Latest News

Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Skeletal (Osteoporosis)


A.      Anatomi sistem skeletal
Anatomi sistem tulang terdapat 206 tulang dalam tubuh manusia, terdiri 80 Appendicular dan 126 yang terbagi dalam 4 kategori yaitu tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih dan tulang tak teratur. Tulang berfungsi sebagai pembentuk kerangka tubuh manusia, pelindung bagi tubuh dan organ – organ didalamnya, tempat melekatnya otot – otot yang menggerakan kerangka tubuh dan merupakan tempat menyimpan kalsium dan fosfat serta pembentukan sel darah merah. Menurut jenisnya tulang dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1.   Tulang Rawan
Tulang rawan tersusun dari sel-sel tulang rawan, ruang antar sel tulang rawan banyak mengandung zat perekat dan sedikit zat kapur, bersifat lentur. Tulang rawan banyak terdapat pada tulang anak kecil dan pada orang dewasa banyak terdapat pada ujung tulang rusuk, laring, trakea, bronkus, hidung, telinga, antara ruas-ruas tulang belakang.




2.   Tulang Keras
Mineral yang terdapat dalam matriks tulang terutama adalah calsium dan fosfat. Unit dasar dari kortek tulang disebut sistem haversian. Yang terdiri dari saluran haversian (yang berisi pembuluh darah, saraf dan lymphatik), lacuna (berisi osteosit), lamella, canaliculi (saluran kecil yang menghubungakan lacuna dan saluran haversian.
Bentuk dan kontruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya. Tulang tersususun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular/spongius) dan ortikal (kompak).

Tulang manusia dapat di kelompokan menjadi beberapa bagian diantaranya :
1)      Tulang panjang
Misalnya femur berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang membulat. Batang atau diafasis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis yang tersusun oleh tulang kanselus. Plat epifisis memisahkan epifisis dari diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami klasifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyagga berat badan dan gerakan. Contoh – contoh tulang panjang humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula.
2)      Tulang pendek
Misalnya metakarpal terdiri dari tulang kanselus ditutupi selapis tulang kompak. Perbandingan tebal dan panjang hampir sama,terdapat pada pergelangan tangan dan kaki, bentuknya seperti kubus.
3)      Tulang pipih
Merupakan tempat penting hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipih tersusun dari tulang kanselus diantara 2 tulang kompak. Tulang iga, tempurung kepala, panggul dan belikat. Bentuk pipih berfungsi untuk perlindungan otak, rongga dada dan perlekatan yang luas
4)      Tulang tak teratur misalnya vertebra mempunyai bentuk yang unik yang sesuai dengan bentuknya. Secara umum, struktur tulang tak teratur sama dengan tulang pipih.

Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar pembentukan osteoblas, osteosit, dan osteoklas
a)      Osteoblast
Merupakan sel pembentuk tulang memproduksi kolagen tipe I dan berespon terhadap perubahan PTH. Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan mineral pad matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteocytes dan terperangkap dalam matriks tulang yang mengandung mineral.
b)      Osteocytes Berfungsi memelihara kontent mineral dan elemen organik tulang
c)      Osteoclas
Osteoklas adalah sel – sel besar berinti yang banyak memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Sel – sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah

Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler, disekeliling kapiler tersebut merupakan matrik tulang yang dinamakan lamela. Di dalam lamela terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah sejauh >0,1 mm).
Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrus padat yang dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk tulang
Enosteum adalah membran vasculer tipis yang menutupi rongga sum-sum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan tulang untuk memelihara rongga sum-sum terletak dekat endosteum dan dalam lakuna howship.
Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam sternum vertebra dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.

3.      Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang
1)      Herediter
Tinggi badan anak secara umum bergantung pada orang tua.


2)      Faktor nutrisi
Suplai bahan makanan yang mengandung kalsium dan fosfat, protein, vitamin ( A, C, D ) penting untuk generasi pertumbuhan tulang serta untuk memelihara rangka yang sehat.
3)      Faktor endokrin
a.       Hormon paratiroid ( PTH ) berfungsi dalam memelihara kadar kalsium darah.
b.      Tirokalsitonin, hormon yang dihasilkan dari sel – sel parafolikuler dari kelenjar tiroid, cara kerjanya menghambat resorbsi tulang.
c.       Hormon pertumbuhan yang dihasilkan hipofise anterior penting untuk proliferasi ( bertambah banyak ) secara normal dari rawan epifisealis untuk memelihara tinggi badan yang normal dari seseorang.
d.      Hormon tiroksin  bertanggung jawab untuk pertumbuhan tulang yang layak, remodelling tulang dan kematangan tulang.
4)      Faktor persarafan
Gangguan suplai persarafan mengakibatkan penipisan tulang seperti terlihat pada kelainan poliomielitis.

4.         Sendi
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang – tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia atau otot. Sendi dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu :
1)      Sendi Fibrosa
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak, misalnya persambungan pada tulang bergigi ( satura ) yang terdapat pada kepala sela antara tulang pipih yang menyatukan os frontal, os parietal, os temporal dan os etmoidal.
2)      Sendi Tulang Rawan ( amfiartrosis )
Merupakan sendi dengan gerak sedikit, permukaan dipisahkan oleh bahan antara yang memungkinkan sedikit gerakan. Misalnya, sendi pada simfisis pubis yag dipisahkan oleh tulang rawan.
3)      Sendi sinovial ( diartrosis )
Merupakan persendian bergerak bebas dan terdapat banyak ragamnya. Sendi sinovial terdiri dari :
a.       Sendi putar, bengkol sendi putar tepat masuk dalam mangkok sendi yang dapat memberikan gerak seluruh arah, misalnya sendi panggul, dan sendi peluru yang terdapat di bahu.
b.      Sendi engsel, satu permukaan bundar diterima oleh yang lain sedemikian rupa sehingga dalam satu bidang dan dua arah, misalnya sendi sendi siku dan lutut.
c.       Sendi kondiloid, seperti sendi engsel tapi dapat bergerak dua bidang dan empat arah lateral kedepan dan lateral ke belakang, misalnya pergelangan tangan.
d.      Sendi berporos atau sendi putar, pergerakan sendi memutar seperti pergerakan kepala sendi. Contoh sendinya adalah gerakan radius disekitar ulna.
e.       Sendi pelana misalnya sendi ranhan dan tulang metakarpalia pertama ( pergelangan tangan ) yang banyak memberikan kebebasan untuk bergerak.
                                                                                                                       
B.       Konsep dasar Penyakit
1.      Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis didefinisikan sebagai kelainan skeletal yang ditandai dengan adanya gangguan kekuatan tulang yang mengakibatkan tulang menjadi lebih besar resikonya untuk mengalami patah tulang. (Edi Mutamsir, 2001, dalam buku Pekembangan Mutakhir ilmu Penyakit Dalam).
Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan tulang per unit volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya fraktur terhadap trauma minimal.  
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang (wikipedia.org)
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan masa tulang total. (buku ajar medikal bedah vol 3)
Jadi osteoporosis merupakan kelainan yang terjadi pada tulang diakibatkan oleh penurunan masa tulang sehingga tulang tersebut menjadi keropos.

Osteoporosis dibagi menjadi tiga yaitu osteoporosis primer, osteoporosis sekunder dan osteoporosis idiopatik.
a.    Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan merupakan kelompok yang terbesar. Osteoporosis primer dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a)      Osteoporosis tipe I ( post menopause )
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
b)      Osteoporosis tipe II ( senile )
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
b.    Osteoporosis Sekunder
Bila osteoporosis diakibatkan oleh berbagai kondisi klinik. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
c.    Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis idopatik relatif di temui pada wanita pra menopous dan pria pada usia pertengahan bisa di karenakan karena nyeri pinggang yang habat, penyebab osteoporosis idiopatik tidak jelas.


2.      Etiologi
a.       Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal.
b.      Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
c.       Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
d.      Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

3.      Gejala Oeteoporosis
Gejala – gejala yang timbul akibat osteoporosis pada usia lanjut adalah :
a.       Punggung yang semakin membungkuk
b.      Hilangnya tinggi badan
c.       Nyeri punggung
d.      Kelainan bentuk pada tulang
e.       Nyeri punggung menahun
f.       Nyeri timbul mendadak
g.      Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang
h.      Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan  dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas

4.      Fakor Resiko
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis :
1.      Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2.      Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3.      Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4.      Keturunan Penderita osteoporosis
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5.      Gaya Hidup Kurang Baik 
a.    Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b.   Minuman berkafein dan beralkohol
Individu  dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c.    Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d.   Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung.
e.    Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
6.      Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
7.      Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, pada hal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna

5.      Komplikasi
Komplikasi pada osteoporosis adalah :
a.       Patah tulang
b.      Gangguan fungsi
c.       Kifosis
d.      Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri khas nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan 12)
e.       Fraktur kompresi

6.      Pemeriksaan Diagnostik
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi. Untuk mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Di Indonesia dikenal 3 cara penegakan diagnosa penyakit osteoporosis, yaitu:
a.       Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk:
a)      Wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
b)      Penderita yang diagnosisnya belum pasti
c)      Penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat
b.   Densitometer-USG
Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
c.    Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx. Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral.
Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai penanda biokimia pembentukan tulang dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.
d.   Pemeriksaan laboratorium penunjang
a)      Kadar kalsium
Kadar normal kalsium serum 2,2 – 2,6 mmol/L. Absorbsi di intestinal ditingkatkan oleh 1,25-dihydrocholecalciferol ( 1,25-DHCC ). Ekskresi  kalsium urine 2,5 – 10,0 mmol/24 jam. Bila defisit kalsium bersifat persisten maka terjadi mobilisasi  kalsium tulang dengan meningkatkan resorbsi tulang.
b)      Kadar posfat serum
Konsentrasi fosfat serum 0,9 – 1,3 mmol/L. Absorbsi di usus sebanding jumlah yang dimakan , ekskresi ginjal sangat efisien dan reabsorbsi 90 % di tubulus proksimal yang pengaturannya oleh hormon parathyroid.

7.      Pencegahan
Pencegahan osteoporosis dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a.       Pencegahan osteoporosis primer
Pencegahan osteoporosis primer merupakan usaha untuk mencapai kondisi puncak masa tulang yang optimal pada masa dewasa muda. Dengan tercapainya puncak masa tulang optimal pada masa muda, osteoporosis yang mungkin terjadi pada usia tua akan lebih ringan.
Pada umumnya puncak masa tulang akan tercapai pada usia 16 – 40 tahun, dimana kemudian akan terjadi peningkatan turn over tulang yang menyebabkan terjadinya kehilangan masa tulang secara bertahap 2 – 3 % setiap tahun. Faktor penting yang menetukan puncak masa tulang adalah faktor genetik, status hormonal, asupan kalsium dan aktivitas fisik.
Cara pencegahannya adalah :
c)    Makan dan minum yang kaya akan kalsium jumlahnya pada orang dewasa ( 1000 – 1200 per hari ). Kalsium bisa didapat pada susu, yogurth, keju, ikan salmon, dan brokoli. Satu gelas susu mengandung sekitar 300 mg kalsium.
d)   Minumlah suplemen yang berkalsium.
e)    Kalsium juga bisa didapatkan dengan mudah seperti vitamin D dari sinar matahari, terutama pada pagi hari. Dalam hal ini kompensasi tubuh ( kulit ) bila terkena sinar matahari akan membentuk vitamin D.
f)    Olah raga, hindari minuman yang beralkohol dan merokok.
b.      Pecegahan osteoporosis sekunder
Manfaat pencegahan osteoporosis sekunder untuk menghambat kecepatan kehilangan masa tulang pada wanita pasca menopause, pasien memerlukan immobilitas lama atau pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid jangka panjang tanpa gejala osteoporosis klinis masih bersifat kontroversial. Hal yang terpenting adalah usaha untuk menentukan apakah pasien tersebut memiliki resiko yang tinggi menderita osteoporosis.

8.      Penatalaksanaan
a.       Terapi pengganti hormonal
Istilah terapi pengganti hormonal atau hormon replacement therapy ( HRT ) digunakan untuk terapi estrogen baik secara tunggal atau dalam bentuk kombinasi estrogen dengan progesteron.
a)      Estrogen
Estrogen memiliki sifat anti resorptif yang kuat pada sel tulang dan penurunan kadar estrogen pada saat menopause merupakan penyebab utama kehilangan masa tulang pada wanita. Bagaimana mekanisme estroge menghambat resorpsi tulang hingga kini masih belum dapat di jelaskan dengan pasti. Respon peningkatan masa tulang pada penggunaan HRT bergantung pada dosis dan lamanya pemberian estrogen. Pada umumnya pengaruh estrogen baru terlihat setelah diberikan selama 5 tahun. Pada pasca menopause  estrogen diberikan selama 10 tahun, setelah 10 tahun hasilnya di evaluasi untuk menentukan pengobatan selanjutnya bermanfaat dan aman untuk diteruskan.
Dosis yang diberikan dapat berupa estrogen terkonjugasi (preparin, wyeth Ayers, tablet 0,625 mg) dan  estradiol 2 mg.
b)      Kombnasi estrogen dengan progesteron
Dalam dosis yang tinggi progesteron dapat menghambat resorpsi dan meransang formasi tulang. Bebrapa preparat progesteron yang yang umum digunakan antara lain :
a.       Noretisteron (primolut N, Schering AG, tablet 5 mg). jika ada
b.      Midroksiprogesteron asetat (Provera, Uphjohn, tablet 5 mg)
c)      Testosteron
Untuk mengatasi osteoporosis pada pria dapat diberikan :
a. Ester testosterone (sustanon, organon, ampul 250 mg/ml IM)
b.      Terapi non hormonal
a)      Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium plasma dengan cepat sehingga menyebabkan terjadinya hiperparatiroidisme sekunder. Untuk mencegahnya sering kali pemberian kalsitonin disertai dengan suplementasi kalsium dan vitamin D. Kalsitonin umumnya diberikan dalam dosis 50 – 100 mg IM selama 14 hari. Efek sampingnya nausea, muntah, diare dan nyeri lokal.
b)      Bifosfonat
Penggunaan intermitten pada osteoporosis akan menurunan turn over tulang dan mungkin dapat menyebabkan terjadinaya sedikit peningkatan masa tulang. Bifosfonat ( klodronat ) diberikan secara oral 400 mg selama 14 hari setiap 3 bulan. Pemberian ini harus disertai dengan suplementasi kalsium elemental dalam dosis 800 – 1200 mg/ hari.
c)      Kalsium
Kalsium laktat glukonat + kalsium karbonat mengandung 400 mg kalsium elemental  dan ossopan mengandung 176 mg kalsium elemental.
c.       Vitamin D dan metabolitnya
Untuk memelihara masa tulang dan mencegah fraktur diberikan alphakalsidol 1 mg/hari atau kalsitriol dalam dosis antar 0,25 mg – 1 mg/ hari yang diberikan bersama kalsium elemental 800 – 1200 mg/ hari.
d.      Steroid anabolik
Pemberian steroid anabolik ( nandrolon decanoat IM ) sudah terbukti dapat meningkatkan masa tulang tetapi penggunaan steroid dalam jangka panjang dikethui dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Obat ini merupakan pilihan terakhir jika pasien tidak menunjukan perbaikan dengan obat – obatan yang lain.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM SKELETAL OSTEOPOROSIS

A.      Pengkajian
Pengkajian pada sistem skeletal yaitu mengidentifikasi resiko pasien dan pengenalan masalah-masalah yang berkaitan dengan osteporosis, wawancara pasien mengenai riwayat keluarga, fraktur yang terjadi sebelumnya, kebiasaan diet, pola olah raga, awitan menopause dan penggunaan steroid. Amati terhadap fraktur, kifosis thorakal atau pemendekan batang tubuh saat melakukan pemeriksaan fisik.
Riwayat dislokasi pada wanita post menopouse atau kondisi yang diketahui sebagai penyebab sekunder osteoporosis. Pasien (biasanya wanita tua) mungkin melaporkan penurunan kemampuan untuk mengangkat . Pasien mengatakan nyeri beberapa lama sampai beberapa tahun. Pengkajia
a)      Identitas klien
Identitas klien meliputi jenis kelamin, ras/suku bangsa, usia dan faktor lingkunagan ( pekerja berat )
b)      Keluhan Utama
Adanya nyeri yang timbul pada daerah yang terkena. Nyeri bertambah jika melakukan aktivitas atau bergerak. Terjadi penurunan tinggi badan dan adanya kifosis.  Rasa sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan pinggang,  berat badan menurun.
c)      Pola Nutrisi
Kurangnya asupan kalsium, pola makan yang tiadak teratur, adanya riwayat perokok dan riwayat mengkonsumsi alkohol serta riwayat minum – minuman yang juga bersoda.
d)     Poa eliminasi
Adanya keluhan konstipasi, konstipasi diakibatkan immobilitas fisik. Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
e)      Endokrin
Penurunan hormon estrogen pada wanita yang memasuki masa menopause. Pada pria apakah terjadi hipogonadisme.
f)       Pola Aktivitas
Keterbatasan gerak, riwayat malas berolah raga dan kelemahan serta aktvitas yang berat.
g)      Neurosensori
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi vertebral
h)      Pernapasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
i)        Skeletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kiposis dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.

B.       Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2.      Resiko terhadap cedera berhubungan dengan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang, dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh.
3.      Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frakatur baru.
4.      Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses penyakit
5.      Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
6.      Konstipasi berhubungan dengan imobilitas fisik

C.       Intervensi
1.      Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : Klien tidak menunjukan tingakatan nyeri
Intervensi Keperawatan :
a.       Kaji tingkat skala nyeri dari interval 0 - 10
b.      Ajarkan cara menghilangkan nyeri punggung melalui tirah baring
c.       Instruksikan pasien untuk menggerakkan tubuhnya sebagai satu unit dan hindari memutar.
d.      Pasang korset lumbosakral untuk menyangga sementara ketika turun dari tempat tidur
e.       Berikan analgesik narkotik oral saat nyeri punggung  ganti menjadi analgesik non narkotik setelah beberapa hari

2.      Resiko terhadap cedera berhubungan dengan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang, dampak sekunder perubahan skletal dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Resiko cedera tidak menjadi aktual
Kriteria hasil : Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi Keperawatan :
a.       Tingkatkan aktivitas fisik untuk menguatkan otot, mencegah atropi disuse, dan hambat demineralisasi tulang progresif.
b.      Berikan dorongan untuk berjalan, penggunaan mekanik tubuh yang baik, dan postur tubuh yang benar
c.       Hindari membungkuk tiba-tiba, gerakan mendadak, dan mengangkat berat
d.      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas diluar rumah di bawah sinar matahari untuk meningkatkan kemampuan tubuh memproduksi vitamin D
e.       Berikan support ambulasi sesuai dengan kebutuhan
f.       Bantu klien untuk melakukan ADL secara hati-hati
g.      Menciptkan lingkungan yang aman dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan.
h.      Kolaborasi dalam pemberian terapi obat – obatan misalnaya pemberian terapi hormonal dan terapi non hormonal.

3.      Perubahah mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frakatur baru.
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria :
fungsi fisiologis yang dapat ditolerir
Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik
Intervensi Keperawatan :
a.    Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
b.     Bantu klien jika diperlukan latihan
c.    Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
d.   Instruksikan klien latihan selama kurang lebi 30 menit dan selingi dengan isitirahat dengan berbaring selam 15 menit
e.    Hindari latihan fleksi, membungkuk dengan tiba-tiba dan mengangkat beban berat
f.     Anjurkan untuk pengobatan fisioterapi jika terjadi kifosis berat
4.      Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : koping adekuat
Kriteria hasil : Penilaian diri terhadap penghargaan diri meningkat
a.       Bantu pasien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan penuh perhatian. Perhatian sungguh-sungguh dapat meyakinkan pasien bahwa perawat bersedia membantu mengatasi masalahnya dan akan tercipta hubungan yang harmonis sehingga timbul koordinasi, ajarkan pasien menerima keadaan yang dialami.
b.      Klasifikasi jika terjadi kesalahpahaman tentang proses penyakit dan pengobatan yang telah diberikan. Klasifikasi ini dapat meningkatkan koordinasi pasien selama perawatan
c.       Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang menimbulkan kesuksesan atau kebanggan saat itu. Ini dapat membantu upaya mengenal diri kembali
d.      Identifikasi bersama pasien tentang alternative pemecahan masalah yang positif. Hal ini akan mengembalikan rasa percaya diri
e.       Bantu untuk meningkatkan komunikasi dengan keluarga dan teman

5.      Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
Tujuan : efektif penatalaksanaan regiment pengobatan
Kriteria hasil : Menggambarkan modifikasi diet, menyebutkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi atau dihilangkan
Intervensi :
a.       Berikan pendidikan kesehatan tentang osteoporosis
b.      Diskusikan osteoporosis dengan menggunakan alat bantu pengajaran yang sesuai dengan tingkat pengertian klien dan keluarga
c.       Ajarkan untuk memantau dan melaporkan tanda dan gejala fraktur
d.      Pertegas penjelasan untuk terapi nutrisi, konsul dengan ahli diet bila ada.  Ajarkan pentingnya diit untuk mencegah osteoporosis
e.       Jelaskan kebutuhan peningkatan aktivitas fisik dan pembatasan
f.       Jelaskan pentingnya kewaspadaan keamanan
g.      Jelaskan terapi obat yang ditentukan, ditekankan pentingnya mematuhi rencana dan mengerti kemungkinan efek samping.

D.    Evaluasi
  1. Mendapatkan peredaan nyeri
a.          Mengalami redanya nyeri saat beristirahat
b.         Mengalami ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari
c.          Menunjukkan berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur
  1. Tidak mengalami fraktur
a.          Mempertahankan postur yang bagus
b.         Mempegunakan mekanika tubuh yang baik
c.          Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
d.         Rajin menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)
e.          Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari
f.          Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah
g.          Menciptakan lingkungan rumah yang aman

3.      Kifosis berkurang.
4.      Mengungkapkan pearasaan tentang penyakit yang dialami, mampu menerima keadaan.
5.      Mendapatkan pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program penanganannya.
a.          Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang
b.         Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi
c.          Meningkatkan  tingkat latihan
d.         Gunakan terapi hormon yang diresepkan
e.          Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran

0 Response to "Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Skeletal (Osteoporosis)"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...