Konsep globalisasi dapat diartikan sebagai pengglobalan atau penyatuan seluruh aspek kehidupan di dunia ini. Penyatuan ini dilakukan melalui upaya penyeragaman yang mendunia meliputi seluruh negara yang ada. Ketika suatu istilah baru menjadi populer, hal ini seringkali meliputi suatu perubahan penting sebagai bagian dari dunia ini. Ide baru ini dibutuhkan untuk menggambarkan kondisi baru. Sebagai contoh, ketika seorang filsof, Jeremy Bentham mengistilahkan “internasional” pada tahun 1780, dianggap sebagai suatu pencerahan, dari apa yang merupakan pendalaman dari kenyataan hidup keseharian, yaitu berkembangnya negara/bangsa dan transaksi yang terjadi melintasi batas di antara masyarakat di dunia.
Pada tahun 1980, terjadi perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini dilihat dari perbincangan mengenai globalisasi telah tersebar luas. Istilah ini kemudian secara cepat menjadi standar kata-kata di berbagai bidang, baik di lingkungan akademis, jurnalis, politisi, bankir, periklanan, ekonomi, dan hiburan. Lambat-laun, globalisasi menjadi suatu proses hubungan sosial secara relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya batasanbatasan secara nyata, sehingga ruang lingkup kehidupan manusia semakin bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas di dalam dunia sebagai satu kesatuan tunggal.
Globalisasi mengharuskan pergerakan barang dan jasa antar-negara di seluruh dunia bergerak bebas dalam perdagangan, tanpa halangan apapun. Bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya, dan lain-lain. Jargon globalisasi muncul dari neoliberalisme yang memiliki agenda restrukturisasi perekonomian dunia. Prinsip dari neoliberalisme adalah menolak campur tangan negara dalam bidang perekonomian, membuka pasar seluas mungkin tanpa menghiraukan masalah kedaulatan, keadilan, dan hak asasi manusia.
Dalam globalisasi ekonomi, hegemoni adalah sesuatu yang selalu dipertanyakan oleh para penentangnya dengan berlandaskan pada kedaulatan dan keadilan. Dalam hal ini, kompetisi penuh melalui konsep pasar bebas merupakan satu-satunya cara untuk bertahan. Siapa yang bisa bertahan dialah yang terbaik (the fittest the best).
Kedaulatan negara saja bisa disingkirkan, apalagi kedaulatan rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam akan mengalami nasib yang lebih parah lagi. Oleh karena itu, bagaimana sikap kita dalam menyikapi era global ini. Apakah kita akan digilas oleh berbagai perspektif global, atau dapat berperan aktif dalam percaturan global ini.
Proses globalisasi yang berlangsung semenjak akhir abad ke-20 semakin dalam menusuk jantung kehidupan bangsa dan telah menimbulkan pelbagai problematika baru. Adapun problematika yang menjadi tantangan global terhadap eksistensi jatidiri bangsa adalah sebagai berikut:
a. Pluralitas masyarakat Indonesia tidak hanya berkaitan dengan budaya, tetapi juga dimensi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat sehingga proses globalisasi informasi membawa dampak yang sangat kompleks.
b. Salah satu dampak globalisasi informasi bagi bangsa Indonesia yaitu dimulai dari timbulnya krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis multidimensi. Dalam waktu yang relatif singkat Indonesia mengalami empat kali pergantian pemerintahan. Tidak hanya itu, di era reformasi muncul berbagai macam kerusakan dan pemberontakan yang disertai isu anarkis, SARA, dan separatisme. Isu separatisme dimulai dengan lepasnya propinsi Timor Timur menjadi negara merdeka, kemudian Aceh dan Papua yang masih bergejolak menuntut kemerdekaan. Adapun isu anarkis dan SARA mencuat di beberapa daerah, antara lain kasus Sambas (Kalimantan Barat), Palu (Sulawesi Tengah), dan Ambon (Maluku).
c. Kemajuan teknologi informasi telah menjadikan jarak spasial semakin menyempit dan jarak waktu semakin memendek. Akibatnya bagi bangsa Indonesia yang berorientasi pada negara-negara maju, dalam waktu relatif singkat dapat beradaptasi terutama di bidang teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya.
Akhirnya, tidak menutup kemungkinan timbul kehidupan sosial budaya dalam kondisi persaingan yang sangat tajam, rasa solidaritas semakin menipis, manusia seolah tidak begitu peduli lagi dengan kehidupan orang lain. Bangsa Indonesia yang dulu dipandang sebagai masyarakat yang kuat solidaritasnya, sekarang menjadi masyarakat yang mementingkan diri sendiri, egoisme semakin menonjol, yang mewarnai kehidupan masyarakat.
0 Response to "Teori & Konsep Globalisasi menurut pendapat para ahli"