Latest News

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LEUKEMIA PADA ANAK

A.             Anatomi dan Fisiologi Vaskuler (darah)
1.         Pengertian darah
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang warnanya merah. Warna merah  itu keadaannya tidak tetap tergantung pada banyaknya oksigen dan karbon dioksida didalamnya. Darah yang banyak mengandung karbon dioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah diambil dengan jalan bernafas dan zat ini sangat berguna pada peristiwa pembakaran atau metabolisme di dalam tubuh. Viskositas atau kekentalan darah lebih kental dari pada air yang mempunyai BJ 1,041- 1,067, temperature 38 C, dan PH 7,37- 7,45.
Darah selamanya beredar didalam tubuh oleh karena adanya atau pompa jantung. Selama darah berada dalam pembuluh maka akan tetap encer,tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia akan menjadi beku. Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ked alam darah  tersebut sedikit obat anti pembekuan atau sitras natrikus.
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira- kira sepertigabelas dari berat badan atau kira- kira 4 sampai 5 liter.

2.               Fungsi Darah
a). Sebagai alat pengangkut ,yaitu:
1)      Mengambil oksigen atau zat pembakaran dari paru- paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh
2)      Mengangkat karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru- paru
3)      Mengambil zat- zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan atau alat tubuh
4)      Mengangkat atau mengeluarkan zat- zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk di keluarkan melalui kulit dan ginjal.
b). Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan  penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantara an leukosit dan  antibody atau zat- zat anti racun
c). Menyebarkan panas keseluruh tubuh

3.               Bagian- bagian darah
a.       Sel- sel darah
1.      Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit bentuknya seperti cakram atau bikonkaf dan tidak mempunyai inti. Ukuran diameter kira- kira 7,7 unit (0,007 mm), tidak bergerak. Banyaknya kira- kira 5 juta dalam 1 mm3 (4,5 juta). Warnanya kuning kemerah merahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Fungsinya adalah mengikat oksigen dari paru- paruuntuk diedarkan ke seluruh tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk diedarkan keseluruh tubuh.
Didalam tubuh sel darah merah dibuat di dalam sumsum tulang merah, limpa, dan hati, yang kemudian akan beredar didalam tubuh selama 14- 15 hari, setelah itu akan mati. Jumlah normal pada orang dewasa kira- kira 11,5- 15 gram dalam 100 cc darah.
Didalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila kedua- duanya berkurang maka bisa menyebabkan  anemia.






2.      Leukosit (sel darah putih)
Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan eritrosit apabila kita lihat di bawah mikroskop maka terlihat bentuknya yang dapat berubah ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai beberapa inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening, banyaknya dalam 1 mm3 darah kira-  kira 6000- 9000.
Fungsinya sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bakteri  atau bibit penyakit yang masuk ke dalam jaringan RES ( retikuloendotel), tempat pembiakkannya di dalam limpa dan kelenjar  limfe. Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh dara. Sel  leukosit disamping berada di dalam pembuluh darah juga terdapat diseluruh jaringan tubuh manusia

Macam – macam Leukosit meliputi (Agranulosit Dan Granulosit):
1.      Agranulosit
a.       Limfosit, macam Leukosit yang dihasilkan dari jaringan reticulum endothelial system dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang kecil dan ada yang besar didalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar. Berfungsi sebagai pembunuh dan pemakan bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh.

a.       Monosit, macam Leukosit yang terbanyak dibuat disumsum merah lebih besar dari pada limfosit. Dibawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru dan sedikit abu – abu mempunyai bintik – bintik sedikit kemerahan., berfungsi sebagai fagosit.

1.      Granulosit
a.       Neutrofil, atau polimor nukleur leukosit mempunyai inti sel yang barang kali kadang– kadang seperti terpisah pisah. Protoplasmanya banyak bintik-bintik halus.

a.       Eusinofil, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dan sitoplasmanya lebih besar.


a.       Basofil, sel ini kecil dari pada eusinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur. Didalam protoplasmanya terdapat granular-granular besar.


Leukosit mempunyai 2 fungsi di dalam tubuh manusia antara lain :
  1. Sebagai serdadu tubuh yaitu bertugas membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk kedalam tubuh jaringan RES ( sistem retikulo endotel ), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe.
  2. Sebagai  pengangkut yaitu, mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limfa terus ke pembuluh darah.


A.    Konsep penyakit
1.         Pengertian
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Proliferasi juga terjadi di hati, limpa, dan nodus limfatikus. Terjadi invasi organ non hematologis seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.


Leukemia limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak. Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih muda) dari sumsum tulang. Leukemia akut merupakan keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran organ-organ lain. Leukemia tergolong kronis bila ditemukan ekspansi dan akumulasi dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Selain akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu leukemia yang ditemukan pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang lebih muda.

2.                                       Etiologi.
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus (virus onkogenik).
Faktor lain yang berperan antara lain:
1.      Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia
(benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2.   Faktor endogen seperti ras.
3.   Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).

Faktor predisposisi:
1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell leukimia-lymphoma virus/HTLV).
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya.
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4.   Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
5.   Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur.
6.   Kelainan kromosom.
Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan).
Oleh WHO, antigen jaringan ditetapkan dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras dan keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan.

3.                                             Patofisiologi.
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.

Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia, yaitu:
1.  Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.
2.  Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah normal atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi kompetisi untuk mendapatkan elemen makanan metabolik.



4.   Klasifikasi Leukemia.
Menurut Arief manjoer,dkk(2000:260), klasifikasi leukemia dapat dibagi 4, yaitu:
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA).
LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.

2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK).
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.

3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK).
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.

4. Leukemia Limfositik Akut (LLA).
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.

5.            Tanda dan Gejala.
a. Anemia.
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.

b. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi.
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.

c. Perdarahan.
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.

d. Penurunan kesadaran.
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
e. Penurunan nafsu makan.
f. Kelemahan dan kelelahan fisik.

6.                                          Gambaran Klinis.
Gejala yang khas berupa pucat (dapat terjadi mendadak), panas, dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Perdarahan dapat didiagnosa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dsb.
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahartikan sebagai penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral.

7.                                             Pemeriksaan Diagnostik.
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell.
70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).
50 – 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa:
a.       Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid.
b.      Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid (2n+a).
c.       Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion).
d.      Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan.
Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis.

8.               Program terapi.
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
a.       Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
1).Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit.
2).Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.

b.      Pengobatan  spesifik.
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1)      Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
2)      Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
3)      Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat.
4)      Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
c.       Fase pelaksanaan kemoterapi.
1)      Fase Induksi.
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.

2)      Fase profilaksis sistem saraf pusat.
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.

3)      Konsolidasi.
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.

9.                                             Pengobatan imunologi.
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

 
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN  LEUKEMIA PADA ANAK
Menurut Doenges adapun diagnosa serta intervensi yang dilakukan pada klien dengan Leukimia  yaitu :

A.    Pengkajian.
1.      Biodata.
Leukemia Limfositik Akut (LLA) paling sering menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun, dengan puncak insiden antara 3-4 tahun. Penderita kebanyakan laki-laki dengan rasio 5:4 jika dibandingkan dengan perempuan.

2.      Riwayat keperawatan.
a.       Keluhan utama.
Nyeri tulang sering terjadi, lemah nafsu makan menurun, demam (jika disertai infeksi) bisa juga disertai dengan sakit kepala.

b.      Riwayat perawatan sebelumnya.
Riwayat kelahiran anak:
1)      Prenatal.
2)      Natal.
3)      Post natal.
Riwayat Tumbuh Kembang:
Bagaimana pemberian ASI, adakah ketidaknormalan pada masa pertumbuhan dan kelainan lain ataupun sering sakit-sakitan.

c.       Riwayat keluarga.
Insiden LLA lebih tinggi berasal dari saudara kandung anak-anak yang terserang terlebih pada kembar monozigot (identik).
3.      Kebutuhan dasar.
a.       Cairan : Terjadi deficit cairan dan elektrolit karena muntah dan diare.
b.      Makanan : Biasanya terjadi mual, muntah, anorexia ataupun alergi makanan. Berat badan menurun.
c.       Pola tidur : Mengalami gangguan karena nyeri sendi.
d.      Aktivitas : Mengalami intoleransi aktivitas karena kelemahan tubuh.
e.       Eliminasi : Pada umumnya diare, dan nyeri tekan perianal.

4.      Pemeriksaan fisik.
a.       Keadaan Umum tampak lemah.
Kesadaran composmentis selama belum terjadi komplikasi.

b.   Tanda-Tanda Vital.
Tekanan darah.
Nadi :
Suhu : meningkat jika terjadi infeksi.
RR : Dispneu, takhipneu.

c.   Pemeriksaan Kepala Leher.
Rongga mulut : apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri), perdarahan gusi.
Konjungtiva : anemis atau tidak. Terjadi gangguan penglihatan akibat infiltrasi ke SSP.

d.   Pemeriksaan Integumen.
Adakah ulserasi ptechie, ekimosis, tekanan turgor menurun jika terjadi dehidrasi.


e.   Pemeriksaan Dada dan Thorax.
1)      Inspeksi bentuk thorax, adanya retraksi intercostae.
2)      Auskultasi suara nafas, adakah ronchi (terjadi penumpukan secret akibat infeksi di paru), bunyi jantung I, II, dan III jika ada.
3)      Palpasi denyut apex (Ictus Cordis).
4)      Perkusi untuk menentukan batas jantung dan batas paru.

f.   Pemeriksaan Abdomen.
1)      Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi pembesaran, terdapat bayangan vena, auskultasi peristaltic usus, palpasi nyeri tekan bila ada pembesaran hepar dan limpa.
2)      Perkusi tanda asites bila ada.

g.   Pemeriksaan Ekstremitas.
Adakah cyanosis kekuatan otot.

B.     Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan.
1.      Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake dan output cairan, kehilangan berlebihan: muntah, perdarahan, diare, penurunan pemasukan cairan: mual, anoreksia, peningkatan kebutuhan cairan: demam, hipermetabolik.
Tujuan: volume cairan terpenuhi.
Kriteria hasil:
a.       Volume cairan adekuat.
b.      Mukosa lembab.
c.       Tanda vital stabil: TD 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, RR 20x/menit.
d.      Nadi teraba.
e.       Pengeluaran urin 30 ml/jam.
f.       Kapileri refill <2 detik.
Intervensi:
a.       Monitor intake dan output cairan.
b.      Monitor berat badan.
c.       Monitor TD dan frekuensi jantung.
d.      Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
e.       Beri masukan cairan 3-4 L/hari.
f.       Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin, perdarahan lanjut dari sisi tusukan invasif.
g.      Implementasikan tindakan untuk mencegah cidera jaringan/perdarahan.
h.      Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan.
i.        Berikan diet makanan halus.
j.        Kolaborasi:
1)      Berikan cairan IV sesuai indikasi.
2)      Awasi pemeriksaan laboratorium: trombosit, Hb/Ht, pembekuan.
3)      Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
4)      Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan).
5)      Berikan obat sesuai indikasi: allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium bikarbonat, pelunak feses.

2.      Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik.
Tujuan: nyeri teratasi.
Kriteria hasil:
a.       Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol.
b.      Menunjukkan perilaku penanganan nyeri.
c.       Tampak rileks dan mampu istirahat.

Intervensi:
a.       Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat nyeri (gunakan skala 0-10).
b.      Awasi tanda vital, perhatikan petujuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah.
c.       Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d.      Tempatkan klien pada posisi nyaman dan ganjal sendi, ekstremitas dengan bantal.
e.       Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f.       Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis).
g.      Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan klien.
h.      Evaluasi dan dukung mekanisme koping klien.
i.        Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri. Contoh: latihan relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j.        Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k.      Kolaborasi:
1)      Awasi kadar asam urat, berikan obat sesuai indikasi: analgesik (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfin), agen ansietas (diazepam, lorazepam).

3.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh sekunder (gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi, penekanan sumsum tulang).
Tujuan: klien bebas dari infeksi.
Kriteria hasil:
a.       Keadaan temperatur normal.
b.      Hasil kultur negative.
c.       Peningkatan penyembuhan.

Intervensi:
a.       Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b.      Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung.
c.       Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mentak samar.
d.      Cegah menggigil: tingkatkan cairan, berikan kompres.
e.       Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk.
f.       Auskultasi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronchi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningkatan sputum atau sputum kental.
g.      Inspeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Bersihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h.      Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i.        Tingkatkan kebersihan perianal.
j.        Diet tinggi protein dan cairan.
k.      Hindari prosedur invasiv (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
l.        Kolaborasi.
1)      Awasi pemeriksaan lab. Misal: hitung darah lengkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
2)      Kaji ulang seri foto dada, berikan obat sesuai indikasi, hindari antipiretik yang mengandung aspirin, berikan diet rendah bakteri, misal makanan dimasak.





4.      Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan: klien bebas dari gejala perdarahan.
Kriteria hasil:
a.       TD 90/60 mmHg.
b.      Nadi 100x/menit.
c.       Ekskresi dan sekresi negatif terhadap darah.
d.      Ht 40-54%(laki-laki), 37-47%(perempuan).
e.       Hb 14-18 gr%.
Intervensi:
a.       Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ml, risiko terjadi perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan.
b.      Minta klien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi.
c.       Inspeksi kkulit, mulut, hidung, urin, feses, muntahan, dan tempat tusukan IV terhadap perdarahan.
d.      Gunakan jarum ukuran kecil.
e.       Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan tekan perlahan.
f.       Beri bantalan tempat tidur untuk mencegah trauma.
g.      Anjurkan pada klien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.

5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan: klien mampu menoleransi aktivitas.
Kriteria hasil:
a.       Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.
b.      Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan.
c.       Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan, dan TD dalam batas normal.

Intervensi:
a.       Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
b.      Implementasikan teknik penghematan energi. Contoh: lebih baik duduk daripada berdiri.
c.       Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Jaga kebersihan mulut. Berikan antiemetik sesuai indikasi.
d.      Kolaborasi: berikan oksigen tambahan.






0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LEUKEMIA PADA ANAK"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Klik salah satu Link di Bawah ini, untuk menutup BANNER ini...