penurunan kekuatan otot/ dorongan aliran urine tetesan
keragu-raguan pada berkemih awal.
- Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi kandung kemih dengan lengkap, dorongan berkemih.
- Konstipasi (prostasi prostat kedalam rektum)
- Lsk berulang, riwayat batu (statis urinaria)
- Duduk untuk berkemih
Tanda : - Masa padat dibawah abdomen bawah.
Gejala : - Nyeri suprapubis, panggul atau punggung, tajam kuat.
Keamanan
Gejala : Demam
Seksualitas
Gejala : - Masalah dengan efek kondisi/ terapi pada kemampuan
seksual/menetes selama berhubungan rutin.
- Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
Penyuluhan / pembelajaran
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data yang diperoleh maka dirumuskan keperawatan pada klien BPH (Doengoes, at all, 2000:671) sebagai berikut :
a. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat
b. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis
d. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan prosedur bedah/malignasi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal informasi.
3. Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan (Doengoes, 2000 : 167), yaitu :
a. Retensi Urine
Tujuan dan kriteria hasil :
- Berkemih dengan jumlah yang cukup, tak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
- Tanyakan klien tentang inkosistensia stress
- Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
- Perkusi/palpasi area suprapugis
- Awasi tanda-tanda vital yang ketat
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa : distensi kandung kemih.
Tujuan dan kriteria hasil :
- Melaporkan nyeri hilang
- Tampak rilek
- Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
- Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10) lamanya
- Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
- Berikan tindakan kenyamanan
- Ajarkan teknik relaksasi
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Tujuan dan kriteria hasil:
- Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda-tanda vital, hadi perifer teraba, pengisian baik
Intervensi :
- Awasi pemasukan dan pengeluaran
- Observasi drainase keteler
- Evaluasi warna, konsistensi urine
- Dorong pemasukan oral berdasarkan kebutuhan
d. Kekuatan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan : kemungkinan prosedur bedah/malignasi
Tujuan dan kriteria hasil:
- Tampak rileks
- Mengatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
- Menunjukan tentang cepat, tentang perasaan dan penurunan rasa takut
- Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani
Intervensi :
- Buat hubungan saling percaya dan pasien/orang terdekat
- Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan operasi yang akan terjadi.
- Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur
- Lindungi privasi pasien
- Dorong pasien terdekat untuk mengatakan masalah
- Berikan pengetahuan informasi yang telah diberikan sebelumnya.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal informasi
Tujuan dan kriteria hasil:
Tujuan dan kriteria hasil:
1). Mengatakan pemahaman proses penyakit
2). Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala proses penyakit
3). Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu
Intervensi:
2). Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala proses penyakit
3). Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu
Intervensi:
1). Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien
2). Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
3). masalah seksual, contoh bahwa selama episode akut prostasitis kultus di hindari
4). Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnosa.
2). Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
3). masalah seksual, contoh bahwa selama episode akut prostasitis kultus di hindari
4). Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnosa.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknik keperawatan, penuaan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
Tindakan keperawatan dapat diberikan secara mandiri oleh perawat, kolaborasi dengan sesama tim perawat atau kesehatan lainnya maupun atas dasar rujukan profesi lain. Adapun tindakan pada klien BPH disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan pada perencanaan.
Tindakan keperawatan dapat diberikan secara mandiri oleh perawat, kolaborasi dengan sesama tim perawat atau kesehatan lainnya maupun atas dasar rujukan profesi lain. Adapun tindakan pada klien BPH disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan pada perencanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana mengenai kesehatan klien dengan tujuan dilakukan dengan berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
0 Response to "asuhan keperawatan BPH ( Benigna prostat hiperplasia & hipertropi )"