KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya (Buttram et-al, 1999).
Mioma uteri adalah tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai, ditemukan satu dari empat wanita usia reproduksi aktif (Robbins, 1997).
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Hanifa. dkk, 2008).
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah salah satu gangguan sistem reproduksi berupa neoplasma / tumor jinak pada otot uterus (myometrium).
2. Klasifikasi
Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi empat jenis antara lain (Thomas EJ, 1992) :
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus (lihat gambar 2.3). Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium (lihat gambar 2.3). Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma Intraligamenter / Pedunculated
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid (lihat gambar 2.3). Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
e. Mioma Intracavitary
Mioma Intracavitary tumbuh dalam ruang uterus (lihat gambar 2.3). Pertumbuhan sel tumor didalam ruang uterus menyebabkan penekanan terhadap ruang uterus hingga menonjol dan mengakibatkan komplikasi akibat penekanan area / organ lain seperti kandung kemih, ureter dan sebagainya. Mioma jenis ini juga menyebabkan terputusnya jalur pertemuan antara ovum dan sperma sehingga terjadi infertilitas (kemandulan).
3. Etiologi
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri hingga saat ini belum diketahui. Namun hampir semua teori yang terkait menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause) Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih (ButtramVC, et-al, 1999).
4. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Gejala klinis yang sering ditemukan yaitu (Crow J. 1992) :
a. Hipermenore dan menometroragia merupakan gejala klasik dari mioma uteri.
b. Nyeri perut bagian bawah menjalar ke pinggang akibat penekanan sel syaraf setempat
c. Disuria akibat penekanan pada ureter atau vesika urinaria.
d. Obstipasi akibat penekanan pada usus atau jalur eliminasi feces.
e. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopi dan atau ruang rahim.
f. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal.
5. Patofisiologi
Menurut MS. Joedosaputro (1994), mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial maupun secara keseluruhan.
6. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perda-rahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggi-an tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetap-kan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik
1. Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya (Buttram et-al, 1999).
Mioma uteri adalah tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai, ditemukan satu dari empat wanita usia reproduksi aktif (Robbins, 1997).
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Hanifa. dkk, 2008).
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah salah satu gangguan sistem reproduksi berupa neoplasma / tumor jinak pada otot uterus (myometrium).
2. Klasifikasi
Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi empat jenis antara lain (Thomas EJ, 1992) :
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus (lihat gambar 2.3). Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium (lihat gambar 2.3). Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma Intraligamenter / Pedunculated
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid (lihat gambar 2.3). Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
e. Mioma Intracavitary
Mioma Intracavitary tumbuh dalam ruang uterus (lihat gambar 2.3). Pertumbuhan sel tumor didalam ruang uterus menyebabkan penekanan terhadap ruang uterus hingga menonjol dan mengakibatkan komplikasi akibat penekanan area / organ lain seperti kandung kemih, ureter dan sebagainya. Mioma jenis ini juga menyebabkan terputusnya jalur pertemuan antara ovum dan sperma sehingga terjadi infertilitas (kemandulan).
3. Etiologi
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri hingga saat ini belum diketahui. Namun hampir semua teori yang terkait menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause) Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih (ButtramVC, et-al, 1999).
4. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Gejala klinis yang sering ditemukan yaitu (Crow J. 1992) :
a. Hipermenore dan menometroragia merupakan gejala klasik dari mioma uteri.
b. Nyeri perut bagian bawah menjalar ke pinggang akibat penekanan sel syaraf setempat
c. Disuria akibat penekanan pada ureter atau vesika urinaria.
d. Obstipasi akibat penekanan pada usus atau jalur eliminasi feces.
e. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopi dan atau ruang rahim.
f. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal.
5. Patofisiologi
Menurut MS. Joedosaputro (1994), mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial maupun secara keseluruhan.
6. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perda-rahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggi-an tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetap-kan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik
2) Histeroskopy
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan kamera aplikatif yang memudahkan untuk mengetahui kondisi mioma / uterus secara visual dengan jelas
3) CT Scan dan MRI
Pemeriksaan ini Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
7. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Pilihan / metode penanganan pada mioma uteri menurut Baziad A (2003) yaitu :
a. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
b. Terapi Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol,amantadine).
c. Embolisasi Arteri Uterina
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah secara tepat. Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol
d. Terapi inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekular
Setelah didapatkan mekanisme molekulaer mioma uteri, terapi yang lebih baik dapat secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit lainnya, bila didapatkan kelainan gen yang spesifik akan membuka kemungkinan terapi gen di masa yang akan datang. Sebelum terapi gen digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus melewati terapi yang ditujukan sebagai anti spesific growth factor angiogenesis yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Marilynn E. Doenges (2000), pengkajian pada klien dengan mioma uteri dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sistematis seperti dibawah ini :
a. Pola pemeliharaan kesehatan:
Mengkonsumsi makanan yang mengandung pengawet.
b. Pola nutrisi dan metabolik:
Mual, muntah, suhu tubuh meningkat terutama daerah abdomen.
c. Pola eliminasi:
- Retensi urine
- Konstipasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Pusing, lemah
e. Pola persepsi sensorik dan kognitif
Adanya nyeri pada daerah abdomen.
f. Pola persepsi diri dan konsep diri
Gangguan body image
g. Pola mekanisme copping dan toleransi terhadap stress
Cemas, ada reaksi penolakan terhadap prognosis
h. Pola reproduksi – seksual
- Kebiasaan berganti pasangan
- Menorrhagi
- Metrorragi
2. Diagnosa Keperawatan dan Implementasi (Linda.J, 2000).
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses infeksi tumor
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan :
a) Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya
b) Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri
c) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri
2) Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan :
a) Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
b) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan ketakutannya
R/ untuk mengurangi kecemasan
c) Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
3) Perubahan pola eliminasi: retensi urine berhubungan dengan penekanan dari myoma uteri
Tujuan : Mengosongkan kandung kemih secara adequat sesuai kebutuhan individu
Rencana Tindakan :
a) Observasi dam catat jumlah / frekuensi berkemih
R/ menentukan apakah kandung kemih dikosongkan
b) Lakukan palpasi terhadap adanya distensi kandung kemih
R/ dapat menandakan adanya retensi urine
c) Berikan stimulus terhadap pengosongan urine dengan mengalirkan air, letakkan air hangat dan dingin secara bergantian pada daerah supra pubika
R/ meningkatkan proses perkemihan dan merelaksasikan spinkter urine
d) Lakukan katerisasi terhadap residu urine setelah berkemih sesuai kebutuhan
R/ mengurangi pembengkakan pada kandung kemih
b. Post Operasi
1) Perubahan retensi urine berhubungan dengan manipulasi tindakan pembedahan
Tujuan : pasien dapat berkemih secara teratur dan tuntas
Rencana Tindakan :
a) Ukur dan catat intake output
R/ menentukan keseinbangan cairan
b) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine
R/ dapat mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering dan jumlah sedikit/ kurang
c) Palpasi kandung kemih, kaji keluhan ketidak nyamanan, penuh, ketidak mampuan berkemih
R/ kandung kemih penuh, distensi kandung kemih diatas simpisis pubis menunjukkan
d) Berikan tindakan berkemih rutin contoh: prifasi, posisi norma/aliran air pada bascom, penyiraman air hangat pada perinium
R/ meningkatkan relaksasai otot perineal dan dapat mempermudah upaya berkemih
e) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada)
R/ meningkatkan kebersihan menurunkan resiko ISK asenden
f) Kolaborasi pemasangan kateter bila diindikasikan pasien tidak mampu berkemih atau tidak nyaman
R/ edema atau pengaruh suplai saraf dapat menyebankan atoni kandung kemih/ retensi kandung kemih memerlukan dekompresi kandung kemih.
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan kamera aplikatif yang memudahkan untuk mengetahui kondisi mioma / uterus secara visual dengan jelas
3) CT Scan dan MRI
Pemeriksaan ini Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
7. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Pilihan / metode penanganan pada mioma uteri menurut Baziad A (2003) yaitu :
a. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
b. Terapi Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol,amantadine).
c. Embolisasi Arteri Uterina
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah secara tepat. Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol
d. Terapi inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekular
Setelah didapatkan mekanisme molekulaer mioma uteri, terapi yang lebih baik dapat secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit lainnya, bila didapatkan kelainan gen yang spesifik akan membuka kemungkinan terapi gen di masa yang akan datang. Sebelum terapi gen digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus melewati terapi yang ditujukan sebagai anti spesific growth factor angiogenesis yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Marilynn E. Doenges (2000), pengkajian pada klien dengan mioma uteri dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sistematis seperti dibawah ini :
a. Pola pemeliharaan kesehatan:
Mengkonsumsi makanan yang mengandung pengawet.
b. Pola nutrisi dan metabolik:
Mual, muntah, suhu tubuh meningkat terutama daerah abdomen.
c. Pola eliminasi:
- Retensi urine
- Konstipasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Pusing, lemah
e. Pola persepsi sensorik dan kognitif
Adanya nyeri pada daerah abdomen.
f. Pola persepsi diri dan konsep diri
Gangguan body image
g. Pola mekanisme copping dan toleransi terhadap stress
Cemas, ada reaksi penolakan terhadap prognosis
h. Pola reproduksi – seksual
- Kebiasaan berganti pasangan
- Menorrhagi
- Metrorragi
2. Diagnosa Keperawatan dan Implementasi (Linda.J, 2000).
a. Pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses infeksi tumor
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan :
a) Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya
b) Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri
c) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri
2) Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan :
a) Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
b) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan ketakutannya
R/ untuk mengurangi kecemasan
c) Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
3) Perubahan pola eliminasi: retensi urine berhubungan dengan penekanan dari myoma uteri
Tujuan : Mengosongkan kandung kemih secara adequat sesuai kebutuhan individu
Rencana Tindakan :
a) Observasi dam catat jumlah / frekuensi berkemih
R/ menentukan apakah kandung kemih dikosongkan
b) Lakukan palpasi terhadap adanya distensi kandung kemih
R/ dapat menandakan adanya retensi urine
c) Berikan stimulus terhadap pengosongan urine dengan mengalirkan air, letakkan air hangat dan dingin secara bergantian pada daerah supra pubika
R/ meningkatkan proses perkemihan dan merelaksasikan spinkter urine
d) Lakukan katerisasi terhadap residu urine setelah berkemih sesuai kebutuhan
R/ mengurangi pembengkakan pada kandung kemih
b. Post Operasi
1) Perubahan retensi urine berhubungan dengan manipulasi tindakan pembedahan
Tujuan : pasien dapat berkemih secara teratur dan tuntas
Rencana Tindakan :
a) Ukur dan catat intake output
R/ menentukan keseinbangan cairan
b) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine
R/ dapat mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering dan jumlah sedikit/ kurang
c) Palpasi kandung kemih, kaji keluhan ketidak nyamanan, penuh, ketidak mampuan berkemih
R/ kandung kemih penuh, distensi kandung kemih diatas simpisis pubis menunjukkan
d) Berikan tindakan berkemih rutin contoh: prifasi, posisi norma/aliran air pada bascom, penyiraman air hangat pada perinium
R/ meningkatkan relaksasai otot perineal dan dapat mempermudah upaya berkemih
e) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada)
R/ meningkatkan kebersihan menurunkan resiko ISK asenden
f) Kolaborasi pemasangan kateter bila diindikasikan pasien tidak mampu berkemih atau tidak nyaman
R/ edema atau pengaruh suplai saraf dapat menyebankan atoni kandung kemih/ retensi kandung kemih memerlukan dekompresi kandung kemih.
2) Gangguan body image : harga diri rendah berhubungan dengan perubahan feminitas, ketidak mampuan mempunyai anak
Tujuan : Pasien mengatakan dapat menerima diri pada situasi dan beradaptasi terhadap perubahan pada citra tubuh
Rencana tindakan :
a) Berikan kesempatan pada pasienuntuk mengungkapkan perasaannya
b) Kaji stress emosi pasien, identifikasi kehilangan pada pasien/ orang terdekat. Dorong pasien untuk mengekspresikan
c) Berikan informasi akurat, kuatkani nformasi uang diberikan sebelumnya
R/ memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya dan mengasimilasikan informasi
d) Berikan lingkungan terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah seksualitas
R/ meningkatkan saling berbagai keyakinan / nilai tentan subjek sensitif
e) Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penolakan
R/ mengidentifikadi tahap kehilangan/ menentukan intervensi
f) Kolaborasi dengan konseling profesional sesuai kebutuhan
R/ memerlukan bantuan tambahan untuk mengtasi perasaan kehilangan
3) Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan pola respon seksualitas (tidak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme)
Tujuan : Pasien mengatakan pemahaman perubahan anatomi fungsi seksual Mengidentifikasi kepuasan seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan seks.
Rencana tindakan :
a) Mendengarkan peryataan pasien/ oraang terdekat
R/ masalah sex sering tersembunyi sebagai pernyataan humor atau ungkapan yang gamblang
b) Kaji infomasi pasien orang terdekat tentang anatomi/fungsi sex dan pengaruh prosedur pembedahan.
R/ Kesalahan informasi / konsep yang mempengaruhi pengambilan keputusan.
c) Identifikasikan faktor budaya/nilai dan adanya konplik
R/ Dapat mempengaruhi kembalinya kepuasan hubungan sex.
d) Bantu pasien untuk menyadari/menerima perubahan pada dirinya
R/ Meningkatkan koping dan memudahkan pemecahan masalah.
e) Diskusikan sensasi /ketidakmampuan fisik,perubahan pada respon seperti individu biasanya
R/ Kehilangan sensori dapat terjadi sementara dan akan kembali baik dalam waktu beberapa minggu.
4) Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi operasi
Tujuan : Nyeri hilang ditandai dengan pasien tampak rilex
Rencana Tindakkan :
a) Kaji intensitas nyeri , lokasi,frekuensi
R/ sebagai evaluasi untuk menentukan intervensi selanjutnya
b) Anjurkan dan ajarkan teknik relaksasi
R/ mengurangi nyeri
c) Bantu pasien menemukan posisi yang nyaman
R/ Mempengaruhi kemampuan pasien untuk rilek tidur dan istirahat
d) Kolaborasi dengan dokter pemberian therapi analgesik
R/Mengurangi nyeri
5) Kurang pengetahuan tentang perawatan prognosis dan pengobatan
Tujuan : Pasien mengatakan pemahaman tentang kondisi
Rencana tindakan :
a) Tinjau ulang efek prosdur pembedahan dan harapan pada masa datang
R/ Memberi dasar pengetahuan pada pasien
b) Diskusikan masalah yang diantsipasi selama penyembuhan
R/Fungsi fisik,emosi dapat mempengaruhi kumulatif yang dapat memperlambat penyembuhan.
c) Diskusikan melakukan aktivitas secara bertahap,tekankan pentingnya respon individu dalan penyembuhan
R/ mempercepat penyembuhan
d) Menghindari mengakat barang yang berat,duduk yang lama
R/ Dapat memperlambat penyembuhan,aktivitas meningkatkan tekanan intra abdominal,duduk lama menyebabkan pembentukan trombus
e) Identifikasi kebutuhan:protein tinggi
R/Memfasilitas penyembuhan / regenerasi jaringan
f) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik : perdarahan,luka
R/Mencegah situasi yang mengancam hidup
g) Kaji ulang terapi penambahan hormon
R/Histerectomi total memerlukan penambahan hormon karena dibutuhkan porsi suplai darah keovarium diklem selama prosedur.
0 Response to "asuhan keperawatan MIOMA UTERI"