Latest News

kebudayaan suku bangsa asmat : studi etnografi

MENGENAL KEBUDAYAAN SUKU BANGSA ASMAT
Sistem Kepercayaan atau Religi Kebudayaan Suku Bangsa Asmat

Menurut bahan yang dikumpulkan oleh Pastur Zehwward, seorang misionaris berbangsa Belanda, orang Asmat mempunyai kepercayaan bahwa mereka berasal dari Fumeripits, Sang Pencipta. Konon Fumeripits terdampar di pantai dalam keadaan sekarat dan tidak sadarkan diri. Nyawanya diselamatkan oleh sekelompok burung sehingga ia pulih dan hidup sendirian di daerah baru tersebut. Karena kesepian ia membangun rumah panjang yang diisi dengan patung-patung yang terbuat dari kayu hasil ukirannya. Masih merasa kesepian, kemudian ia membuat tifa yang ditabuhnya setiap hari. Tiba-tiba, bergeraklah patung-patung kayu yang dibuatnya itu mengikuti irama tifa. Dan sungguh ajaib, patung-patung kayu pun berubah wujud menjadi manusia hidup. Mereka menari-nari mengikuti irama tabuhan tifa dengan kedua kaki agak terbuka dan kedua lutut bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan. Semenjak itu Fumeripits terus mengembara dan di setiap daerah yang disinggahi ia membangun sebuah rumah panjang dan menciptakan manusia-manusia baru yang kemudian menjadi orang-orang Asmat sekarang.
Orang Asmat menyebut dirinya as-asmat, yang berarti manusia pohon. Pohon adalah benda yang sangat luhur bagi mereka. Pohon diidentikkan dengan manusia, manusia adalah pohon dan pohon adalah manusia. Kaki manusia merupakan akar-akar pohon, batang pohon adalah tubuh manusia, dahannya adalah lengannya, dan buahnya adalah kepala manusia.
Binatang-binatang pemakan manusia (biasanya berwarna hitam) menjadi lambang dari pengayauan kepala, lebih-lebih bila binatang itu dapat terbang. Identifikasi manusia dengan pohon bukan tanpa alasan. Keadaan alam yang penuh dengan rawa-rawa lumpur tidak memungkinkan untuk membuat peralatan kehidupan selain dengan kayu. Kayu adalah kehidupan mereka.
Makanan pokok mereka berasal dari satu pohon, yaitu pohon sagu. Pohon sagu memegang peranan penting dalam kehidupan suku bangsa Asmat. Sagu bagaikan nasi bagi kebanyakan penduduk Indonesia. Kehidupan orang-orang Asmat terkait erat dengan alam sekitarnya. Mereka mempunyai kepercayaan bahwa alam semesta didiami oleh roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut setan. Setan digolongkan ke dalam dua kategori. Ada setan yang membahayakan kehidupan umat manusia, seperti setan perempuan hamil yang meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin, dan ada setan yang tidak membahayakan jiwa tetapi suka menakut-nakuti dan mengganggu saja.
Mereka juga percaya akan adanya kekuatan magis yang kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Kekuatan magis biasanya dipergunakan untuk menemukan barang-barang hilang, barang curian, ataupun untuk menunjukkan posisi si pencuri. Ada yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan dapat mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan. Ilmu sihir hitam juga banyak dipraktikkan, terutama oleh kaum wanita. Seseorang yang mempunyai kekuatan ini dapat menyakiti atau membunuh manusia.
Kekuatan ini diturunkan seorang ibu kepada anak perempuannya sebagi senjata perlindungan diri. Misi penyebaran agama serta usaha pemerintah dalam memajukan tingkat kehidupan orang-orang Asmat banyak mengurangi kepercayaan-kepercayaan tersebut. Bagi orang Asmat kematian bukan merupakan hal yang alamiah, tetapi karena terbunuh atau karena sihir hitam. Orang yang meninggal semula tidak dikubur, tetapi diletakkan di atas panggung di luar rumah panjang, sedang tulang tengkorak diambil keluarga terdekat sebagai alas tidur (bantal), sebagai pertanda cinta kasih mereka kepada yang meninggal.
Upacara bis merupakan salah satu kejadian penting dalam kehidupan suku Asmat, sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur atau bila ada permintaan dari suatu keluarga. Semula upacara bis diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang mati terbunuh dan kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga si pembunuh.

Sistem Kekerabatan Kebudayaan Suku Bangsa Asmat
Dalam suatu perkawinan, mas kawin dikumpulkan dari keluarga dan saudara-saudara dari pihak laki-laki untuk disampaikan dan dibagi-bagikan kepada keluarga dan saudara-saudara pihak wanita. Umumnya perkawinan diatur oleh pihak orang tua kedua belah pihak tanpa sepengetahuan anak-anak mereka. Perkawinan yang direncanakan itu disebut tinis. Selain itu, dikenal dua cara perkawinan yang disebut parsem dan mbeter. Parsem adalah perkawinan yang terjadi sebagai akibat adanya hubungan rahasia antara seorang pemuda dengan seorang pemudi yang kemudian diakui secara sah oleh orang tua kedua belah pihak. Tanpa sepengetahuan anak-anak mereka. Perkawinan yang direncanakan itu disebut tinis. Selain itu, dikenal dua cara perkawinan yang disebut parsem dan mbeter.
Parsem adalah perkawinan yang terjadi sebagai akibat adanya hubungan rahasia antara seorang pemuda dengan seorang pemudi yang kemudian diakui secara sah oleh orang tua kedua belah pihak. Sedangkan mbeter kawin lari, yaitu apabila laki-laki melarikan si perempuan untuk dikawini. Dalam hal ini dapat timbul pertikaian antara kedua belah pihak yang secara tradisional dapat berakhir bila terjadi pembunuhan di masing-masing pihak.
Dalam suatu perkawinan yang direncanakan, peminangan dilakukan oleh orang tua pihak wanita. Melalui perkawinan, seorang suami memperoleh hak atas daerah sagu dan daerah ikan milik mertua laki-lakinya. Sifat perkawinan dalam masyarakat Asmat adalah berdasarkan prinsip eksogami. Jadi, perkawinan antara anggota-anggota dari clan yang berbeda diperbolehkan. Perkawinan endogami dapat terjadi hanya bila pihak-pihak yang berkepentingan tidak berasal dari satu garis keturunan lurus.
Sebelum seorang gadis kawin, ia termasuk clan ayahnya. Tapi begitu kawin ia mengikuti clan suaminya, dan menetap bersama keluarga suaminya. Bila suaminya meninggal, istri dan anak-anak tetap tinggal bersama keluarga suami. Mereka menjadi tanggung jawab keluarga suami. Karena orang-orang Asmat menjalankan levirat, maka saudara lakilaki dari yang meninggal dapat mengawini jandanya. Dalam hal ini dapat terjadi poligami karena sering lelaki yang mengawini janda itu sudah mempunyai istri terlebih dahulu. Istri pertama dan anak-anaknya tinggal bersama clan suami, sedangkan istri-istri berikutnya beserta anak-anak kembali ke clan asalnya. Namun demikian, pada prinsipnya orang-orang Asmat menganut sistem patrilineal sehingga dalam pewarisan misalnya hak milik ditetapkan menurut garis keturunan ayah.

Sistem Ekonomi Kebudayaan Suku Bangsa Asmat
Suku Asmat mendiami daerah dataran rendah yang berawa-rawa dan berlumpur, serta ditutupi hutan tropis. Sungai-sungai yang mengalir di daerah ini tidak terhitung banyaknya dan berwarna gelap karena lumpur. Keadaan alam yang demikian disebabkan antara lain oleh hujan yang turun sebanyak 200 hari setiap tahunnya.
Disamping itu perembesan air laut ke pedalaman menyebabkan tanah tidak dapat ditanami jenis-jenis tanaman seperti pohon kelapa, bambu, pohon buah-buahan, dan jenis tanaman kebun seperti sayur-mayur, tomat, timun, dan sebagainya. Kalaupun ada pohon kelapa atau bambu, jumlahnya sangat terbatas.
Dahulu orang-orang Asmat hidup di hutan-hutan, menetap di suatu tempat untuk beberapa bulan, kemudian berpindah mencari tempat baru apabila bahan makanan di sekitarnya sudah berkurang. Hidup di hutan bagi mereka berarti hidup bebas, tidak ada peraturan-peraturan yang mengikat. Bahan makanan pun melimpah dan banyak macamnya. Hal inilah yang menarik mereka untuk kembali ke hutan meninggalkan kampung yang telah disediakan. Di hutan mereka mendirikan semacam rumah yang besar yang disebut dengan bivak, yang berfungsi sebagai tempat tinggal sementara.
Sagu sebagai makanan pokok banyak ditemukan di hutan. Untuk mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon itu ditebang, kulitnya dibuka, sebagian isinya ditumbuk hingga hancur. Kemudian isi tersebut dipindahkan ke dalam suatu saluran air sederhana yang terbuat dari daun sagu untuk dibersihkan.
Sebagai makanan tambahan, suku Asmat mengumpulkan ulat sagu yang didapat di dalam pohon sagu yang sudah membusuk. Ulat yang merupakan sumber protein dan lemak adalah makanan yang lezat dan bernilai tinggi bagi mereka.
Wanita dan anak-anak memburu iguana (sejenis kadal) untuk diambil kulitnya dan digunakan dalam pembuatan tifa. Dagingnya dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun ditangkap dan dimakan. Tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan makan dalam keluarga ada pada ibu dibantu oleh anak-anak perempuannya.

0 Response to "kebudayaan suku bangsa asmat : studi etnografi"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...